Mongabay.co.id

Potret Kasus Lingkungan di PN Jayapura: Hukuman Ringan, Tak Ada Efek Jera?

 

 

 

 

 

Dua boks berisi 220 burung berbagai jenis dalam keadaan mati. Ada awetan tikus. Kuskus kecil, kulit mamalia, sampai reptil, semua awetan. Ratusan awetan satwa ini hendak dikirim kepada Siska dari PT Papua Diving.  Setelah diselidiki, satwa awetan itu milik Wild Jr Michael Jon, warga Amerika Serikat yang sudah 15 tahun bekerja sebagai penginjil di Puncak Jaya. Jon membeli awetan satwa ini dari warga. Pengungkapan kasus ini pada 2018.  Jon pun proses hukum di Pengadilan Negeri Jayapura. Pada 17 Desember 2022, hakim memutuskan hukuman 10 bulan denda Rp50 juta subsider tiga bulan.

Kasus Jon hanya satu dari puluhan kasus lingkungan hidup yang masuk ke PN Jayapura. Sepanjang 2018-2022, kayu ilegal dan penyelundupan satwa jadi kasus lingkungan hidup terbanyak disidang di PN Jayapura, Papua.

Penebangan kayu ilegal ada 16 kasus, disusul penangkapan dan perdagangan satwa 14 kasus. Ada juga masalah lain, seperti penyimpanan, pengangkutan, perdagangan minyak dan gas ilegal 12 kasus,  penangkapan ikan dengan racun dan bahan peledak ada empat kejadian, dan dua kasus tambang ilegal.

Kasus kayu, semua berasal dari Kabupaten Sarmi dan Jayapura. Jenis kayu paling banyak merbau dan kayu campuran seperti matoa dan kayu putih. Polda Papua, Polres Jayapura, dan Dinas Kehutanan Papua, yang banyak tangani penangkapan kayu-kayu ini.

Untuk satwa, aparat paling banyak menemukan kasus di perairan Jayapura, menyusul di Bandara Sentani, rumah tinggal, dan pertokoan di Kabupaten Jayapura, Kota Jayapura, dan Keerom.

Satwa paling banyak diamankan adalah burung dan jenis paling banyak nuri merah kepala hitam (​​Lorius lory). Ada juga nuri bayan (Ecletus roratus), kakatua raja (Prociger atterimus), dan kasuari kecil (Casuariussp). Kemudian, jagal Papua, kakatua jambul kuning (Cacatua sulphurea). Juga, perkicit stella (Charmosyna stella), nuri cokelat (Chalcopsitta duivenbodei), perkici pelangi (Trichoglossus haematodus), dan cenderawasih kecil (Paradise minor).

Pada 2022, perdagangan satwa ilegal banyak disidangkan, setidaknya ada sembilan kasus.  Kasus penangkapan kayu sebagian besar terjadi pada 2018. Pada 2019-2021, sidang soal kayu terbilang sepi.

“Tahun 2022,  tak lebih dari dua,” kata Zaka Talpatty, Humas PN Jayapura, baru-baru ini.

Dia bilang, kasus lingkungan hidup yang disidang di PN Jayapura, lebih sedikit dibandingkan kasus-kasus lain.

 

Kayu-kayu dari dalam hutan Papua. Foto: Asrida Elisabeth/ Mongabay Indonesia

 

Hukuman ringan?

Vonis hukum terhadap kasus-kasus lingkungan hidup itu terbilang ringan, berkisar berkisar satu, dua tahun bahkan banyak di bawah satu tahun.

Rony Saputra, Direktur Penegakan Hukum Auriga Nusantara mengatakan, vonis hukum kejahatan lingkungan hidup ringan hingga sulit menimbulkan efek jera terhadap para pelaku.

“Bagaimana bisa memberikan efek jera bagi pelaku jika tuntutan jauh di bawah ancaman UU. Putusan rata-rata enam bulan sampai satu tahun. Jelas mengambil ancaman paling minimal,” katanya.

Dalam kasus kayu ilegal, katanya, UU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, bisa kena penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun,  denda paling sedikit Rp500 juta dan Rp2,5 miliar.

Di PN Jayapura, katanya, tuntutan jaksa berkisar antara 1-2 tahun denda Rp500 juta subsider 2-6 bulan. Putusan hakim, katanya,  jauh lebih ringan lagi, rata-rata pidana penjara enam bulan sampai satu tahun denda Rp500 juta subsider satu bulan penjara.

Hal sama terjadi untuk kasus satwa. Ancaman pidana dalam UU No 5/1990 terhadap pelaku kejahatan maksimal lima tahun denda maksimal Rp100 juta. Tuntutan jaksa berkisar dua bulan hingga satu tahun denda Rp1 juta-Rp100 juta. Putusan hakim direntang dua bulan hingga satu tahun denda Rp1 juta-Rp50 juta.

“Itu tidak akan memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan untuk menghentikan kejahatannya. Apalagi,  hasil dari perdagangan satwa liar dilindungi sangat menjanjikan.”

Dari daftar perkara di PN Jayapura, kata Rony, juga tak ada korporasi terjerat hukum. Padahal,  kasus kayu ilegal paling banyak masuk persidangan di PN Jayapura dan diduga memiliki rantai bisnis panjang. Rantai bisnis dimaksud,  mencakup pemodal, penebang, pengangkut, hingga pembeli.

Data dari pengadilan, tujuh dari 16 kasus kayu ilegal sepanjang lima tahun yang terdata terkait PT Mansinam Global Mandiri (Mansinam).

Daniel Garden, Direktur Mansinam. Garden  bahkan pernah didakwa atas memiliki kontainer kayu ilegal yang ditemukan aparat keamanan di Entrop pada Maret 2017.  Hanya sebulan setelah perkara Garden vonis. di PN Jayapura, aparat kembali menemukan kasus lain terkait perusahaan ini.

“Pemenjaraan direktur perusahaan tak menjamin pelanggaran perusahaan akan berhenti. Sebaliknya ini membuktikan, master main-nya adalah perusahaan itu sendiri. Sangat disayangkan jika penegak hukum tutup mata atas persoalan ini,” katanya.

Minim penegakan hukum kejahatan korporasi yang dapat mengejar rantai bisnis kayu ilegal ini, katanya. membuat penegakan hukum sia-sia belaka.

Adrianus Eryan dari Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) mengatakan, kejahatan terorganisasi oleh korporasi secara umum memiliki tingkat kesulitan lebih tinggi diungkap dibandingkan kejahatan individu.

Untuk mengungkap kasus korporasi, katanya, juga memerlukan lebih banyak sumber daya baik manusia, uang, tenaga, waktu. Juga perlu keseriusan dari aparat penegak hukum untuk secara serius menginvestasikan sumber daya yang memadai.

“Penegakan hukum bukanlah hal sia-sia apabila benar-benar secara tepat dan serius.”

 

 

Zaka mengatakan, kebanyakan terdakwa kasus-kasus lingkungan, terutama kayu ilegal adalah pelaku yang ditangkap di jalanan, seperti sopir yang sedang angkut kayu. Sedang pemilik atau pelaku utama maupun penerima tak terjerat hukum.

“Jadi, kalau kita mau proses orang macam begitu, apa harus dihukum seberat-beratnya? Jadi kita serba salah.”

Karena itulah, katanya, hakim seringkali pakai ancaman minimal. Kalau penyidikan dilakukan dengan benar, dia yakin, para pelaku utama, bisa dibawa ke pengadilan. Hakim, katanya, biasa mempertanyakan soal ini kepada kepolisian saat hadis sebagai saksi di persidangan.

“Kenapa yang ini ditangkap? Yang seharusnya ditangkap kan bukan mereka ini.”

Namun, katanya, pertanyaan-pertanyaan seperti itu hanya imbauan karena hakim tak bisa mengintervensi kerja kepolisian maupun penyidik Lembaga lain karena institusi berbeda.

 

Cenderawasih yang berhasil disita. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

***

Keputusan Ketua Mahkamah Agung pada 2011 mengatur tentang sertifikasi hakim lingkungan hidup. Tujuan sertifikasi ini untuk meningkatkan efektivitas penanganan perkara lingkungan hidup di pengadilan,  sebagai bagian dari perlindungan lingkungan hidup dan memenuhi rasa keadilan.

ICEL, kata Adrianus,  merupakan lembaga yang mendorong penempatan hakim-hakim bersertifikasi lingkungan hidup di wilayah yang memiliki banyak kasus lingkungan, seperti di Papua.

Di Papua, jumlah hakim bersertifikasi lingkungan hidup di wilayah hukum Pengadilan Tinggi Jayapura mencakup seluruh pengadilan negeri di Tanah Papua baru ada delapan. Tiga hakim di Pengadilan Negeri Jayapura, Pengadilan Negeri Sorong ada tiga dan dua di Pengadilan Negeri Manokwari.

Menurut Adrian, kayu ilegal dan penyelundupan satwa di PN Jayapura perlu menjadi catatan khusus. Ia bisa jadi “kekhasan” tipologi kasus lingkungan hidup di Papua.

“Penegak hukum di Papua secara khusus harus mempelajari kompetensi untuk mengusut kasus-kasus itu dengan pengetahuan teknis memadai.”

Menurut Rony, perkara lingkungan hidup di PN Jayapura tak sepenuhnya menggambarkan kasus lingkungan hidup di lapangan. Karena, katanya, banyak perkara tidak atau belum dilaporkan ke penegak hukum.

Bisa juga ada perkara-perkara dilaporkan tetapi proses penyelidikan dan penyidikan setop karena bukan pidana. Bisa juga,  katanya, alat bukti kurang.

Kemungkinan lain, katanya, ada perkara penyidikan belum lengkap dan dikembalikan jaksa penuntut umum ke penyidik.

“Kemungkinan besar perkara di lapangan lebih banyak dari yang disidangkan di pengadilan negeri.”

 

Exit mobile version