Mongabay.co.id

Berdaulat Energi Surya dari Dusun Talang Aro

 

 

 

 

 

Pagi buta, Ruliyah sudah bangun menyiapkan sarapan untuk cucunya. Dia masuk ke dapur dan menyalakan listrik, tak lama  terdengar suara blender untuk menghaluskan cabai dan bumbu lain. Aroma nasi goreng menyeruak memenuhi dapur.  Ruliyah hanya perlu sekitar 20 menit untuk menghidangkan nasi goreng, goreng pisang dan bakwan serta seteko kopi. Cahaya dari lampu LED 5 watt di dapur memberikan penerangan cukup. Listrik yang Ruliyah nikmati ini bersumber dari matahari.

Perempuan 59 tahun warga Dusun Talang Aro, Desa Aro, Kecamatan Muara Bulian, Kabupaten Batanghari, Muaro Jambi, Jambi ini sudah tinggal lebih 30 tahun tanpa listrik.

Dusun Talang Aro, kampung kecil terletak di tepi Sungai Batanghari, Batanghari. Kampung ini hanya bisa dijangkau dengan menyeberang sungai, perjalanan memakan waktu sekitar satu jam dari Kota Muarabulian, ibukota kabupaten.  Talang Aro dihuni 89 keluarga yang hidup dari berkebun.

Sejak 1987, Ruliyah, hidup tanpa listrik di dusun ini. Dia dan almarhum suaminya, ngajar ngaji hanya bisa mengandalkan lampu templok untuk menerangi rumah mereka saat malam hari. Ketika suaminya mulai pakai genset pada 2000-an, mereka harus mengeluarkan biaya besar buat beli solar. Setiap minggu, mereka harus menghabiskan 15 liter solar hanya untuk mendapatkan penerangan dari pukul 18.00-21.00.

Segalanya berubah pada 2015, ketika Talang Aro teraliri listrik pembangkit listrik tenaga surya. PLTS yang terletak di seberang sungai dengan kapasitas 20 KWP kini bisa menyuplai listrik untuk 72 keluarga di dusun itu, termasuk Ruliyah dan keluarganya.

Dia  senang karena tak lagi tergantung genset yang mahal dan boros.  Dia juga merasa lebih aman karena tak lagi khawatir terkena bahaya api atau asap genset. Kini, dengan enam lampu LED berdaya 5 watt, satu TV LED, dan blender, dia bisa masak dan menikmati penerangan sepanjang waktu.

“Sudah delapan tahun kami tidak gelap-gelapan lagi. Sudah bisa juga menonton TV walaupun sebentar. Kalau listriknya mau habis pasti sudah bunyi-bunyi, itu tandanya. Harus dimatikan TV nya, Alhamdulillah-lah sekarang.”

 

Ruliyah, dalam beberapa tahun ini sudah bisa menikmati listrik dari energi matahari. Foto: Elviza Diana/ Mongabay Indonesia

 

Kehadiran listrik tenaga surya sangat membantu dia dan warga sekitar dalam berbagai aspek kehidupan. Penggunaan energi bersih dan ramah lingkungan juga membuatnya merasa lebih tenang dan nyaman. Dia berharap, program ini terus berlanjut dan makin banyak masyarakat bisa menikmati manfaat listrik terjangkau seperti saat ini.

“Kami sudah nyaman dengan listrik matahari ini, ga perlu bayar-bayar token. Itu mahal, kalau bisa kami mau ini daya saja yang dinaikkan. Ditambah lagi, biar semua rumah bisa dapat. Kami bisa bikin makanan makanan ,usaha kalau listriknya nambah,” katanya.

Nuraini,  juga rasakan hal serupa. Hari itu,  perempuan 63 tahun ini sedang menjerang air di dapur. Dia tinggal bersama anak laki-lakinya yang mengalami gangguan mental tinggal bersamanya.

Nuraini masuk katgori keluarga pra sejahtera. Dia mencukupi keperluan sehari-hari dari sumbangan anak-anaknya yang lain. Dia mengeluarkan Al quran kecil dan berkata. “Saya bisa ngaji malam-malam karena ada listrik matahari ini. Kalau bayar, semua anak-anak yang bayar. Saya numpang hidup dengan mereka,” katanya.

Dia menekan tombol sakelar lampu, rumah beralas semen dan berdinding kayu seketika terang. Azan magrib terdengar lamat-lamat. Nuraini menutup dua jendela di kamar depan dan samping  rumah berukuran 4×6 meter itu. Selama hidupnya, dia baru delapan tahun ini bisa merasakan listrik.

 

Agus dan Sunarto membersihkan instalasi panel surya PLTS di Dusun Talang Aro, Batanghari Jambi. Foto: Elviza Diana/ Mongabay Indonesia

 

Energi matahari di Jambi

Agus Chaidar, Sunarto dan Kamal Afrianto memasang topi pengaman dan sepatu boot yang tergantung di ruangan peralatan PLTS berkapasitas 15 KWp itu. Mereka membersihkan panel surya yang mulai berdebu. Musim kemarau dengan posisi datar sekitar 70 cm dari tanah membuat debu mudah menempel.

“Kalau tidak sering dibersihkan ini memengaruhi penyerapan panas. Berpengaruh pada energi yang dihasilkan juga,” katanya.

Usai bersihkan panel, Sunarto duduk di bawahnya. Mereka melihat sekring (fuse) panel surya khawatir ada yang putus. “ Biasa kalau panas terlalu terik, fuse putus.”

Selama delapan tahun beroperasi, PLTS Sungai Aro dirawqat tiga teknisi. Mereka bergantian memeriksa semua komponen. Pemeriksaan rutin setiap hari dan per minggu.

Pada 2017,  PLTS sempat rusak. Satu inverter tak berfungsi terpicu sambaran petir dan pemeliharaan minim. Mereka terpaksa mengoptimalkan pemakaian pada siang hari, dan malam dibatasi. Selama dua tahun mereka menunggu perbaikan hingga mulai 2019 sudah beroperasi baik.

“Sejak itulah, kami merawat dan memelihara PLTS ini. Dak mau lagi terulang, rusak. Perbaikan butuh dana dan waktu lama,” kata Sunarto.

Agus dan dua temannya bukan dari sekolah kelistrikan. Mereka mendapatkan pelatihan satu kali dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM), selebihnya latihan sendiri.

“Kemarin waktu pelatihan kami dikasih pilihan. Pemeliharaan dan pengoperasian, dua temen saya Sunarto dan Kamal Afrianto, ambil pemeliharaan.  Saya ambil pengoperasian. Kami belum pelatihan soal instalasi,” katanya.

 

Pengecekan rutin baterai panel surya. Foto: Elviza Diana/ Mongbay Indonesia

 

***

Bertahan dengan listrik energi matahari bukanlah perkara mudah. Sekitar 60 kilometer dari Dusun Talang Aro, Desa Sialang Pungguk, Kecamatan Kecamatan Muara Bulian, Batanghari, mendapat bantuan PLTS dari dana alokasi khusus energi skala kecil 2016. Hanya setahun warga bisa menikmati listrik PLTS. Pada 2018, komponen rusak satu per satu, mulai inverter dan baterai tak berfungsi.

Sekarang mereka tidak bisa memanfaatkan PLTS.  Bangunan tidak terurus dan kabel-kabel berantakan. Pagar pembatas pun sudah jadi tempat jemuran pakaian oleh warga.

Asnawi, Kepala Dusun Sialang Pungguk bilang,  mereka hanya memanfaatkan listrik PLTS siang hari atau selama matahari bersinar terik. “Alat sudah banyak rusak, baterai-baterai juga tidak berfungsi lagi.”

David, warga Desa Sialang Pungguk berkeluh kesah karena PLTS tidak berfungsi. Mereka kesulitan seperti saat anak-anak susah belajar dan mengaji. “Kalau bisa kami berharap nian PLTS ini dibenarin. Ini kami kembali lagi pakai genset dan lampu templok. Kemarin ada satu rumah yang hampir terbakar karena lampu ini, “ katanya.

Jambi,  berkomitmen peningkatan bauran energi terbarukan melalui RUED DI 2025 jadi 24%. Pada 2050,  jadi 40% dan tertuang dalam Perda Jambi Nomor 13/2019 tentang Rencana Umum Energi Daerah Jambi 2019-2050.

Data Dinas ESDM 2015, bauran energi masih didominasi minyak bumi 89,77% disusul energi terbarukan 6,82%, batubara 3,36% dan gas 0,05%.

Angka bauran energi terbarukan naik di data ESDM 2022.  Serapan bauran energi dengan energi terbarukan 15,22%, minyak bumi 63,77%, batubara 13,65% dan gas 7,45%.

Setyasmoko Pandu Hartadita , Kabid Energi dan Sumber Daya Mineral, Dinas ESDM Jambi melihat,  komitmen penggunaan energi terbarukan dalam RUED Jambi, mungkin pada 2025 bisa 24% kalau PLTA Kerinci beroperasi.

Bicara potensi energi terbarukan sebesar 8.847 megawatt dari surya, disusul bionergi, panas bumi, air dan angin. Pandu bilang, saat sudah mendata 23 PLTS terpusat (komunal) tersebar di tujuh kabupaten, yakni, Batanghari, Muaro Jambi, Sarolangun, Tebo, Tanjab Barat, Tanjab Timur dan Bungo.

Untuk sebaran PLTS rumahan dengan sistem solar home system ada 250 titik. Saat ini,  hampir sebagian, kata  Pandu, dalam kondisi rusak dan terbengkalai.

“Tantangan yang kita hadapi untuk mengoptimalkan pengembangan PLTS di Jambi, mulai keterbatasan kemampuan dan pengetahuan sumber daya pengelola, pendanaan, serta keterjangkauan,” katanya.

 

 

Perawatan rutin panel surya. Foto: Elviza Diana/ Mongabay Indonesia

 

Keterjangkauan, katanya, seperti dalam hal komponen masih susah dicari di Jambi. “Soal Sumber daya manusia kita ingin PLTS ini tumbuh di masyarakat bukan sekadar proyek.”

Potensi energi surya ini juga sudah terdata Transformasi Energi Institute for Essential Services Reform (IESR) mencapai 7.000 Giga Watt di seluruh Indonesia. Jadi, sangat memungkinkan sumber energi terbarukan layak diperhitungkan jawab tantangan kedaulatan energi.

Deon Arinaldo,  Manajer Program Transformasi Energi Institute for Essential Services Reform (IESR), mengatakan, pengembangan PLTS ini juga memungkinkan untuk bertahan lama karena peralatan dengan pemeliharaan yang baik, mampu bertahan 25-30 tahun.

Persoalan regulasi masih sedikit menghambat  karena beberapa kali regulasi PLTS mengalami perubahan. “Padahal, jika kita energi terbarukan untuk desa terpencil dan terisolir, PLTS jawaban. Tidak hanya itu banyak sekali contoh masyarakat secara komunal memanfaatkan PLTS dan memperbaiki kualitas hidup.

Dari segi kemudahan PLTS juga mudah dipasang, efesiensi, dan tidak membutuhkan modal terlalu tinggi.

Hadi Priyanto, Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, mengatakan, riset Greenpeace Indonesia, di Jabodetabek 85% rumah tangga tertarik beralih ke energi listrik tenaga surya.

Namun regulasi belum pasti membuat banyak orang yang terkendala mengurus perizinann “Regulasi termasuk hanya boleh 15% dari kapasitas PLN terpasang, sengaja dibikin begitu in ikan memperlambat transisi energi, intensif subsidi tidak diberikan juga bagi energi terbarukan. Padahal Energi surya ini tentu saja jawasaban untuk komitmen Indonesia pada penurunan emisi.”

Tantangan impelementasi percepatan bauran energi terbarukan di Jambi masih fluktuatif, kondisi ini juga tergantung kebijakan daerah dan pusat.

Pandu bilang,  dalam uapaya dorong RUED ESDM sedang menjajaki kerja sama dengan para pihak antara lain, IESR dan Persatuan Insinyur Indonesia wilayah Jambi untuk membangun pusat informasi tentang energi surya dan menghubungkan mayarakat untuk dapatkan informasi soal pembangkit listrik tenaga surya di kota Jambi.

 

****

Ruang tamu rumah Ruliyah terang berderang. Restu, anaknya, baru saja menyelesaikan pekerjaan rumah dari sekolah didampingi ibunya, Hidayah.

Dia mengeja satu per satu huruf, belajar membaca, seperti Restu. Dia bilang, pengembangan PLTS masih menyisakan banyak pekerjaan dan  rumah yang harus dibenahi.Agar  subsidi bermiliar tidak terbuang percuma untuk menyumbangkan emisi dari penggunaan energi kotor.

Jam dinding menunjukkan pukul 21.30. Ruliyah segera mematikan lampu ruang tamu dan bergegas tidur menunggu energi matahari esok hari.

 

Kartu iuran bulan PLTS di Dusun Talang Aro, dengan 15 ribu per bulan, warga bisa menikamati listrik 24 jam.Foto: Elviza Diana/ Mongabay Indonesia

 

*******

 

*Liputan ini dukungan dari beasiswa transisi energi yang diselenggarakan oleh CASE-IESR, dan SIEJ.

Exit mobile version