Mongabay.co.id

Begini Kesiapan Nelayan Kecil Malut dalam Penerapan Penangkapan Terukur

 

Puluhan nelayan kecil di kelurahan Sangaji dan Kelurahan Kampung Makassar Timur, Kota Ternate, Maluku Utara, berkumpul di tempat tambatan kapal mereka masing-masing. Mereka yang sehari-hari menangkap tuna maupun pelagis kecil itu, bersiap menunggu petugas datang pada Jumat (17/2/2023) pagi itu untuk mengukur alat tangkap mereka.

Pengukuran kapasitas dan pemeriksaan beberapa fasilitas pendukung dalam kapal mereka itu, sebagai syarat pembuatan dokumen Pas Kecil.

Pas Kecil adalah Surat Tanda Kebangsaan Kapal yang diperuntukan bagi kapal-kapal berukuran kurang dari 7 GT, yang sebagian besar merupakan kapal-kapal tradisional dan kapal nelayan yang jumlahnya banyak di Maluku Utara.

Penyiapan dokumen ini sebenarnya untuk menyambut rencana penerapan kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berupa penangkapan ikan terukur berbasis kuota sebagai tata kelola perikanan tangkap berkelanjutan yang menyeimbangkan antara ekonomi dan ekologi.

“Untuk rencana tersebut, nelayan kecil harus disiapkan. Salah satunya dengan membuat dokumen Surat Pas Kecil maupun surat Tanda Daftar Kapal Perikanan (TDKP) yang diurus di PTSP Provinsi Maluk Utara,” jelas Marwan Adam Governance Officer Masyarakat dan Perikanan Indonesia (MDPI), lembaga yang memfasilitasi nelayan dalam pengukuran alat tangkap itu.

baca : Penangkapan Ikan Terukur Dimulai dari Tual

 

Proses pengukuran kapal nelayan kecil penangkap tuna di Kelurahan Kampung Makassar, Kota Ternate, Maluku Utara oleh petugas. Foto : Mahmud Ichi/Mongabay Indonesia

 

MDPI bersama pihak Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas II Ternate mengukur kapal milik nelayan kecil di Kelurahan Sangaji, Kampung Makasar dan Hiri di Kota Ternate, serta Sidangoli, Halmahera Barat dan Kayoa, Halmahera Selatan milik nelayan fair trade dampingan MDPI. Termasuk bukan nelayan fair trade tetapi menjual hasil tangkapannya kepada pengepul hasil tangkapan nelayan fair trade.

“Jumlah kapal yang diukur petugas KSOP Ternate 42 unit milik nelayan tuna di Kelurahan Kampung Makassar dan Kelurahan Sangji,” jelas Marwan. Para nelayan ini menjual ikannya ke pabrik ikan Mitra Tuna Mandiri yang kemudian diekspor ke Amerika.

Program pendampingan MDPI kepada nelayan kecil pemakai pancing ulur itu meliputi registrasi dan pendaftaran kapal untuk syarat legalitas kapal. “Ke depan semua kapal akan disertifikasi Sustainable Marine Stewardship Council (MSC),” ujarnya.

MSC sendiri merupakan organisasi nirlaba internasional berpusat di London yang menetapkan standar berbasis sains yang diakui global untuk praktik penangkapan berkelanjutan dan penelusuran asal makanan laut dengan program ekolabel dan sertifikasi MSC.

“Kalau nelayan kecil ini tidak memiliki legalitas kapal maka hasil tangkapan mereka terutama tuna tidak bisa dijual ke perusahaan dan pasti ditolak. Karena hasil ikannya untuk diekspor yang mensyaratkan asal usul ikan dan harus memiliki ecolabel,” jelasnya.

baca juga : Hak Istimewa Nelayan Tradisional pada Zona Penangkapan Terukur

 

Petugas KSOP Kelas II Ternate melakukan pengecekan dan pengukuran fisik kapal milik nelayan kecil untuk dokumen Pas Kecil. Foto : Mahmud Ichi/Mongabay Indonesia

 

Sementara M Fahmi ahli ukur dari KSOP Kelas II Ternate bilang adanya dokumen Pas Kecil ini juga mempermudah nelayan mengakses modal seperti pinjaman lunak dengan bunga rendah ke bank. Dokumen pas kecil ini berlaku selama satu tahun dan bisa diperpanjang masa berlakunya tanpaa mengganti suratnya.

Abdullah Usman, nelayan Kelurahan Sangaji mengakui adanya dokumen Pas Kecil memudahkannya mengakses modal ke bank. “Terbukti saya mengajukan pinjaman Rp50 juta didukung dokumen pas kecil milik saya. Pengurusannya mudah dan cepat. Tiga hari saja pinjaman keluar,” katanya.

Kegiatan pengukuran kapal ini mendapat apresiasi dari para nelayan. Idhar Ma’rus salah satu nelayan Kelurahan Sangaji mengaku senang dan berterimakasih kepada MDPI yang telah membantu mengukur kapal dan menguruskan dokumennya. ”Kita sangat bersyukur karena sangat terbantu sekali dengan kegiatan ini. Kita tidak susah-susah urus lagi langsung terima surat dan dokumennya,” kata Idhar.

Untuk diketahui, kebijakan penangkapan ikan terukur bakal diterapkan sendiri rencana dilakukan pada enam zona di 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI). Termasuk WPP 715 yang meliputi wilayah laut Maluku Utara.

Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Muhammad Zaini dikutip dari website resmi KKP menegaskan, nelayan lokal adalah nelayan kecil yang berdomisili di zona penangkapan ikan terukur sesuai dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Kuota penangkapan ikan untuk nelayan kecil akan diprioritaskan. Dalam hal ini pemerintah mengalokasikan kuota untuk nelayan kecil terlebih dahulu, kemudian untuk bukan tujuan komersial, dan sisa kuota ditawarkan kepada badan usaha dan koperasi.

“Pemerintah menjamin nelayan kecil pasti akan dapat kuota. Kalau ada yang bilang tidak dapat, ini tidak benar. Perhitungan kuota di tiap zona ini berdasarkan hasil rekomendasi kajian estimasi potensi sumber daya ikan (SDI) dan jumlah tangkapan ikan yang diperbolehkan (JTB) pada WPPNRI dari Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (Komnas Kajiskan). Rekomendasi tersebut menjadi salah satu pertimbangan KKP untuk menetapkan kuota penangkapan ikan,” jelasnya.

perlu dibaca : Koral: Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur Memperburuk Kehidupan Nelayan

 

Sekelompok nelayan tradisional dengan perahu kecilnya sedang menangkap ikan di perairan Maluku. Foto : shutterstock

 

Zaini juga menjelaskan nelayan kecil di zona penangkapan ikan terukur tidak akan dipungut penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Para nelayan kecil didorong untuk tergabung dalam koperasi sehingga kelembagaan usaha nelayan semakin kuat dan berdaya saing. Hal ini sejalan dengan mandat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam.

“Jumlah nelayan kecil yang terdata kurang lebih 2,22 juta orang yang tersebar di seluruh Indonesia. Dari kuota untuk nelayan kecil ini kita proyeksikan perputaran ekonomi bisa mencapai Rp61,4 triliun/tahun. Nelayan kecil juga berkesempatan untuk menjadi awak kapal perikanan skala industri, sehingga terjadi peningkatan pendapatan,” ungkapnya.

 

 

Exit mobile version