Mongabay.co.id

Kala Banjir Terjang Lombok dan Sumbawa

 

 

 

 

 

Sejak pertengahan sampai penghujung Februari ini, banjir melanda beberapa daerah di Pulau Lombok dan Sumbawa. Hujan deras turun  pada 12–13 Februari. Banjir paling parah pun terjadi di Taliwang, ibukota Sumbawa Barat dan Sekotong, kecamatan paling barat di Lombok Barat. Satu orang meninggal dunia di Desa  Buwun Mas, Sekotong. Sahira, anak delapan tahun tertimpa tembok roboh karena diterjang banjir.

“Tertimpa tembok yang roboh,’’ kata Ketua Forum Komunikasi Tagana Lombok Barat Muliadi yang terjun bersama tim ke lapangan.

Pada 25 Februari banjir juga melanda Kecamatan Empang, Sumbawa. Air berwarna coklat bercampur lumpur ini berdampak pada 1.318 keluarga. Paling banyak terdampak di Desa Empang Atas sebanyak 822 keluarga, Desa Bunga Eja 316 keluarga, Ongkol 120 keluarga, dan Pemanto 60 keluarga.

Pada medio Februari banjir lebih parah. Ada lima desa di Sekotong kena banjir yang terjadi sejak tanggal 12 Februari. Lima desa itu adalah Desa Sekotong Tengah, Buwun Mas, Persiapan Empol, Persiapan Pengantap, dan Taman Baru. Lima desa ini di kelilingi perbukitan dan mengalir sungai. Desa Buwun Mas, Pengantap, Empol juga berbatasan dengan laut.

Curah hujan tinggi,  air laut sedang pasang menyebabkan air sungai tak cepat mengalir ke laut. Selain itu, lima desa ini berada di bawah kaki bukit menyebabkan air yang turun dari bukit masuk ke perkampungan.  Ribuan rumah terendam dan berbagai fasilitas publik ikut terendam.

Dari hasil pendataan Tim Tagana Lombok Barat, paling terdampak banjir di Desa Sekotong Tengah 1.159 keluarga atau 3.600 jiwa. Desa Buwun Mas 168 keluarga atau 515 jiwa. Di Persiapan Empol 361 keluarga atau 1.083 Jiwa. Desa persiapan Pengantap 358 keluarga atau 1.074 jiwa, dan Taman Baru 190 keluarga atau 570 jiwa.

“Akses jalan di Buwun Mas juga tertutup oleh longsor,’’ kata M Rasid, pegiat Komunitas Informasi Masyarakat (KIM) Sekotong.

Rasid aktif melaporkan kondisi terkini banjir Sekotong. Dengan jaringan KIM di semua Sekotong, informasi titik-titik parah banjir juga cepat terdata. Informasi ini memudahkan tim dalam mengevakuasi dan menyalurkan bantuan.

Desa-desa yang diterjang banjir ini makin parah karena kondisi geografis berbukit. Bahkan pusat pemerintahan desa berada di bawah kaki bukit. Ketika terjadi hujan lebat, air dari arah bukit mengalir dan menggenang di pusat desa.

“Posisi Desa Sekotong Tengah diapit dua sungai dan dekat dengan muara laut Lembar. Ini juga yang membuat paling parah genangan di Sekotong Tengah,’’ katanya.

 

Longsor menutup akses jalan utama di Desa Buwun Mas, Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat. Satu orang meninggal tertimpa tembok yang roboh diterjang banjir. Foto: KIM Sekotong

 

Selama ini, katanya,  Sekotong Tengah kerap dilanda banjir kalau curah hujan tinggi tetapi skala kecil. Banjir hanya tergenang beberapa jam. Begitu juga ketika ada luapan air sungai tidak pernah sampai merendam permukiman.

“Jika kedua sungai yang melintas meluap dan air laut pasang, maka airnya agak lama bisa surut,’’ katanya.

Di Pulau Sumbawa, kondisi banjir paling parah di Kota Taliwang, ibukota Sumbawa Besar. Dari data Badan Penggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumbawa Barat, tercatat 30.000 jiwa terdampak banjir.

“Yang terdampak ini dari Kecamatan Taliwang dan Brang Rea,’’ kata Abdul Hamid, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumbawa Barat.

Ketinggian air bervariasi di beberapa tempat. Paling parah ketinggian mencapai dada orang dewasa. Warga yang bermukim di pinggir sungai juga diminta waspada karena debit air sungai masih tinggi.

Dari foto udara terlihat hampir seluruh Kota Taliwang berwarna coklat karena banjir. Fasilitas publik ikut terendam. Seluruh aktivitas sekolah diliburkan. Pemerintah Sumbawa Barat menetapkan status tanggap darurat.

Menurut Hamid, banjir di Kota Taliwang karena dua sungai besar meluap yaitu sungai Brang Rea dan Brang Ene. Saat sama debit air di Bendungan Bintang Bano pada titik maksimal. Letak Kota Taliwang berada pada lokasi pertemuan dua sungai besar itu menyebabkan wilayah pusat pemerintahan ini jadi langganan banjir.

Kusnarti,  Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sumbawa Barat bilang sekolah di Kecamatan Brang Rea dan Taliwang sempat libur karena terendam banjir.

 

Anak-anak melintas di banjir yang menerjang permukiman di Taliwang, Sumbawa Barat. Banjir yang merendam hampir seluruh kecamatan Brang Rea dan Taliwang melumpuhkan aktivitas masyarakat. Foto: Sahabat Bumi

 

Evaluasi

Musmuliadi Yowry, pegiat lingkungan dari Sahabat Bumi mengatakan, saatnya semua pihak di Sumbawa Barat mengevaluasi diri atas banjir ini. Banjir dengan skala luas dan parah ini bukan semata karena hujan lebat dan air sungai meluap. Kejadian seperti itu pernah terjadi pada awal-awal membangun Kota Taliwang.

Saat ini, katanya,  alih fungsi lahan terjadi, awalnya sawah jadi pusat pemerintahan. Makin banyak dibangun pusat bisnis dan perumahan.

“Sekarang lihat yang terendam banjir itu banyak perumahan baru,’’ katanya.

Menurut Yowry, di luar factor cuaca, ada penyebab lain jadi pemicu banjir, seperti alih fungsi lahan di perkotaan.

Dulu, katanya,  banyak daerah resapan air berupa sawah. Makin pesat perkembangan daerah, makin banyak terjadi alih fungsi. Sawah jadi perumahan. Ketika banjir, yang terendam pertama adalah perumahan itu.  Penyebab lain juga karena hutan kritis.

Dia bilang, bukan rahasia lagi di beberapa titik bukit di Sumbawa Barat,  ada tambang emas ilegal. Selain itu,  lahan perbukitan juga berganti dengan jagung.

“Kondisi ini,  bukan hanya di Sumbawa Barat juga di berbagai daerah di NTB. Banjir di beberapa kabupaten baik di Sumbawa dan Lombok bisa dicek kondisi hutannya,’’ katanya.

Menyalahkan sepenuhnya kondisi cuaca, kata Yowry, akan membuat pengambil kebijakan abai terhadap kondisi lingkungan. Banjir dan longsor sudah terlalu sering di NTB. Makin tahun, katanya,  makin luas daerah terdampak, makin besar pula kerugian.

Bukan saja kerugian karena kerusakan harta benda secara langsung oleh banjir, juga kehilangan waktu produktif. Selain itu,  kerugian anggaran pemerintah yang mestinya untuk peningkatan pembangunan justru habis tersedot untuk penanganan bencana.

 

 

Dikelilingi bukit yang tampak hijau saat musim hujan, membuat Taliwang dan Brang Rea rentang. Selain itu sungai besar mengalir di daerah ini. Foto: Lukman Papudaengoyang

******

Exit mobile version