Mongabay.co.id

Kapal Bendera Vietnam Selundupkan Puluhan Satwa Dilindungi, Modusnya Muatan Sawit

Bekantan yang menyukai hutan mangrove sebagai habitat hidupnya. Foto: Shutterstock

 

 

Kapal patroli TNI Angkatan Laut KRI Siribua menggagalkan upaya penyelundupan 36 satwa liar dilindungi di perairan Sungai Kapuas.

“Penyelundupan dilakukan Kapal MV Royal 06 bendera Vietnam pada 20 Desember 2022 lalu,” terang Kepala Dinas Hukum Lantamal XII Letkol Laut [H], Nur Rohman, di Pontianak, Kalimantan Barat, 15 Februari 2023.

Penangkapan ini merupakan hasil penyelidikan yang dilakukan aparat berdasarkan informasi dari masyarakat sekitar terkait aktivitas kapal yang mencurigakan.

“Modus operandinya memuat sawit. Setelah muatan penuh mereka melakukan lego jangkar atau bersandar di tengah Sungai Kapuas. Saat itulah penyelundupan dilakukan,” tutur Rohman.

Baca: Bekantan, Monyet Belanda yang Menyukai Hutan Mangrove

 

Bekantan yang menyukai hutan mangrove sebagai habitat hidupnya. Foto: Shutterstock

 

Di kapal tersebut, TNI AL menemukan 36 satwa dilindungi yakni 16 individu bekantan [Nasalis larvatus] dari Kalimantan Barat, 19 burung kakatua dari Maluku, dan 1 ekor kakatua raja dari Papua. Setelah disidik, satwa-satwa tersebut dibeli dari beberapa orang dan akan dibawa ke Vietnam.

“Penyidik terus mendalami kemungkinan adanya jaringan lintas negara. Termasuk mencari pelaku dan pemasok satwa tersebut,” terang Wiwied Widodo, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Kalimantan Barat.

Menurut Wiwied, pelaku sangat paham cara menangkap bekantan. Mereka mengamati pohon-pohon yang sering diloncati bekantan dan memanjatnya.

“Biasanya yang diambil anaknya, namun mereka harus membunuh indukannya dulu. Sangat sadis,” lanjutnya.

Saat ini, 20 burung kakatua dikarantina di Yayasan Planet Indonesia [YPI] sebelum dilepasliarkan di habitat asalnya.

“Saat serah terima, dua individu kakatua terindikasi memiliki virus sehingga dikarantina terpisah. Sementara, sebanyak 8 bekantan telah dilepasliarkan dan 8 ekor tidak selamat,” jelasnya.

Baca: Kakatua, Burung Paruh Bengkok yang Tak Henti Diburu

 

Burung kakatua yang merupakan barang bukti penyelundupan. Foto: Aseanty Pahlevi/Mongabay Indonesia

 

Wiwied mencurigai ada indikasi lain terhadap penyelundupan satwa endemik Indonesia, yaitu terkait bioprospeksi.

Bioprospeksi didefinisikan sebagai penelusuran, klasifikasi, dan investigasi secara sistematik produk yang berguna seperti senyawa kimia baru, bahan aktif, gen, protein, serta informasi genetik lain untuk tujuan komersil dengan nilai ekonomi aktual dan potensial yang ditemukan dalam keragaman hayati.

“Di setiap darah dan tubuh satwa liar ada informasi genetik yang penting bagi pengembangan obat-obatan,” jelasnya.

Di Indonesia, informasi tersebut belum tersebar luas sedangkan di luar negeri sudah banyak dikembangkan. Untuk memperoleh genetik tersebut, orang-orang yang mengembangkan bioprospeksi akan melakukan berbagai cara.

“Beberapa primata di Indonesia sudah ada yang memiliki kandungan untuk antivirus ebola. Terkait penyelundupan bekantan, ada indikasi bukan hanya untuk dipelihara,” jelasnya.

Baca juga: Bioprospeksi dan Manfaatnya Bagi Kehidupan Kita

 

Pelaku penyelundupan LVH [40] yang merupakan warga Vietnam, diamankan pihak berwajib. Foto: Aseanty Pahlevi/Mongabay Indonesia

 

Ancaman hukuman

Kepala Balai Penegakan Hukum Terpadu KLHK Wilayah Kalimantan, Eduward Hutapea, menjelaskan pelaku penyelundupan LVH [40] yang merupakan warga Vietnam, diancam Pasal 21 Ayat (2) huruf a Jo Pasal 40 Ayat (2) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp100 juta.

“Proses persidangan di Pengadilan Negeri Pontianak,” jelasnya.

Direktur Penegakan Hukum Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Rasio Ridho Sani, mengapresiasi penangkapan tersebut.

“Penindakan pelaku kejahatan satwa liar dilindungi merupakan komitmen pemerintah, guna melindungi kekayaan hayati Indonesia,” katanya.

Penenyelundupan satwa dilindungi merupakan kejahatan serius, lintas negara [transnational crime] dan menjadi perhatian dunia internasional.

“Pelaku harus dihukum maksimal agar jera,” tandasnya.

 

Exit mobile version