Mongabay.co.id

WALHI Sulsel: Penghentian Kasus Pendudukan Kawasan Hutan Lindung di Toraja Utara Janggal

 

Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Selatan pada 27 Desember 2022 lalu menghentikan penanganan kasus pendudukan kawasan hutan lindung di Pongtorra, Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan.

Kasus ini bermula dari dugaan tindak pidana pemanfaatan hutan tanpa izin yang dilakukan oleh JS salah satu anggota DPRD Sulsel di lokasi hutan lindung Pongtorra Kabupaten Toraja Utara. WALHI Sulsel membuat laporan ke Polda Sulsel pada tanggal 13 Desember 2021.

“Dalam proses penanganan perkara setelah dikembalikan kejaksaan, kami pernah tanya apa kendalanya. Namun tidak ada respons yang kami dapat,” ungkap Arfandi Anas, Kepala Divisi Hukum dan Politik Hijau  WALHI Sulsel  dalam media briefing (24/2/2023).

Arfandi menilai alasan penghentian ini janggal, yaitu kawasan hutan tidak memiliki tapal batas, karena Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menerbitkan SK 362 Tahun 2019 tentang Kawasan Hutan.

Dia menyayangkan kasus ini dihentikan karena pendudukan kawasan hutan lindung untuk pembangunan vila dapat menjadi ancaman bagi ekosistem dan daya dukung wilayah Sulawesi Selatan.

“Jika praktik ini terus dibiarkan maka dampaknya akan mengancam masyarakat sekitar dan lingkungan,” ungkap Arfandi.

Rachmat Sukarno, Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Wilayah Sulsel, menyayangkan penghentian perkara yang dilaporkan WALHI Sulsel ini.

“Untuk membuka perkara ini bisa dilakukan praperadilan. Kita harus mengumpulkan bukti-bukti untuk membuka perkara ini kembali dengan adanya bukti baru yang diajukan,” ujarnya.

Menurut Rachmat, WALHI Sulsel secara kelembagaan memiliki legal standing. Dia mengusulkan untuk tetap melanjutkan perkara ini.

Menanggapi hal ini, Nur Ardansyah, Analis Informasi Sumber Daya Hutan Dinas Kehutanan Sulsel, menjelaskan bahwa telah dilakukan pengajuan pelepasan kawasan hutan di Pongtorra kurang lebih 143 hektar.

“Sebanyak 31,51 hektar yang diusulkan untuk dilepaskan dari kawasan hutan dan yang disetujui dari Hutan Lindung menjadi Area Penggunaan Lain itu seluas 22,61 hektar,” katanya.

Meski demikian, penentuan tata batas tersebut belum dilaksanakan oleh Balai Besar Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) dan perlu dilakukan kembali penentuan tata batas.

“Sebenarnya di Pongtorra sudah ada tata batas, namun lantaran ada area perubahan maka perlu ada penentuan tata batas ulang,” ungkapnya.

Kepala Seksi Wilayah I Makassar Balai Penegakan Hukum Lingkungan Hidup (Gakkum LHK) Wilayah Sulawesi, Abdul Waqqas, menjelaskan bahwa setelah mendapat laporan dari WALHI Sulsel pihaknya segera melakukan koordinasi dengan Polda Sulsel.

“Dua kali koordinasi, pengaduan yang masuk di Gakkum Sulawesi perkaranya sudah ditangani oleh Polda Sulsel. Kami menyerahkan ke Polda Sulsel untuk melakukan proses penyidikan dan penyelidikan,” ujarnya.

 

Diskusi terkait penghentian penanganan kasus pendudukan kawasan hutan lindung Pongtorra Kabupaten Toraja Utara, Sulsel, yang dilaksanakan oleh WALHI Sulsel, di Makassar, (24/2/2023).

Baca juga: Hutan Sulsel Terancam Illegal Logging, Tambang dan Tata Kelola yang Buruk

 

Lintasan Kronologi Kasus

 

***

Foto utama: Ilustrasi hutan. Dalam waktu 10 tahun (2009-2019), kajian spasial menunjukkan hutan yang berubah fungsi menjadi non-hutan mencapai 69.323 hektar di Sulawesi Selatan. Foto: Barita Lumbanbatu/Mongabay Indonesia.

Exit mobile version