Mongabay.co.id

Nasib Macan Tutul Kala Hutan Muria Terus Terambah

 

 

 

Kambing-kambing warga Dukuh Duplak, Desa Tempur, Kecamatan Keling, Jepara, Jawa Tengah,  terkulai tak berdaya. Ada yang mati, ada yang luka-luka. Macam tutul diduga masuk kampung dan memangsa hewan ternak di dukuh yang berada di ujung Desa Tempur,  berbatasan dengan hutan ini, pada pertengahan Januari lalu.

Kambing-kambing warga ini lima mati, dua masih hidup dengan luka-luka. “Tidak ada yang dibawa, kambing ditinggal luka,” kata Wahyudi, warga Duplak.

Dugaan kambing kena satroni macan tutul menguat karena di sekitar kandang ada jejak mirip kaki satwa bernama latin Panthera pardus melas itu.

Kejadian macan tutul turun ke pemukiman di sekitar Pegunungan Muria dan memangsa hewan ternak bukan kali pertama. Pada Oktober 2022, satu kambing warga Dukuh Kemiren, Desa Tempur juga kena terkam macan tutul. Kambing digigit di bagian punggung.

Duplak dan Kemiren, merupakan dukuh di ujung desa tertinggi di Jepara. Duplak berada di sebelah barat di lereng Gunung Candi Angin. Kemiren, sisi timur berbatasan dengan Pati. Keduanya langganan disambangi macan tutul yang keluar dari hutan.

Macan tutul juga memangsa ayam dan bebek warga. Dalam sebulan, ayam dan bebek yang diterkam macan tutul pernah sampai puluhan. “Di Dukuh Duplak pernah saya survei, sebulan 33 ayam dan bebek,” kata Mahfud, Sekretaris Desa Tempur.

Berdasarkan monitoring Perkumpulan Masyarakat Pelindung Hutan (PMPH) Muria bersama Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) dan Djarum Foundation, terditeksi 16 macan tutul di Pegunungan Muria. Rinciannya, lima jantan, sembilan betina, dan dua anakan.

“Dua anakan itu tidak kami identifikasi karena belum tentu hidup sampai dewasa,” kata Teguh Budi Wiyono, anggota PMPH Muria.

Dalam kajian selama 19 bulan, periode Juli 2018-Februari 2020, PMPH memasang 35 kamera pengintai pada 21 titik berdasarkan pembagian grid.

Setiap grid mencakup luasan 2×2 kilometer. Grid yang berpotensi sering dilintasi macan tutul dipasang dua kamera. Setiap gerakan yang tertangkap lensa kamera direkam dalam bentuk foto dan video dan diunduh setiap dua bulan sekali.

Hasil foto dan video teridentifikasi berdasarkan corak pada tubuh macan tutul. Melalui pembacaan pola tutul itu, dipilah setiap macan dan mengukur daya jangkau mereka berdasarkan grid yang dilewati.

Monitoring terbaru,  sejak Oktober tahun lalu menemukan dua macan tutul belum teridentifikasi dalam penelitian sebelumnya.

Fakta masih tersisa satu-satunya kucing besar di Jawa di Pegunungan Muria berbanding terbalik dengan kondisi habitatnya.

Dari penelusuran PMPH, kata Teguh, kebanyakan hutan Muria terambah jadi ladang kopi. Padahal,  sebagian Pegunungan Muria merupakan hutan lindung.

 

Hamparan tanaman kopi yang ada di bawah tegakan pohon keras di lereng hutan pegunungan Muria, Kudus, Jateng. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Jual beli lahan kawasan hutan?

Teguh kerap mendengar suara gergaji mesin ketika berpatroli bersama anggota PMPH di hutan Muria. Satu masa pada 2019,  ketika mereka datangi ada perambah hutan menebang pohon gintungan berukuran dekapan tiga orang dewasa di Kecamatan Batealit, Jepara. Perambah dari Kecamatan Gebog,  Kudus.

Praktik jual beli lahan rambahan juga Teguh temukan di Pati.

Ada warga bukan dari desa sekitar hutan datang membuka lahan. Mereka tanam kopi dan jual lahan. “Itu terjadi di banyak lokasi,” katanya.

“Yang membeli orang Pati kota, yang menjual juga orang Pati kota.”

Dia memperkirakan, hutan Muria tersisa saat ini tak sampai separuhnya. Sisanya, terambah dan jadi ladang. “Perkebunan kopi di tiga kabupaten sekitar Pegunungan Muria menggerus 60% hutan lindung,” katanya.

Kondisi tutupan hutan Pegunungan Muria juga terlihat dalam citra satelit yang dirilis Google. Selama beberapa tahun terakhir terlihat rongga-rongga bukaan tutupan hutan tersebar di semenanjung Muria.

Budi Santosa, Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi Pati Barat, benarkan, hutan Muria terus mengalami penyusutan. Kondisi ini, katanya, memicu macan tutul Muria turun ke pemukiman dan berkonflik dengan warga.

“Sekarang rata-rata jadi kopi, memang terjadi perdebatan di antara sisi ekonomi dan ekologi. Harusnya,  bisa dijembatasi agar satwa bisa dilindungi dan ekonomi tetap jadi andalan.”

Dia bilang, mereka tak bisa berbuat banyak lantaran pengelolaan Pegunungan Muria di bawah Perhutani. “Di situ ada satwa liar dlilindungi Undang-undang, kami hanya bisa monitoring,” kata Budi.

Arif Fitri Saputra, administratur Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Pati, menampik hutan lindung di Pegunungan Muria mengalami perambahan. “Hutan lindung kondisi baik dengan tanaman berbagai jenis,” katanya.

Insy Allah tak ada perambahan-perambahan.”

Namun, dia benarkan ada warga menanam kopi di hutan Muria. Penanaman kopi iti, katanya, di sela pepohonan di hutan Muria tanpa menebang. “Di semua kawasan itu. Kalau di hutan lindung mungkin juga ada, kami tak mendata luasan.”

Menurut dia, penanaman kopi di hutan tak menyalahi regulasi. Dia beralasan,  kopi bukanlah tanaman musiman. Pohon bisa bertahan bertahun-tahun dari sekali penanaman.

“Saya pikir itu tidak ada permasalahan kecuali dia menebangi pohon. Selama ini tidak ada penebangan pohon di hutan lindung,” kata Arif.

Hutan di Pegunungan Muria terbagi dalam tiga kawasan yaitu hutan lindung 5.079 hektar, hutan produksi 3.110 hektar, dan hutan produksi terbatas 3.065 hentar. Kawasan itu berada di Pati, Kudus, dan Jepara.

Hendra Gunawan,  peneliti Ahli Utama Konservasi Keanekaragaman Hayati Badan Riset Nasional, mengatakan, ada dua motivasi utama macan tutul keluar dari hutan dan memangsa hewan ternak.

Pertama,  karena alasan teritorial. “Anak macan tutul jantan yang beranjak dewasa memerlukan teritori di luar teritori bapaknya atau jantan dewasa lain yang sudah ada,” katanya.

Kalau tak tersedia areal di dalam hutan, mereka akan bertarung memperebutkan teritori. Macan, katanya,  kalah biasa keluar dan mencari mangsa di luar hutan.

“Sifat teritori ini hanya dimiliki macan tutul jantan,” kata Hendra.

“Jadi,  jika yang keluar macan tutul jantan muda atau tua lemah, dapat dipastikan karena perebutan teritori.”

 

Macan tutul Jawa. Foto: Vachovec1/Wikipedia Commons/CC 4.0

 

Kedua, lantaran kesulitan mencari makan di dalam hutan karena sumberdaya yang tidak tersedia. “Alasan kedua ini biasa oleh induk betina yang sedang mengasuh anak-anaknya atau induk betina tua yang sudah sulit berburu,” katanya.

Macan tutul, akan terus keluar hutan dan bisa berkonflik dengan manusia selama kawasan hutan yang jadi habitat mereka terus mengalami degradasi kualitas dan penyusutan luas. Sisi lain, macan tutul juga berkembang biak hingga populasi terus bertambah.

Ketua Forum Konservasi Macan Tutul Jawa Periode 2015-2019 itu mendesak, Pegunungan Muria segera jadi wilayah konservasi sebagai taman hutan raya (tahura).  Dengan jadi tahura, katanya,  akan menyelamatkan hutan di utara Jawa ini sekaligus menjaga ekosistem macan tutul.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 287/2022, Muria masuk dalam kawasan hutan dengan pengelolaan khusus (KHDPK).

“Enam skema pengelolaan KHDPK dapat dilakukan di tahura. Artinya,  penetapan Gunung Muria sebagai tahura tidak bertentangan.”

 

Exit mobile version