Mongabay.co.id

Foto: Ragam Olahan Ikan Air Tawar di Sumatera Selatan

 

Baca sebelumnya: “Hilangnya” Tradisi Kuliner Ikan di Sumatera Selatan

**

 

Sekitar 35 persen dari 8,7 juta hektar luas daratan di Sumatera Selatan adalah lahan basah. Di lahan basah tersebut mengalir sejumlah sungai besar, antara lain Sungai Musi, Sungai Komering, Sungai Ogan, Sungai Lematang, Sungai Batanghari Leko, Sungai Rawas, Sungai Rupit, Sungai Lakitan, Sungai Kelingi, Sungai Mesuji, dan Sungai Lalan.

Di lahan basah ini pula hidup beragam jenis ikan air tawar. Tercatat sekitar 620 jenis.

Dari masa sebelum Kedatuan Sriwijaya hingga saat ini, ikan air tawar menjadi sumber protein utama masyarakat di Sumatera Selatan. Selain dimakan segar, seperti dijadikan masakan pindang, dibakar, dipepes, dan digoreng, ikan ini juga diolah menjadi bahan makanan atau masakan.

 

Sale atau ikan asap dari ikan baung. Harganya mencapai Rp400 ribu per kilogram. Foto: Fadhil Nugraha

 

Ikan sale

Ikan sale merupakan ikan yang diasapi selama 2-6 hari. Caranya, ikan dimasukkan ke satu wadah yang memilih rongga seperti jaring kawat. Atasnya ditutup. Kemudian diasapi dengan bara api yang berada di bawahnya.

Jenis ikan yang disale umumnya ikan yang hanya ditemukan pada musim tertentu, seperti musim kemarau. Misalnya ikan lais [Kryptopterus bicirrhis], ikan baung [Mystus nemurus], ikan toman [Channa micropeltes], dan ikan belida [Chitala hypselonotus] yang kini dilindungi.

Tapi dalam perkembangannya, ikan air tawar lainnya juga disale. Termasuk ikan tembakang [Helostoma temminckii]. Ikan sale yang banyak permintaannya adalah jenis ikan lais. Harganya mencapai Rp460 ribu per kilogram.

 

 

Ikan seluang yang dijadikan ikan balur atau ikan asin. Foto: Fadhil Nugraha

 

Ikan balur

Ikan balur atau ikan asin air tawar. Dibuat menggunakan garam rumah tangga. Caranya, setelah ikan dibersihkan lalu dibalur dengan garam dan dijemur hingga kering. Berbeda dengan ikan asin dari ikan laut, rasa asin pada ikan balur lebih rendah.

Jenis ikan yang diolah umumnya didapatkan sepanjang tahun di sungai maupun rawa, seperti ikan sepat [Trichogaster trichopterus], ikan gabus [Channa striata], ikan betok [Anabas testudineus], dan ikan seluang [Rasbora argyrotaenia].

 

 

Pekasam atau fermentasi ikan dengan nasi. Ini pekasam ikan seluang. Foto: Fadhil Nugraha

 

Pekasam

Pekasam adalah ikan yang difermentasi menggunakan nasi. Ikan yang biasanya dibuat pekasam berukuran kecil. Jenisnya sama seperti yang dijadikan ikan balur, seperti ikan sepat, ikan gabus, ikan betok, dan ikan seluang [Rasbora argyrotaenia]. Hanya, ikan yang dijadikan pakasam yang tidak dimakan segar atau dijadikan ikan asin.

Seiring berubahnya bentang alam lahan basah di Sumatera Selatan, seperti menjadi perkebunan skala besar dan infrastruktur, banyak daerah yang tidak lagi memproduksi olahan ikan air tawar ini.

Wilayah yang masih banyak menjual olahan ikan air tawar adalah Musi Banyuasin. Di Kecamatan Lais, sepanjang Jalan Raya Palembang-Sekayu ditemukan sejumlah pedagang ikan olahan ini.

“Ikan yang kami beli untuk dijadikan sale sudah mahal. Katanya, kian hari kian sulit mendapatkannya di Batanghari [Sungai Musi],” kata Endang [33], seorang pedagang.

Sale ikan lais yang paling mahal dijual yakni Rp460 ribu per kilogram, sale ikan baung [Rp400 ribu per kilogram], dan sale ikan toman [Rp350 ribu per kilogram]. Harga ikan balur dan pakasam kisaran Rp50-100 ribu per kilogram.

 

 

Beragam jenis ikan balur atau ikan asin. Mulai dari ikan seluang, ikan sepat, ikan betok hingga ikan tembakang. Foto: Fadhil Nugraha

 

Mulai sulit

Banyak pembuat dan penjual olahan ikan tawar di sepanjang Jalan Palembang-Sekayu berasal dari sejumlah wilayah di Sirah Pulau Padang [Kabupaten Ogan Ilir] dan Pemulutan [Kabupaten Ogan Ilir].

“Kami pindah ke sini karena di tempat kami sulit mendapatkan ikan dari sungai dan rawa. Banyak rawa rusak atau hilang jadi kebun,” kata Sapar [46], pedagang ikan sale.

“Tapi sejak 10 tahun terakhir, ikan juga mulai sulit di Musi Banyuasin ini. Mungkin juga karena banyak rawa yang hilang,” lanjutnya.

Pada tahun 2005, Balai Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Musi Sumsel, menyatakan terjadi kerusakan bantaran sungai sepanjang 8,860 kilometer, di wilayah Kabupaten Musirawas, Kabupaten Musi Banyuasin, Lahat, dan Palembang. Kerusakan di Palembang sekitar 4,290 kilometer.

Di Sungai Batanghari Leko kerusakan bantarannya sepanjang 1,1 kilometer, Sungai Rawas [14,050 kilometer], Sungai Lematang [9,411 kilometer], Sungai Ogan [11,780 kilometer], dan Sungai Komering [4,5 kilometer].

Saat ini, kerusakan bantaran sungai di Sumatera Selatan kemungkinan bertambah dengan pembukaan perkebunan dan infrastruktur.

 

Beragam jenis ikan sale, seperti ikan lais, ikan baung, ikan toman yang dijual oleh sejumlah warung di Jalan Palembang-Sekayu. Foto: Fadhil Nugraha

 

* Fadhil Nugraha dan Mahesa Putramahasiswa UIN Raden Fatah Palembang aktif di Komunitas Film Batang. Tulisan ini hasil pelatihan yang digelar Mongabay Indonesia-Fisip UIN Raden Fatah Palembang.

 

Exit mobile version