Mongabay.co.id

Nasib Burung Kacamata Wakatobi, Diburu untuk Diperdagangkan

 

 

Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Tenggara [BKSDA Sultra] menyita 64 individu  burung kacamata wakatobi [Zosterops flavissimus] dari KM Napoleon 777, yang bersandar malam hari di Dermaga Nusantara, Kendari, Selasa [07/03/2023].

Saat ditemukan, burung tersebut dikurung sangkar besi yang dikemas dalam kardus. Paket itu dialamatkan ke toko penjual burung di Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan, dari pengirim tanpa identitas.

Meskipun kacamata wakatobi belum dilindungi undang-undang, peredarannya harus memiliki izin Surat Angkut Tumbuhan dan Satwa Dalam Negeri [SATSDN].

“Jual belinya harus ada dokumen izin tangkap dan izin edar,” ujar Febriangga Harmawan, staff penyuluh BKSDA, Sabtu [11/03/2023].

Menurut dia, burung ini tergolong spesies yang baru terdata dan baru diketahui pemerintah beberapa tahun terakhir.

“Perlu diatur guna menjaga keseimbangan ekosistem di habitat jenis ini [Wakatobi],” jelasnya.

Baca: Inilah Burung Madu: Spesies Baru dari Kepulauan Wakatobi

 

Staf BKSDA Sulawesi Tenggara memperlihatkan sitaan burung kacamata wakatobi. Foto: Riza Salman/Mongabay Indonesia

 

Mengutip Lajur.co, BKSDA Sulawesi Tenggara telah melepasliarkan burung kacamata wakatobi di habitatnya di Wakatobi, Selasa [14/03/2023].

“Total 40 individu yang kondisinya sehat dan layak. Pelepasliaran dilakukan bersama pihak Balai Taman Nasional Wakatobi dan pihak terkait,” jelas Laode Kaida, Kepala Seksi Wilayah II BKSDA Sulawesi Tenggara.

Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 106 Tahun 2018, hanya tiga jenis burung kacamata berstatus dilindungi, yaitu: kacamata jawa [Zosterops flavus], kacamata sangihe [Zosterops nehrkorni], dan kacamata wallacea [Heleia wallacei].

Baca: Mewaspadai Perdagangan Burung Kicau Asli Indonesia di Platform Online

 

Burung kacamata wakatobi diburu untuk diperjualbelikan. Foto: Riza Salman/Mongabay Indonesia

 

Riset

Dalam Raffles Bulletin of Zoology bertajuk “An assessment of the avifauna of the Wakatobi Islands, South-east Sulawesi, Indonesia: species recorded and taxonomic considerations”, Juni 2020, dijelaskan bahwa Zosterops flavissimus pertama kali dideskripsikan oleh Hartet [1903] sebagai spesies baru. Ketika itu, diberi nama Wakatobi Mata Putih.

Pada 2019, O’Connel, peneliti burung dari School of Natural and Environmental Sciences, Newcastle University, UK, dan kawan-kawan, mempublikasikan hasil temuan terbarunya mengenai perbandingan genetik, morfologi, bioakustik, dan bulu kacamata wakatobi. Dia mendapati bahwa flavissimus ini telah terpisah dari populasi daratan Sulawesi selama 400-800.000 tahun.

Ukuran tubuh kacamata wakatobi lebih kecil. Bulunya kuning cerah dengan tambalan dahi oranye unik. Ketika berkicau, frekuensinya lebih tinggi dengan lebih banyak nada.

Baca: Survei: Burung Liar dari Indonesia Banyak Dijual Online di Filipina

 

Burung ini berperan penting menjaga keseimbangan alam Taman Nasional Wakatobi. Foto: Riza Salman/Mongabay Indonesia

 

Adi Karya, pakar burung Universitas Halu Oleo [UHO], merupakan peneliti yang terlibat riset 2017 itu. Dia menjelaskan, habitat kacamata wakatobi di areal terbuka yang ada semak belukar. Diperkirakan, dulunya hidup di hutan.

Namun, aktivitas pembukaan lahan yang meluas membuatnya berpindah ke sekitar permukiman warga atau semak-semak pinggiran hutan.

Menurut Adi, perburuan kacamata wakatobi meningkat sejak ada jejaring pedagang burung kicau. Keistimewaan dan keunikan kicau burung diperlombakan di kontes-kontes suara burung.

“Ada yang membuka segmen baru untuk jenis ini,” ujarnya, baru-baru ini.

Baca juga: Inspirasi Burung Hantu pada Teknologi Peredam Suara

 

Suasana bongkar muat kapal di Dermaga Nusantara, Kendari, lokasi penyitaan burung kacamata wakatobi. Foto: Riza Salman/Mongabay Indonesia

 

Tren ini berlangsung sekitar 10 tahun terakhir. Umumnya, burung-burung jenis kacamata suara merdu diburu hingga daerah-daerah. Kacamata wakatobi dipasarkan hingga ke Pulau Jawa.

Menurut Adi, Pemerintah Wakatobi diharapkan bisa menerbitkan peraturan daerah sembari menunggu pemerintah pusat memasukkan burung ini ke daftar satwa dilindungi.

“Burung ini berperan penting menjaga keseimbangan alam di Taman Nasional Wakatobi. Penelitian lanjutan mengenai karakter habitat dan jumlah populasinya, layak dilakukan,” pungkasnya.

 

Exit mobile version