- Hipere adalah sebutan untuk ubi jalar yang merupakan tanaman budaya masyarakat di Pegunungan Tengah Papua.
- Ubi jalar menjadi bagian budaya karena dihadirkan dalam upacara adat Suku Dani, seperti perkawinan, kematian, pelantikan kepala suku, penyambutan tamu, pesta panen, dan festival budaya.
- Menurut peneliti Pusat Arkeologi Lingkungan BRIN, Hari Suroto, ubi jalar mulai masuk ke Pegunungan Tengah Papua sekitar 1.200 tahun lalu. Pada periode keberadaannya, memicu terjadi ledakan penduduk di Pegunungan Tengah Papua, terutama di daerah Lembah Baliem.
- Penanaman ubi jalar di Lembah Baliem lebih banyak dilakukan oleh kaum perempuan. Laki-laki bertugas membuka kebun, membuat pagar, mengolah tanah, dan membuat saluran air. Pekerjaan lainnya dilakukan perempuan yakni meliputi penyiapan setek, penanaman, penyiangan, panen, dan pengolahan hasil.
Hipere adalah sebutan untuk ubi jalar yang merupakan tanaman budaya masyarakat di Pegunungan Tengah Papua.
Ubi jalar menjadi bagian budaya karena dihadirkan dalam upacara adat Suku Dani, seperti perkawinan, kematian, pelantikan kepala suku, penyambutan tamu, pesta panen, dan festival budaya.
“Ubi jalar ini banyak jenis dan menjadi makanan pokok kami. Bisa ditanam di mana saja dan cepat tumbuh,” kata Mafretd Enombere, masyarakat dari Suku Dani yang tinggal di Kampung Omuk, Distrik Bokoneri, Tolikara.
Saat daerah lain di Indonesia masih menerapkan pola berburu dan meramu, justru kawasan Pegunungan Tengah ini sudah terkenal dengan konsep pertaniannya. Salah satunya adalah ubi jalar atau masyarakat Papua secara umum mengenalnya dengan nama petatas.
“Ubi jalar itu tidak hanya dimakan oleh manusia. Ubi jalar juga cocok untuk babi. Ketika panen, biasanya yang kecil atau ada yang busuk, itu yang kami beri makan ke babi. Beberapa jenis ubi jalar juga daunnya bisa dijadikan sayur. Bahkan saat acara adat bakar batu, babi dan ubi jalar wajib ada,” ujar Mafretd.
Baca: Pangan untuk Rakyat: Akankah Padi Menggantikan Ubi di Wamena?

Lembah Baliem
Menurut peneliti Pusat Arkeologi Lingkungan BRIN, Hari Suroto, ubi jalar mulai masuk ke Pegunungan Tengah Papua sekitar 500 tahun lalu. Pada periode keberadaannya, memicu terjadi ledakan penduduk di Pegunungan Tengah Papua, terutama di daerah Lembah Baliem.
Sebab, introduksi ubi jalar di Lembah Baliem berakibat terjadinya perubahan yang luar biasa di banyak hal; baik itu pola pertanian, peningkatan jumlah penduduk, maupun budaya.
Selain itu, peningkatan produksi ubi jalar juga diikuti peningkatan jumlah babi yang dipelihara. Ini dikarenakan, babi menyukai umbi, batang, serta daun, dibandingkan tanaman keladi yang sebelumnya sudah dilakukan budidaya.
Hal inilah yang disebut Hari mengakibatkan lebih banyak penduduk yang terkonsentrasi di Lembah Baliem dibandingkan pesisir, serta memicu terjadinya ledakan penduduk.
“Bagi penduduk Pegunungan Papua yang tergolong dalam masyarakat pig centered, tentu saja ubi jalar merupakan tanaman sangat berharga. Ubi jalar dan babi saling melengkapi,” ungkap Hari kepada Mongabay, Sabtu [25/03/2023].
Baca: Antisipasi Krisis Pangan di Masa Pandemi, Orang Papua Kembali ke Pangan Lokal

Dijelaskannya lagi, penanaman ubi jalar di Lembah Baliem lebih banyak dilakukan oleh kaum perempuan. Laki-laki bertugas membuka kebun, membuat pagar, mengolah tanah, dan membuat saluran air. Pekerjaan lainnya dilakukan perempuan yakni meliputi penyiapan setek, penanaman, penyiangan, panen, dan pengolahan hasil.
Tidak hanya itu, perempuan Suku Dani memiliki kearifan lokal berupa pengetahuan yang luas berkaitan ubi jalar. Mereka mampu membedakan jenis ubi sesuai kegunaannya, penentu jenis ubi atau kultivar yang akan ditanam dengan mempertimbangkan jumlah anggota keluarga serta ternak babi yang dipelihara.
“Dengan ketergantungan yang hampir total pada ubi jalar untuk konsumsi manusia dan pakan babi, tidak mengherankan bila penanaman ubi jalar memiliki makna ritual tertentu dalam budaya Lembah Baliem,” ujar Hari.
Baca juga: Ubi Banggai, Tanaman Pangan Primadona Sulawesi Tengah

Ubi jalar memiliki banyak manfaat untuk kesehatan. Penelitian berjudul “Nilai Nutrisi Ubi jalar [Ipomoea batatas (L.) Lamb.] yang Dikonsumsi Bayi dan Anak-anak Suku Dani di Distrik Kurulu Kabupaten Jayawijaya” oleh Andrew B. Pattikawa, Antonius Suparno, dan Saraswati Prabawardani, menyebut tanaman ini merupakan pangan sumber karbohidrat dan kaya Vitamin A dan C, serta mineral terutama zat besi, fosfor dan kalsium.
Tidak hanya itu, umbinya juga mengandung protein dan lemak dalam konsentrasi rendah, sedangkan daunnya kaya protein, vitamin dan mineral.
Dilansir dari situs alodokter, ubi jalar mampu membantu melawan berbagai penyakit karena mempunyai kandungan nutrisi yang tinggi. Beberapa penyakit yang bisa diatasi dengan mengonsumsi ubi jalar adalah menurunkan risiko terkena kanker, meningkatkan kekebalan tubuh, mengendalikan gula darah, serta menurunkan tekanan darah.