Mongabay.co.id

Tolak Perusahaan Sawit, Masyarakat Suku Awyu Gugat Izin Lingkungan ke PTUN Jayapura

 

 

 

 

 

Hendrikus Woro,  Ketua Marga Woro dan Kasimilius Awe, Ketua  Marga Awe, Suku Awyu di Boven Digoel hadir di gedung Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura 13 Maret 2023.  Dengan berpakaian adat Papua, didampingi para kuasa hukum, mereka mendaftarkan gugatan izin lingkungan hidup perusahaan sawit, PT Indo Asiana Lestari (IAL) yang dikeluarkan  Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Papua. Hendrikus Woro sebagai sebagai penggugat.

“Saya datang ke sini karena daerah terancam investasi perkebunan sawit. Saya datang untuk menggugat izin perusahaan,” kata Hendrikus.

Kehadiran perusahaan mengancam ruang hidup dan menimbulkan konflik di antara marga-marga Suku Awyu. Marga Woro dan Awe merupakan bagian dari marga yang menolak.

“Dampak yang akan muncul otomatis tanah kami akan hilang. Sumber-sumber ekonomi kami yang hanya tergantung pada tanah dan hutan akan hilang. Semua hidup kami bergantung pada alam,” kata Kasimilius Awe.

Karena hidup bergantung alam itulah, katanya, mereka tak bisa menerima perusahaan. “Kami mengharapkan pemerintah membantu kami.”

Dalam laporan Greenpeace Setop Baku Tipu: Sisi Gelap Perizinan di Tanah Papua, PT IAL mendapat izin lokasi perkebunan sawit seluas 39.190 hektar sejak 2017. IAL mendapat lahan dari PT Energy Samudera Kencana, anak perusahaan Menara Group yang sebelumnya hendak menggarap Proyek Tanah Merah di Boven Digoel. IAL diduga ada di bawah kendali perusahaan asal Malaysia All Asian Agro, pemilik perkebunan sawit di Sabah di bawah bendera perusahaan East West One.

Menurut Hendrikus, IAL sudah sosialisasi kepada masyarakat Awyu pada 2017. Perusahaan ini bahkan sudah bukan logpond di Kampung Ampera. Masyarakat melakukan pemalangan, aktivitas perusahaan terhenti.

Namun, katanya,  beredar informasi perusahaan sudah mengantongi izin dari pemerintah. Hendrikus berupaya memperoleh dokumen perizinan IAL di dinas-dinas terkait di Tanah Merah,  ibu kota Boven Digoel.

 

Dukungan dari mahasiswa terhadap Masyarakat Suku Awyu. Foto: Asrida Elisabeht/ Mongabay Indonesia

 

Berdasarkan informasi yang didapat, izin-izin terbit dari DPMPTSP Papua. Dia lalu mengajukan permohonan informasi publik dan tak mendapat dokumen yang dibutuhkan. DPMPTSP hanya memberikan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) perusahaan.

“Saya minta kepada pemerintah supaya izin-izin perkebunan sawit di tanah adat kami segera dicabut karena kami tidak mau.”

Emanuel Gobay, Kuasa Hukum Hendrikus Woro dari LBH Papua mengatakan, hutan adat Marga Woro dirampas sepihak pemerintah  dan diberikan kepada perusahaan sawit. Gugatan ke PTUN ini, katanya,  bagian dari upaya warga merebut hutan adat mereka.

DPMPTSP, katanya,  tak melibatkan masyarakat Awyu terutama Marga Woro dalam proses perizinan. DPMPTSP diduga melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 22/2021 tentang Penyusunan Amdal, dan Undang-undang Nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pemberian izin ini, katanya,  juga tak sesuai amanat UU Otsus Papua dan  melanggar hak konstitusional masyarakat Awyu khusus Marga Woro.

“UU Nomor / 2021 tentang perubahan UU Otsus pada bagian penanaman modal tegas menyebutkan, apabila ada investasi di wilayah masyarakat adat, pemerintah wajib melibatkan masyarakat adat.”

Saat ini,  hanya izin lingkungan yang sudah dikantongi masyarakat adat pemilik ulayat. Izin ini pun, katanya, sudah catat prosedural karena tak melibatkan pemilik ulayat dan cacat substantif karena tak disertai analisis konservasi. Izin-izin lain yang terbit setelah itu juga dinilai cacat.

“Ini bisa mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup dan hilangnya hak-hak masyarakat adat,” kata Tigor Hutapea, kuasa hukum.

 

Hendrikus Woro, Ketua Marga Woro dan Kasimilius Awe, Ketua Marga Awe, Suku Awyu di Boven Digoel didampingi kuasa hutan ajukan gugatan izin lingkungan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura 13 Maret 2023. Foto: Asrida Elisabeth/ Mongabay Indonesia

 

Sekar Banjaran Aji dari Greenpeace Indonesia menyatakan, Marga Woro tak berjuang untuk diri mereka sendiri tetapi buat seluruh dunia yang kini dilanda krisis iklim.

“Perubahan iklim dan bencana sedang mengancam. Apa yang dilakukan Marga Woro ini untuk seluruh masyarakat adat Papua dan seluruh dunia.”

Solayen Tabuni, Kepala DPMPTSP Papua belum memberikan respon. Begitu pula Jan Jap Ormuseray, Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Papua. Sementara itu PTUN Jayapura menyatakan, gugatan akan diproses sesuai aturan berlaku.

“Semua gugatan masuk pasti kami sidangkan. Paling lama empat sampai lima bulan.” ucap Merna Cinthia, Wakil Ketua PTUN Jayapura.

Sementara di PTUN Jayapura, organisasi mahasiswa tampak memberikan dukungan untuk perwakilan kedua marga dari Suku Awyu. Mereka membentangkan spanduk dengan berbagai pesan perlindungan hutan dan hak masyarakat adat.

 

 

*******

 

Exit mobile version