Mongabay.co.id

Paparan Ultraviolet ke Bumi Meningkat, Akibat Letusan Supervolcano Toba

Batuan sisa letusan super volcana Toba. Dok: Jonathan Tarigan

 

 

Indonesia memiliki dua gunung api yang letusannya sangat dahsyat hingga mempengaruhi iklim secara global. Yaitu supervolcano Toba di Pulau Sumatera yang meletus 74 juta tahun lalu dan Tambora di Pulau Sumbawa yang meletus pada 1815. Abu vulkaniknya menutup sebagian atmosfir bumi, dan terbang hingga ribuan kilometer dari pusat letusan.

Beberapa media di India baru-baru ini menurunkan berita temuan abu vulkanik yang diperkirakan berasal dari supervolcano Toba. Debu berwarna putih itu ditemukan di distrik Medak, India Selatan. Abu vulkanik ini tersebar di area seluas setengah kilometer.

Awalnya, seorang peneliti bernama BV Bhadra Giris yang sedang menjelajahi situs prasejarah di sebuah desa diberitahu penduduk setempat, ada gundukan abu di desa tersebut. Dia kemudian membawa contoh abu tersebut ke laboratorium.

Hasilnya, hampir tidak ada kandungan karbon di dalamnya dan abu itu justru mengandung 5 mg sulfur. Dia juga mendapati partikel dengan tepi runcing seperti yang ditemukan pada abu lava gunung berapi, mengutip berita The New Indian Express, awal Februari 2023.

Chakilam Venugopal, mantan deputi direktur Survei Geologi India, yang telah melakukan uji ulang temuan itu menyatakan bahwa abu tersebut memang berasal dari letusan supervolcano Toba di Sumatera.

Beberapa tempat di India diketahui pernah ditemukan abu serupa. Dia mengatakan, gundukan abu di wilayah lain di Telangana mungkin bukan berasal dari pembakaran kotoran ternak dari zaman prasejarah, seperti yang diyakini sebelumnya. Untuk itu temuan-temuan itu perlu diteliti ulang.

Baca: Merangkai Sejarah Toba: Erupsi Vulkanik Purba, Hikayat Rakyat, hingga Geopark Dunia

 

Batuan sisa letusan super volcana Toba. Foto: Dok. Jonathan Tarigan

 

Tipiskan ozon

Sebuah penelitian yang dipublikasikan belum lama ini juga mengungkapkan bahwa emisi belerang dari letusan Toba telah menyebabkan hilangnya ozon di stratosfer. Kolom letusan Toba telah menghambat fotolisis oksigen, menekan pembentukan ozon di daerah tropis, hingga lapisannya sangat menipis sampai lebih dari setahun usai letusan.

Mengutip hasil penelitian yang dipublikasikan di jurnal Communications Earth & Environment, April 2021, hal itu menjelaskan mengapa letusan Toba sangat berdampak pada ekosistem dan manusia di Bumi. Terlebih jika dihubungkan dengan musim dingin vulkanik akibat sinar matahari memantul kembali karena stratosfer tertutup gas sulfat, yang menyebabkan suhu turun dan perlambatan siklus air.

Sergey Osipov, dari Institut Kimia Max Planck, Mainz, Jerman, dan enam peneliti lain, menuliskan laporan tersebut dengan judul “The Toba supervolcano eruption caused severe tropical stratospheric ozone depletion.

Dia menjelaskan, supervolcano Toba telah memuntahkan sulfur dioksida ke stratosfer yang teroksidasi menjadi aerosol sulfat itu 100 kali lebih banyak ketimbang letusan Gunung Pinatubo di Filipina, pada 1991. Gunung Pinatubo sendiri melepaskan hampir 20 mega ton sulfur dioksida.

Jika Pinatubo telah menyebabkan pendinginan global lautan sebesar 0,3 derajat Celsius, letusan Toba menyebabkan pendinginan global 3,5 hingga 9 derajat Celsius, dan curah hujan berkurang hingga 25 persen.

Sementara letusan supervolcano Tambora telah memuntahkan tiga kali lebih banyak sulfur dioksida dibanding Pinatubo. Itu saja sudah membuat sebagian wilayah dunia mengalami tahun tanpa musim panas. Juga memicu gagal panen, kelaparan, dan wabah penyakit. Tak heran jika letusan Toba yang menjadi bencana alam terbesar dalam 2,5 juta tahun terakhir itu juga berdampak sangat luas.

Baca: Terkuak, Misteri Pemicu Letusan Dahsyat Supervolcano Toba

 

Ilustrasi erupsi Gunung Toba dari jarak 42 kilometer dari Pulau Simeulue. Sumber: Wikipedia Commons/CC BY-SA 4.0

 

Selain memperkirakan jumlah semburan sulfur dioksida dari letusan Toba dan dampaknya terhadap hilangnya ozon, para peneliti juga menyoroti bahaya sinar ultraviolet [UV] akibat bencana tersebut.

“Kolom semburan vulkanik Toba menyebabkan hilangnya ozon secara masif dan menghasilkan kondisi radiasi UV yang berbahaya di permukaan Bumi, khususnya daerah tropis,” jelas laporan itu.

Perhitungan yang dilakukan para peneliti memperlihatkan berkurangnya ozon secara signifikan di daerah tropis telah menyebabkan peningkatan indeks UV harian maksimum sebesar 140 persen, atau dari angka 12 menjadi 28. Padahal indeks UV lebih besar dari 10 sudah dianggap ekstrim oleh Badan Kesehatan Dunia [WHO]. Paparan UV bisa menyebabkan gangguan kesehatan ringan hingga serius seperti kerusakan DNA dan kanker.

Mereka berpendapat efek bahaya kesehatan karena UV setelah letusan Toba lebih parah dan lama dibanding yang disebabkan tipisnya ozon akhir-akhir ini. Bahkan dampak itu masih lebih besar dari perhitungan hipotetis akibat perang nuklir.

Sejumlah teori sebelumnya menyatakan bahwa letusan Toba turut mempengaruhi populasi penduduk dunia. Dampak kesehatan akibat besarnya UV tersebut diduga menambah potensi penurunan populasi manusia. Terlebih jika itu dikombinasi dengan anomali cuaca, dan berkurangnya ketersediaan pangan sebagai akibat dahsyatnya bencana letusan Toba.

 

Exit mobile version