Mongabay.co.id

Begini Lumbung Ikan di Sabuk Hijau Kalimantan Barat

 

 

Kawasan Kecamatan Sungai Kakap hanya berjarak 11 kilometer dari Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Sekitar 30 menit dengan kendaraan bermotor. Di sini terdapat pelabuhan ikan yang cukup ternama.

Kapal-kapal tangkap menengah dan jauh bersandar di sini. Ikan-ikan segar selalu ada ketika petang, saat kapal-kapal merapat usai melaut. Nelayan-nelayan sungai pun menjajakan hasil tangkapannya di sini. Beberapa komunitas nelayan di tingkat desa, biasanya membangun jaringan sendiri untuk memasarkan langsung hasil ikan tangkap maupun budi daya mereka.

Warga sempandan sungai terbiasa hidup berdampingan dengan ekosistem mangrove. Dulu, warga hanya memanfaatkan kayu-kayu tersebut untuk bahan bakar. Belakangan, mulai memahami ada nilai ekonomis yakni diolah menjadi arang. Hal itu menjadi salah satu penyebab deforestasi kawasan mangrove. “Ekosistem mangrove ini menjadi lumbung ikan, jadi harus dijaga,” tukas Bupati Kubu Raya, Muda Mahendrawan, pekan lalu.

Letak geografi kabupaten ini cukup unik. Sebagian besar ditempuh dengan jalur air. Pemerintah Kabupaten harus banyak mencari terobosan agar pembangunan bisa merata. Ini kali kedua Muda memimpin daerah itu. Namun bukan dua periode berturut-turut. Dia sempat kalah pilkada satu periode, setelah berhasil menjadi salah satu penggagas berdirinya kabupaten tersebut.

Kabupaten Kubu Raya memiliki potensi perikanan yang cukup baik berdasarkan hasil dari perikanan laut dan perikanan umum. Pada tahun 2021, produksi tangkap perikanan perairan laut sebesar 22.280 ton dengan nilai produksi Rp594 miliar.

baca : Ini Upaya Kalimantan Barat untuk Jadi Pusat Mangrove Dunia

 

– Jejeran kapal penangkap ikan yang berlabuh di Sungai Kakap, Kubu Raya, Kalbar. Foto : Aseanty Pahlevi/Mongabay Indonesia

 

Sedangkan produksi tangkap perikanan perairan umum sebesar 434 ton dengan nilai produksi Rp155 miliar. Kecamatan pesisir di Kabupaten Kubu Raya menjadi penyumbang terbesar produksi perikanan tangkap hasil perairan laut maupun umum.

Kecamatan tersebut ialah kecamatan Sungai Kakap, Kecamatan Kubu, Kecamatan Batu Ampar, dan Kecamatan Teluk Pakedai. Wilayah tersebut berkontribusi sebanyak 98.48% dari total produksi perikanan.

Penyumbang terbesar produksi perikanan perairan laut adalah Kecamatan Sungai Kakap sebanyak 8440 ton atau 37,88% dari total produksi perikanan perairan laut. Sedangkan produksi perikanan perairan laut terendah dari Kecamatan Rasau Jaya sebanyak 65 ton atau 0,29% dari total produksi perikanan perairan laut.

Penyumbang terbesar untuk produksi perikanan perairan umum adalah Kecamatan Kubu sebanyak 123 ton atau 28,48% dari total produksi perikanan perairan umum. Sedangkan produksi terendah dari Kecamatan Sungai Kakap sebanyak 0,68 ton atau 0,16% dari total produksi perikanan perairan umum.

Muda menyebutkan data, berdasarkan jenisnya, terdapat total 59 jenis ikan dengan rincian 44 jenis ikan perairan laut dan 15 jenis ikan perairan umum. Pada perikanan perairan laut, rata-rata produksi perjenis ikan sebesar 506 ton.

“Walau demikian, masih banyak potensi baik perikanan laut dan umum yang dapat ditingkatkan. Kuncinya adalah menjaga ekosistemnya,” tambah Muda. Setiap berkunjung, Muda selalu mewanti-wanti hal ini kepada masyarakat.

baca juga : Kala Warga Sungai Nibung Nikmati Manfaat dari Menjaga Hutan Mangrove

 

Nelayan Sungai Kakap, Kubu Raya, Kalbar, mengumpulkan hasil tangkapannya. Foto : Aseanty Pahlevi/Mongabay Indonesia

 

Perlindungan Mangrove

Dari total luasan mangrove di Kalimantan Barat, Kubu Raya merupakan kawasan terluas, yakni 129.604,125 hektar. Di hutan mangrove Kubu Raya juga terdapat 33 dari 40 jenis mangrove sejati yang ada di Indonesia.

Kondisi mangrove di Kalimantan Barat secara keseluruhan tergolong dalam kondisi “sedang” hingga “baik” dengan spesies dominan adalah Avicennia spp. dan Rhizopora spp. Kawasan pesisir juga memiliki potensi budidaya kepiting bakau.

Muhammad Reza, Knowledge Management & Communications Lembaga Gemawan, mengatakan strategi perlindungan kini tak hanya menyasar masyarakat secara umum. “Lebih spesifik adalah melibatkan anak-anak muda untuk tahu lebih detil soal mangrove dan manfaatnya,” tukasnya.

Lembaga Gemawan menyasar anak muda untuk perlindungan kawasan mangrove di Kalimantan Barat. Lembaga ini juga mengajarkan anak muda dari berbagai komunitas untuk terlibat aktif dalam kampanye perlindungan mangrove melalui penggunaan media sosial.

“Tidak banyak yang baru tahu pengertian mangrove itu sendiri. Banyak yang keliru menganggap mangrove adalah nama pohon,” ujarnya. Lalu, dengan pendekatan audio visual, anak-anak muda dilatih membuat konten di media sosial untuk kampanye perlindungan mangrove.

Ke depannya, Reza berharap, para milenial ini bisa ikut memberikan kontribusi perlindungan di lingkungan mereka. Bisa jadi, pemikiran-pemikiran anak muda dapat menjadi pemantik untuk menghasilkan kebijakan pengelolaan mangrove berkelanjutan.

baca juga : Berus Mata Buaya, Mangrove Langka yang Tumbuh di Pesisir Kalimantan Barat

 

Masyarakat pesisir Kubu Raya mengandalkan hutan mangrove sebagai areal penangkapan ikan. Foto: Andi Fachrizal/Mongabay Indonesia

 

FOLU Net Sink

Upaya budidaya perikanan yang berdampingan dengan ekosistem mangrove merupakan implementasi Indonesia’s Forest and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030. FOLU Net Sink 2023 merupakan bagian dari kontribusi pengendalian perubahan iklim Indonesia kepada dunia. Kalimantan Barat sendiri mempunyai kawasan mangrove yang luasannya mencapai 161.557 hektar berdasarkan Peta Mangrove Nasional.

Kawasan ekosistem mangrove itu tersebar di Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Mempawah, Kabupaten Sambas dan Kota Singkawang.

“Pembangun kehutanan berkelanjutan dan berkeadilan harus bisa memberikan manfaat dan hasil yang besar kepada masyarakat di sekitarnya,” kata Adi Yani, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kalimantan Barat.

Hutan mangrove mempunyai kemampuan 4-5 kali lebih besar di dalam penyerapan karbon dibanding hutan mineral. Istilahnya adalah blue carbon atau karbon biru.

Karbon biru merupakan karbon yang diserap dan disimpan oleh laut dan ekosistem pesisir yakni mangrove dan lamun. Mangrove adalah jenis tanaman dikotil yang hidup di habitat air payau dan air laut. Sedangkan, hutan mangrove adalah salah satu jenis hutan yang banyak ditemukan pada kawasan muara dengan struktur tanah rawa dan/atau padat.

Sedangkan lamun atau disebut seagrass adalah tumbuhan yang hidup dan tumbuh di bawah permukaan laut dangkal. Menurut penelitian, biomassa (daun, batang dan akar) dan sedimen mangrove dan lamun mampu menyimpan karbon 3-5 kali lebih besar dari vegetasi di darat.

baca juga : Apakah Mangrove si Penyerap Karbon Bisa Tergantikan Teknologi?

 

Lebatnya kawasan hutan mangrove di Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Foto : Aseanty Pahlevi/Mongabay Indonesia

 

Khusus untuk mangrove, Pemprov Kalbar membentuk kelompok kerja yang tujuannya adalah percepatan dan optimalisasi dalam pengelolaan mangrove. Keanekaragaman struktur hutan mangrove yang bervariasi menjadikan kawasan ini dapat memiliki banyak fungsi, yakni kawasan konservasi, kawasan pendidikan, ecotourism dan identitas budaya, serta fungsi hutan yang dapat menjaga garis pantai dan intrusi air laut ke darat.

Ekosistem mangrove Kalbar memiliki 40 jenis mangrove, yakni terdiri dari 30 jenis pohon, 3 jenis semak, 3 jenis palem, 2 jenis liana dan 1 jenis paku-pakuan. Kalbar juga memiliki dua spesies mangrove langka yakni, Bruguiera hainesii dan Candelia candle. Bruguiera Hainesii saat ini jumlahnya tidak lebih dari 300 pohon di dunia.

 

 

Exit mobile version