Mongabay.co.id

Dewi Siundul Mati, Masuk Lagi Harimau Korban Konflik ke Suaka Barumun

 

 

 

 

 

Dewi Siundul, harimau Sumatera di Suaka Barumun, Padang Lawas,  Sumatera Utara mati 19 Maret lalu. Satwa predator puncak ini merupakan harimau korban konflik dengan manusia di beberapa desa– Siundul Julu, Pagaranbira Jae dan Hutabargot,  Kecamatan Sosopan–, pada Desember 2021. Sekitar sebulan harimau ini masuk pemukiman hingga meresahkan warga dan memangsa ternak termasuk dua anjing, yang akhirnya dievakuasi.

Elvina Rosinta Dewi, Plh Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumut mengatakan, harimau betina ini berumur 14 tahun saat diselamatkan 16 Desember 2021 dan dibawa ke Suaka Barumun.

Saat itu, katanya,  harimau dalam kondisi sakit, ada luka pada bagian perut hingga keluar belatung, malnutrisi mengakibatkan fisik lemah dan kurus.

Umur 14 tahun untuk harimau, katanya, sudah memasuki usia tua atau katagori sangat tua, mengingat umur harimau di alam liar sekitar 15 tahun. Setelah dirawat hampir enam bulan, BBKSDA Sumut mengusulkan Dewi Siundul dilepas liarkan dan disetujui pusat.

Berdasarkan pengecekan kesehatan menyeluruh dan analisa disposal persiapan pelepas liaran ada indikasi Dewi mengalami penurunan daya survival di alam. Khawatir tidak mampu bertahan hidup ke habitat barunya, pelepasliaran ditunda.

 

Harray Sam Munthe temukan jerat di Sosopan. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

Selama menjalani perawatan dan penempatan di Suaka Barumun, Dewi mengalami beberapa kali sakit yang mengharuskan dirawat intensif. Terakhir pada 11 Maret 2023, perawatan intensif dengan kondisi luka baru pada kaki.

Bagian bagian penyakit lama– perut dan punggung –sudah  sembuh dan tumbuh rambut dan luka kaki sudah mengering, tetapi mulai timbul luka baru pada ekor, siku dan perut, nafsu makan masih ada tetapi harus disuapin penjaga. Jalan masih bisa tetapi sempoyongan dan ada indikasi gula darah tinggi.

Pada 15 Maret 2023, kondisi Dewi sudah bisa makan daging tetapi tak dapat berjalan. Dia terlihat susah berdiri dan badan gemetaran. Selama dalam perawatan, penjaga menyemprot iodine, gusanek untuk luka kaki, ekor, dan punggung.  Penjaga memberikan makan daging ayam dan minum dengan menyulang karena kondisi Dewi kurang baik.

Pada 19 Maret 2023, kondisi Dewi lemah,  pada pukul 16.25 WIB satwa terancam punah ini dinyatakan mati.  “Tindakan selanjutnya nekropsi, dan dikubur,” katanya dalam pernyataan resmi 21 Maret lalu.

Sampai 2023, BBKSDA Sumut telah lakukan berbagai upaya mitigasi dan penanganan konflik harimau, seperti pemetaan daerah rawan harimau,sosialisasi terkait mitigasi dan penanganan apabila terjadi konflik.

“Kita selalu melakukan pertemuan-pertemuan dan koordinasi guna penanganan konflik dengan melibatkan semua pihak,” katanya.

BBKSDA Sumut, katanya, sudah bikin kandang TPE di Langkat, pembuatan jedu di Tapanuli Selatan dan Langkat, maupun patroli bersama masyarakat. Juga ada pemasangan kamera pengintai, kandang jebak, operasi sapu jerat untuk pencegahan perburuan mangsa pembangunan dan pengembangan suaka Barumun.

Balai mengimbau semua pihak tak merusak habitat satwa liar, seperti berburu liar, penebangan ilegal, perambahan dan lain-lain hingga terjadi konflik atau interaksi negative harimau dengan masyarakat dapat dihindari. Harapannya,  dengan upaya-upaya itu konfiik makin menurun.

 

Dewi Siundul, harimau korban konflik ini akhirnya mati di Barumun, setelah kondisi kesehatan terus memburuk. Foto: BBKSDA Sumut

 

Pindah ke Barumun

Sebulan lebih sebelum kematian Dewi itu, Barumun kedatangan satu lagi harimau korban konflik dengan manusia. Satu harimau yang keluar dari Taman Nasional Gunung Leuser ke pemukiman di Langkat, Sumut pada Desember lalu, setelah evakuasi dan 49 hari di kandang jebak, dibawa ke Suaka Barumun,  akhir Januari lalu.

Begitu tiba di Barumun, dia langsung ditempatkan di kandang rehabilitasi untuk proses pemeriksaan kesehatan dan pengamatan tingkah laku lebih lanjut.

Harimau betina diperkirakan usia tiga tahun ini dievakuasi BBKSDA Sumut dengan satwa pemancing anjing hingga menimbulkan kontroversial. Mengingat anjing berisiko terpapar canis distemper virus (CDV). Setelah pemeriksaan medis, harimau terbebas virus ini.

Syukur Alfajar, Manager Sanctuary Harimau Sumatera Barumun, Yayasan Bodhicitta Medan kepada Mongabay mengatakan, begitu tiba di Barumun harimau langsung masuk dalam kandang rehabilitasi.

Hal ini, katanya, guna melihat pergerakan karena selama berada di kandang sementara ukuran begitu sempit, hanya bisa duduk berdiri dan tidur dengan Gerakan terbatas. Di kandang rehabilitasi ini dilakukan relaksasi  otot dan dilihat bagaimana berlari dan memanjat. Ketika pergerakan layaknya harimau bebas di alam liar maka akan pindah ke kandang habituasi, di dengan ukuran lebih lebar.

Syukur bilang, harimau yang masuk ke Barumun ini pun sudah pemeriksaan laboratorium dan bebas CDV.

Dokter hewan Ahmad Faisal, Sekretaris Forum Harimau Kita kepada Mongabay mengatakan, hasil studi di Taman Safari Cisarua dan Pusat Studi Satwa Primata Institut Pertanian Bogor terkonfirmasi ada harimau Sumatera terpapar virus ini.

 


Hewan yang bisa membawa atau memaparkan virus ini adalah anjing. Tak heran ketika tersiar kabar evakuasi harimau di Langkat menggunakan umpan anjing jadi pertanyaan banyak pihak.

Selain anjing, hewan lain yang membawa virus ini adalah mamalia- mamalia kecil seperti musang dan sigung. Secara teori anjing dapat menularkan virus itu ke harimau, tetapi virus ini tidak langsung berpindah.

Dia pun menyarankan, hewan umpan untuk mengevakuasi harimau masuk kandang jebak sebaiknya satwa lain seperti kambing atau domba atau babi hutan dan babi domestik.

Kalau harimau terinfeksi virus ini dan belum menyerang bagian saraf pusat, katanya, akan sulit mengidentifikasi ataupun sulit mengisolasi virus ini.

Pemeriksaan virus ini tidak simpel, katanya,  yang bagus lewat pemeriksaan serologi dan VCR. Harimau juga punya antibodi seperti manusia ini terbukti dengan harimau yang terpapar di Taman Safari masih hidup sampai sekarang.

Penting dan patut diketahui, katanya, virus ini sudah ada dan hidup dalam populasi harimau alam liar. Kalau sudah menyerang otak, katanya, akan terjadi perubahan perilaku satwa.

 

Harimau korban konflik dengan manusia di Sosopan, masuk Suaka Barumun. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

*********

Exit mobile version