Mongabay.co.id

Menilik Ambisi Lumbung Energi Hijau Pemerintah Sumatera Barat, Seperti Apa?

 

 

 

 

Pemerintah Sumatera Barat menyatakan, terus melanjutkan ambisi jadi lumbung energi hijau.  Sejak 2013 hingga kini mereka sudah memetakan lima potensi sumber energi terbarukan. Adapun potensi itu antara lain, sumber daya air 1.100 MW, panas bumi atau geothermal 1.705 MW ekuivalen, biomassa 923,10 MW, tenaga surya 5.898 MW dan angin 428 MW.

Herry Martinus Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sumatera Barat mengatakan,  Sumbar memiliki banyak sekali potensi energi terbarukan.

“Jadi, memang kita punya potensi. Mulai dari air, panas bumi kemudian biomassa, surya, samudra dan lain-lain. Sekarang, pengembangan untuk panas bumi itu sudah eksploitasi,” katanya.

Dia menyebutkan, PT Supreme Energy di Solok Selatan yang sudah berjalan punya 85 MW. “Tahun ini akan tambah 85 MW lagi dan di Tandikek dan Solok ada PT Hitay yang mau kembangkan (energi panas bumi),” katanya saat Mongabay temui di kantornya baru-baru ini.

“Kemudian di Rao Pasaman ada PT Medco yang akan mengembangkan,” tambah Herry.

Selain panas bumi pemerintah juga sedang dalam progres membangun pembangkit skala minihidro. “Di Solok Selatan. Di bawah 10 MW,” katanya.

Selain itu, rencana bangun PLTS terapung di Danau Singkarak dengan kapasitas 45 MW.

Mereka juga akan akan mengembangkan PLTMH di Mentawai,  tepatnya di Pagai Utara. “Microhidro sekitar 300 KW. Di bawah satu MW-lah yang jelas,” katanya.

Ada juga penambahan pembangkit biomassa di Siberut tetapi posisi belum ditentukan. “Lagi dicari, Perusahaan swasta dan  nasional.”

 

Aliran sungai dari air terjun Singunung yang berlokasi di hutan dusun Sirilanggai, Siberut Utara, Mentawai. Air bisa jadi sumber energi bagi warga dengan teknik mikro hidro. Foto Vinolia/ Mongabay Indonesia

 

Untuk energi biomassa, kata  Herry, akan fokus di Mentawai karena kabupaten kepulauan itu menjadi prioritas pembangunan listrik. “Mentawai itu sekarang dipikul oleh 90% diesel,” kata Herry.

Terkait geothermal di Gunung Talang, Liki, Sumani, Cubadak dan Tandikek, katanya, juga sudah ada penetapan. “Sekarang mereka lagi eksplorasi. Diberikan penugasan eksplorasi nanti jadi tahu berapa cadangannya. Dari hasil itu nanti dilelang.”

Saat lelang, pelaksana eksplorasi dapat hak prioritas. “Misal ada penawaran paling tinggi. Dia diberikan kesempatan untuk mendapatkan tawaran tertinggi,” katanya.

Dia mengklaim, Sumbar memiliki energy mix tertinggi di Indonesia. Hal itu, katanya, terlihat pada penggunaan di sektor transportasi, pembangkit listrik dan industri.

“Kalau target nasional itu  sampai 2025 penggunaan energi terbarukan sampai 23%. Kita sudah 28,8%. Itu sudah dijalankan,” katanya.

Mengutip laman resmi Pemerintah Sumatera Barat, gubernur juga menyusun rencana umum energi daerah (RUED) dan menetapkan melalui Perda Nomor 11/2019 yang berlaku 2019-2050.

Mahyeldi, Gubernur Sumbar mengatakan,  berupaya mengembangkan green energy di Mentawai.

 

Surya panel di Madobag. Foto: Jaka HB/ Mongabay Indonesia

 

Walhi: energi buat siapa?

Wengki Purwanto, Direktur Eksekutif Walhi Sumatera Barat mempertanyakan siapa sasaran ambisi lumbung energi hijau ini. Sebab,  beberapa data dari pemerintah menunjukkan ada listrik surplus. Sedang pengembangan energi ada risiko masyarakat tersingkir dari rumahnya karena ambisi ini.

Pemerintah, katanya, harus berpikir bagaimana energi yang surplus ini tidak menambah kerugian masyarakat. Saat listrik surplus, masyarakat didorong konsumsi listrik. “Disuruh naik daya dari 450 ke 900. Dari 900 ke 1.200. Selanjutnya muncul kebijakan-kebijakan untuk elektronik hingga mobil listrik kemudian mendorong peningkatan konsumsi listrik,” katanya.

Dengan begitu, kata Wengki, secara tak langsung masyarakat dipaksa memperkaya pengusaha-pengusaha yang main energi. “Karena setelah [pembangkit listrik] dibangun pemerintah harus beli,” katanya. Terlebih, pembangkit yang banyak dibangun skala besar, berbahan baku batubara.

Selain itu,  saat eksplorasi energi beberapa berada di wilayah padat penduduk, area pertanian dan semacamnya.

“Pemerintah ingin mengatasi masalah dengan memunculkan masalah baru yang juga belum tentu menyelesaikan masalah pertama,” katanya seraya bilang dalam pengembangan energi kerap abaikan suara masyarakat.

 

PLTBm mangkrak di Mentawai. Foto: Jaka HB/ Mongabay Indonesia

 

********

Exit mobile version