Mongabay.co.id

Nelayan Kecil di Pusaran Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur

 

Tanda-tanda kebijakan penangkapan ikan terukur (PIT) akan segera diterapkan semakin jelas tersingkap. Walau belum tahu secara pasti kapan kebijakan tersebut akan dimulai, namun sejumlah perangkat pendukung terus disiapkan oleh Pemerintah Indonesia saat ini.

Salah satu yang fokus disiapkan, adalah dukungan penuh untuk semua nelayan kecil yang berada di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI). Hal tersebut ditegaskan langsung oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono belum lama ini di Jakarta.

Menurut dia, PIT berbasis kuota akan memberikan banyak keistimewaan dan mendorong pemberdayaan semua nelayan kecil. Tegasnya, PIT akan memberikan keistimewaan kepada semua nelayan kecil di WPPNRI yang menjadi lokasi penerapan.

Bentuk perhatian penuh Pemerintah kepada para nelayan kecil saat PIT diterapkan, salah satunya melalui pembangunan 10 kampung nelayan maju terintegrasi yang lokasinya direncanakan ada di sekitar zona penangkapan.

“Pembangunan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sekaligus meningkatkan produktivitas para nelayan kecil yang tergabung dalam koperasi,” jelas dia.

Adapun, pembangunan 10 kampung tersebut rencananya akan dilakukan di satu titik, yaitu zona 3 terdiri dari WPPNRI 718 yang meliputi perairan laut Aru, Arafura, dan laut Timor bagian Timur; WPP 715 meliputi perairan Teluk Tomini, laut Maluku, laut Halmahera, laut Seram, dan Teluk Berau; dan WPP 714 meliputi perairan Teluk Tolo, serta laut Banda.

baca : Penangkapan Ikan Terukur, untuk Nelayan Kecil atau Pelaku Usaha?

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono (kanan) melihat ikan hasil tangkapan nelayan. Foto : KKP

 

Trenggono mengungkapkan, saat ini pihaknya sedang melakukan identifikasi wilayah penangkapan mana saja yang dinilai pas untuk dibangun kampung dengan fasilitas seperti tempat berlabuh kapal, cold storage, pabrik es, dan pasar ikan.

Nah ini kampungnya akan kita bangun. Kalau perlu, kapalnya kita bantu juga,” ucap dia.

Jika sudah terpilih lokasi untuk pembangunan kampung nelayan, maka akan didirikan pula badan layanan umum (BLU) untuk mengelola semua fasilitas yang sudah ada. Termasuk, dibangun juga balai komunikasi dan balai latihan yang dikawal para penyuluh perikanan.

“Dan kita data bahwa warga di situ yang namanya nelayan kecil dalam satu kampung, kita arahkan bergabung dalam satu koperasi,” tambah dia.

Semua nelayan kecil yang sudah tergabung dalam koperasi, dipastikan juga tetap mendapatkan kuota tangkapan, seperti mereka yang tidak tergabung koperasi. Selain itu, semua nelayan kecil tanpa kecuali juga tidak akan dikenai biaya penerimaan Negara bukan pajak (PNBP).

Kebijakan tersebut menjadi istimewa, karena hanya nelayan kecil yang mendapatkannya. Sementara, para pelaku usaha tetap dikenakan biaya PNBP menyesuaikan kuota dan hasil tangkapan di zona industri yang sudah ditetapkan.

Selain fokus pada pengembangan kapasitas diri setiap nelayan kecil, Pemerintah juga fokus untuk mengembangkan sistem keamanan pada setiap kapal milik nelayan kecil. Nantinya, setiap kapal nelayan kecil akan dilengkapi dengan teknologi pengawasan seperti vessel monitoring system (VMS) dan automatic identification system.

“Pengadaaan teknologi tersebut di kapal-kapal nelayan kecil akan ditanggung Pemerintah,” tutur dia.

baca juga : Hak Istimewa Nelayan Tradisional pada Zona Penangkapan Terukur

 

Suasana di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, 3 Juli 2022. Foto : A. Asnawi/Mongabay Indonesia

 

Agar semua rencana bisa berjalan baik, Pemerintah saat ini fokus melaksanakan proses penghitungan kuota yang dinilai tepat dan ideal untuk setiap pihak yang terkait. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga menjanjikan bahwa kuota untuk nelayan kecil diberikan secara adil.

Namun, Trenggono mengingatkan, jangan sampai kuota yang sudah diberikan kepada nelayan kecil justru dimanfaatkan oleh pelaku usaha industri. Mengingat, kuota untuk nelayan kecil tidak dikenai biaya PNBP.

“Ini tidak boleh, karena tujuannya untuk nelayan kecil tidak dikenakan PNBP sama sekali,” tegas dia.

Melalui PIT, dia optimis kalau nelayan kecil bisa terus berkembang dan mengembangkan kapasitas dirinya masing-masing. Dengan demikian, bantuan yang diberikan Pemerintah untuk mereka juga akan tersalurkan dengan tepat dan baik.

 

Aturan Turunan

Secara umum, persiapan untuk menerapkan PIT memang memerlukan waktu yang panjang. Setidaknya butuh dua tahun lamanya KKP melaksanakan proses persiapan, sampai Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2023 tentang Penangkapan Ikan Terukur disahkan pada 6 Maret 2023.

Menurut Sakti Wahyu Trenggono, perangkat hukum tersebut akan didukung dengan peraturan turunan yang saat ini sedang disiapkan. Aturan tersebut akan menjadi berisi tentang pengaturan teknis bagaimana kuota penangkapan ikan dan tata cara penghitungannya.

Aturan turunan disiapkan, karena harus ada pengaturan lebih detail dan teknis tentang kebijakan PIT. Dengan demikian, sinergi antara Pemerintah Pusat dengan Daerah, pelaku usaha, nelayan, dan masyarakat perikanan bisa berjalan dengan baik.

Untuk bisa menerbitkan peraturan turunan, diperlukan masukan dari para pemangku kepentingan terkait agar kebijakan PIT bisa memberikan dampak dan manfaat bagi masyarakat. Cara tersebut, diyakini bisa membuat PIT bisa memperbaiki pengelolaan perikanan di Indonesia.

baca juga : Pungutan Hasil Tangkapan untuk Nelayan Sangat Memberatkan?

 

Ikan cakalang yang baru diturunkan di Pelabuhan Pendaratan Ikan Dufa-dufa, Kota Ternate, Maluku Utara. Foto : Mahmud Ichi/Mongabay Indonesia

 

Sebelumnya, KKP mulai menerapkan kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota dengan fokus untuk mengawal penerapan penerimaan Negara bukan pajak (PNBP) pascaproduksi yang dimulai pada April mendatang di tujuh pelabuhan perikanan (PP) utama.

Ketujuh pelabuhan itu adalah Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Merauke di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan; Pelabuhan Perikanan (PP) Poumako, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah; dan PPN Tual, Kota Tual, Provinsi Maluku.

Kemudian, ada juga PPN Ambon, Kota Ambon, Provinsi Maluku; Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Bitung, Kota Bitung, Provinsi Sulawesi Utara; PP Tual, Tual, Maluku; dan PP Benjina, Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku.

Dua pelabuhan yang disebutkan terakhir, oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trengono disebutkan sebagai pelabuhan yang dimiliki dan dikelola oleh swasta. Sementara, lima pelabuhan lain dimiliki dan dikelola langsung oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Selain tujuh pelabuhan utama, ada juga 11 pelabuhan penyangga yang ditunjuk untuk menerapkan kebijakan PNBP pascaproduksi. Menurut dia, pelabuhan penyangga akan berperan sangat penting untuk mempermudah kapal perikanan melaksanakan kegiatan penangkapan ikan. Semua pelabuhan utama dan penyangga tersebut masuk dalam zona 3.

baca juga : Memberatkan, Nelayan Malut Protes Acuan Harga Ikan

 

Nelayan tradisional sedang menangkap ikan. Foto : shutterstock

 

Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP M Zaini Hanafi menerangkan, penerapan PNBP pascaproduksi juga dilakukan untuk kepentingan nelayan. Itu kenapa, KKP kemudian menerbitkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2023 tentang Harga Acuan Ikan.

Aturan yang terbit pada 20 Januari 2023 itu, hadir untuk mengakomodir semua kepentingan masyarakat nelayan dan pelaku usaha perikanan. Dia berharap, harga acuan ikan yang baru bisa memberikan rasa keadilan bagi semua pihak yang berkepentingan.

PNBP pascaproduksi sendiri akan dilakukan dengan mempertimbangkan hasil produksi berupa tangkapan ikan yang dikumpulkan oleh kapal perikanan yang sudah mendapatkan perizinan khusus. Diharapkan, cara tersebut bisa menghilangkan perilaku tidak terpuji para pemilik kapal perikanan.

Perilaku tidak terpuji yang dimaksud, adalah kebiasaan perilaku para pemilik kapal yang tidak mengungkap secara jujur tentang hasil tangkapan produk perikanan mereka. Hal itu bisa terjadi, karena sistem PNBP masih memberlakukan praproduksi.

PNBP Pascaproduksi diatur dalam PP No.85 Tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang Berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan. Untuk melaksanakan pungutan, sejumlah peraturan turunan diterbitkan, salah satunya Kepmen KP No.21/2023.

 

Exit mobile version