Mongabay.co.id

Gulai Pisang Muda, Makanan Khas Bengkulu Pelengkap Buka Puasa

 

 

Di Bengkulu, ada makanan khas yang jarang didapatkan di warung atau rumah makan. Kuliner ini adalah gulai pisang muda.

Gunawan [64] menjelaskan, gulai ini biasa saja proses memasaknya. Begitu juga bumbunya, menggunakan ketumbar, jintan, cabai merah, serai, jahe, lengkuas, santan kelapa, kunyit, bawang merah dan bawang putih. Dicampur bunga kecombrang.

“Hal spesial masakan ini adalah bahannya pisang muda. Biasanya dihidangkan saat bulan puasa atau ketika hajatan,” kata lelaki dari Suku Rejang, Bengkulu ini pada Rabu (5/4/2023).

Pisang yang digulai merupakan pisang kepok muda. Alasannya, daging buah ini lebih enak rasanya. Rempah lebih meresap. Gulai ini sudah ada sejak lama, resep dan bahannya menyesuaikan kondisi zaman.

“Dugaan saya, karena orang Suku Rejang mayoritas petani, jadi mereka memasak apa saja yang mudah ditemukan di kebun.”

Menurut Gunawan, dulu bukan pisang kepok atau pisang jantan yang digunakan, tetapi pisang liar yang disebut masyarakat pisang imbo. Pisang ini banyak tumbuh di lereng-lereng bukit di wilayah Rejang.

Suku Rejang umumnya hidup di lanskap pegunungan Bukit Barisan, tepatnya di wilayah Kabupaten Rejang dan Rejang Lebong.

“Saat ini, beragam jenis pisang ditanam di kebun warga. Masyarakat mencoba pisang yang kita kenal, namun yang enak di lidah itu pisang kepok,” ujarnya.

Baca: Pisang, Antara Varietas dan Manfaat yang Kita Lupakan

 

Pisang muda yang masih di pohon. Foto: Pixabay/Squirrel_photos/Public Domain

 

Surga pisang liar

Lulut Dwi Sulistyawati, peneliti BRIN, lereng-lereng barat pegunungan Bukit Barisan yang membentang dari Aceh hingga Lampung merupakan surga pisang liar yang memiliki nama ilmiah Musa salaccensis.

Sebutan nama pisang liar ini beragam. Masyarakat Minangkabau mengenalnya dengan pisang monyet dan pisang karok, sementara di Mandailing sebutannya pisang sitata. Pisang ini juga ditemukan di Jawa Barat, masyarakat Sunda menyebutnya cau kole.

Tak hanya itu, Pulau Sumatera juga rumah bagi pisang liar Musa acuminata. Jenis ini mempunyai beberapa nama lokal, antara lain pisang cici alas [Jawa], pisang rimbo [Minangkabau], pisang harangan [Batak], nuka nuibo [Kaili], dan unti darek [Bugis].

“Pisang ini tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian 1.800 m dpl, juga tumbuh di hutan sekunder,” terang peneliti.

Selain itu, ada juga pisang Musa balbisiana atau pisang batu, maupun disebut pisang biji alias pisang klutuk.

“Jenis ini secara luas ditanam di kebun-kebun Indonesia,” jelasnya.

Selain Sumatera, beberapa daerah lain juga surga pisang liar adalah Kalimantan, tempatnya  pisang liar Musa borneensis. Daerah Halmahera, Maluku sampai ke Papua bagian utara merupakan tempatnya Musa celebica.

Baca: Pisang Muli yang Masih Kalah Saing dengan Varietas Lain

 

Potensi pisang di Indonesia berlimpah, harus bisa dimanfaatkan dengan baik. Foto: Pixabay/Elosoblues/Public Domain

 

Riwayat pisang kepok

Yuyu Suryasari Poerba dkk, dalam bukunya Katalog Pisang, Koleksi Kebun Plasma Nutfah Pisang Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia menjelaskan, pisang kepok bukanlah pisang liar. Jenis ini merupakan pisang budidaya hasil persilangan pisang liar Musa acuminata dan Musa balbisiana.

Royal Botanic Garden KEW mencatat Musa acuminata merupakan leluhur liar dari pisang yang dibudidayakan. Domestikasi ribuan tahun telah menghasilkan buah lezat yang dapat dimakan yang dikonsumsi oleh jutaan orang di seluruh dunia. Varietas kuningnya dikenal sebagai Cavendish.

Begitu juga Musa balbisiana, adalah salah satu nenek moyang liar dari pisang yang dibudidayakan. Pisang ini merupakan nenek moyang pisang raja yang terkenal bertepung dan kurang manis dibandingkan pisang pencuci mulut yang sebagian besar dibiakkan dari Musa acuminata.

Adapun perbedaan pisang liar dan pisang budidaya adalah spesies liar mengandung biji, sedangkan pisang yang dibudidayakan hampir selalu tanpa biji [parthenocarpic]. Pisang budidaya diperbanyakan secara vegetatif atau melalui umbi.

Inilah sebabnya, pisang budidaya kekurangan keragaman genetik dan rentan terhadap hama penyakit.

 

Exit mobile version