Mongabay.co.id

Belajar dari Bencana di Pulau Serasan Natuna, Waspadai Longsor Susulan

 

 

 

 

Bencana longsor di Pulau Serasan,  Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, awal Maret lalu menyebabkan sekitar 50 orang lebih tertimbun dan meninggal dunia.  Sosialisasi kebencanaan termasuk soal longsor ini penting. Masyarakat banyak belum memahami tanda-tanda longsor susulan bakal terjadi.

Dalam tragedi itu, setidaknya 54 orang dan ratusan rumah tertimbun tanah longsor. Sebanyak 50 korban berhasil dievakuasi dalam kondisi tewas,  empat orang tidak ditemukan hingga kini.

Hujan lebat berturut-turut selama dua pekan pada Maret lalu menyebabkan tanah di lereng bukit tak kuat dan terjadi tanah longsor.

Kalangan akademisi dan aktivis lingkungan mendesak pemerintah tak hanya mengkategorikan bencana alam dan non alam tetapi bencana iklim, terutama di pulau-pulau kecil.

Hari itu, setelah longsor pertama dan kedua, warga berbondong-bondong membersihkan jalan. Saat bersamaan longsor besar susulan terjadi. Warga yang bergotong-royong jadi korban.

“Pencarian korban sudah dihentikan, keluarga korban yang tidak ditemukan sudah mengikhlaskan,” kata Hasbi, Kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kepulauan Riau (Kepri), 21 Maret 2023.

Dia mengatakan, dilihat dari korban longsor di Pulau Serasan, Natuna itu merupakan bencana paling parah sejak ada Kepri.

 

 

Penyebab?

Selain curah hujan tinggi selama 12 hari berturut-turut, kata Hasbi, ada dugaan longsor karena hutan besar di lereng bukit sudah ditebang. “Memang kita melihat hutan besar di lereng bukit terjadi penebangan, itu masih dari kacamata awam kami,” katanya.

Padahal,  pohon-pohon besar di lereng itu berfungsi menahan erosi. Apalagi, di Pulau Serasan sangat curam.

Dalam waktu dekat, BPBD akan menganalisa penyebab longsor ini terjadi. “Ada juga kemungkinan akibat tanah yang rapuh, kita akan minta dari ahli geologi meneliti struktur tanahnya,” kata Hasbi.

Saat ini,  orang membicarakan bencana seperti sakit gigi, terjadi dulu baru cari obat. Padahal, katanya,  Presiden Joko Widodo sudah mengingatkan untuk lakukan pencegahan.

Hasbi berharap,  pemerintah kabupaten dan kota sosialisasi mitigasi bencana di daerah masing-masing. “Kita sudah komunikasi kepada OPD (organisasi perangkat daerah)  agar siap siaga bencana, penyakitnya itu tadi, bencana dianggap seperti sakit gigi.”

BPBD Kepri,  katanya, selalu sosialisasi kebencanaan tetapi kebanyakan di media sosial karena keterbatasan anggaran.

Wahyu Wilopo,  dosen Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada (UGM) mengatakan, hasil pengamatan bukit di Serasan merupakan jenis batuan beku dalam (plutonik). Plutonik sebenarnya batuan yang terkenal lebih kuat dibandingkan jenis lain.

Dia duga terjadi pelapukan intensif pada batuan itu karena usia. Pelapukan batuan itu, katanya,  membentuk tanah tebal di permukaan bukit. “Karena pelapukan di atas dan terjal, ketika hujan curah tinggi dalam waktu lama. Itu membuat tanah jadi jenuh dan mengakibatkan longsor,” kata Wahyu.

Dia bilang, tipikal longsor di lereng curam seperti ini sangat mematikan di Indonesia. Tinggi lereng bukit Serasan diperkirakan 40 meter. Longsor pun terjadi dengan kecepatan dan jangkauan besar hingga ke permukiman.

 

Baca juga: Longsor di Pulau Serasan Natuna, Lebih 50 Orang Tertimbun

Menteri Sosial saat sampai di Natuna bertemu dengan korban longsor. Foto dokumen warga

 

Waspada

Menurut Wahyu, longsor kecil merupakan tanda akan terjadi longsor susulan. Seharusnya,  warga menghindari lokasi longsor. “Saya selalu sosialisasi dimana-mana kalau gotong royong bencana longsor jangan tergesa-gesa, pastikan dulu kondisi aman. Seharusnya warga menjauh dari longsor pertama itu,” katanya.

Ketika terjadi longsor pertama, kata Wahyu, masyarakat bisa memeriksa di tempat sumber longsor ada tidak atau tidak tanda akan terjadi longsor susulan.

“Kalau masih ada retakan, setop, kita harus out, itu tidak bisa dilakukan apa-apa termasuk gotong royong,” kata Wahyu.

Wahyu mengatakan, longsor parah yang terjadi di Indonesia banyak seperti itu, korban meninggal dunia karena longsor susulan dan korban sedang bergotong royong. Seperti di terjadi di Brebes Jawa Tengah, di Bandung, longsor di Pulonprogo, dan lain-lain.

“Longsor di Bandung, kapolsek ikut jadi korban, karena gotong royong seperti di Serasan Natuna. Sekali lagi,  kita harus pastikan dulu, jangan sampai niat menolong, akhirnya kita yang ditolong. Ini pelajaran bersama, kita perlu sosialisasi lebih masif,” katanya.

Secara logika,  longsor kecil di awal itu bisa jadi penyangga tanah yang di atas, tetapi kemudian warga membersihkan dengan gotong royong. “Padahal, paling bawah itu ganjel, itu dilepas maka turun lagi (tanah),” katanya.

Wahyu mengatakan, ketidakpahaman warga terutama warga pulau kecil seperti di Serasan Natuna membuat banyak korban berjatuhan. Kalau sosialisasi ini sampai ke masyarakat, katanya,  dampak korban jiwa dan kerugian juga bisa diminimalisir.

Kekurang pahaman warga soal kebencanaan juga bisa dilihat dari kesalahan pemahaman soal pohon di lereng bukit. Banyak warga menganggap pohon rindang di lereng bukit pertanda bukit kuat dan tak akan longsor.

Padahal,  ada jenis pohon tertentu yang cocok dan tidak untuk ditanam di lereng bukit. Pohon, katanya,  memiliki akar serabut dan batang berat dihindari ditanam di lereng bukit. Sedangkan jenis yang berguna untuk menahan longsor adalah pohon dengan akar tunggang.

Parid Ridwanuddin, Manajer kampanye Pesisir dan Laut Eksekutif Nasional Walhi mengatakan, bencana iklim seperti di Serasan Natuna jadi ancaman bagi pulau-pulau kecil dan pesisir Indonesia.

Bencana iklim,  katanya, bukanlah bencana alam, tetapi bencana karena ulah manusia. Tak hanya longsor, bencana iklim lain juga mengganggu masyarakat pesisir, seperti gelombang tinggi, angin badai, hujan ekstrem, hingga kenaikan permukaan air laut.

Meskipun pulau-pulau kecil sangat rentan terdampak bencana iklim dibandingkan pulau besar, tetapi pemerintah sampai saat ini tidak memiliki peta jalan perlindungan pulau-pulau kecil dari bencana iklim. “Yang ada pemerintah umbar izin tambang, perkebunan skala besar di pulau-pulau kecil, ini bahaya besar,” kata Parid.

 

Longsor di Pulau Serasan, Natuna. Jarak jauh hingga evakuasi dan bantuan terkendala. Foto: BNPB

 

 

********

Exit mobile version