Mongabay.co.id

E Kasoghi, Kelola Wisata Sekaligus Jaga Hutan Mangrove Madura

 

 

 

 

Empat remaja perempuan duduk bercengkerama dan tertawa lepas di pesisir Pantai E Kasoghi, Madura di gazebo persis di bibir pantai. Desir angin laut menerpa tubuh. Laut tenang tak berombak.

Di pantai itu ada beberapa gazebo. Ada jembatan bambu melengkung yang menghubungkan kedua sisi pantai itu. Bila malam, ia terlihat seperti bulan sabit sedang telungkup. Saat terang bermandikan sinar lampu.

Di bagian sisi kanan dan kiri jembatan itu terdapat rimbunan pohon mangrove yang terdiri dari berbagai jenis.

“Tempatnya bagus untuk foto-foto,” kata Uun Diana Putri, satu dari empat remaja perempuan itu.

Mereka sudah berkali-kali ke tempat itu bila libur sekolah, untuk sekadar bercengkerama dengan teman-temannya. Tempat yang asri untuk mengobrol ringan.

Siang itu, mereka sudah sejak pagi berada di tempat itu untuk menikmati pantai yang dikelilingi hutan mangrove.

Penggagas tempat wisata pantai itu adalah Fatlillah. Dia akrab dipanggil Fadel. Nama akun media sosial Fadel Abu Aufa.

Tahun 2018, dia dan teman-teman selaku pelaku wisata mencari pantai yang dekat daerah Kota Sumenep. Setelah  survei, tempat yang cocok di Desa Tanjung, Kecamatan Saronggi, Sumenep. Dia mulai menjadi pemilik tanah itu.

 

Pembibitan mangrove yang dilakukan secara swadaya.Foto: Moh. Tamimi/Mongabay Indonesia

 

Dia mulai mencari orang yang mau membangun gazebo di pantai yang penuh rimbunan mangrove itu. Pertengahan 2020,  pantai itu sudah resmi dibuka dengan tiket Rp10.000 per orang.

Dia beri nama “e Kasoghi.  Ia merupakan akronim dari Kecamatan Saronggi, berarti pantai itu terletak di Kecamatan Saronggi.

“Karena waktu itu pandemi, buka tutup, buka tutup, karena pernah di-lockdown.”

Fadel juga merawat hutan mangrove di sana. Dia mengidentifikasi jenis-jenis mangrove di pantai itu sebagai bahan pendidikan para pengunjung dan masyarakat.

“Terawal sudah pernah saya identifikasi, sudah pernah saya upload di Youtube.”

Apa yang dilakukan oleh laki-laki asal Desa Kebun Dadap Timur, Saronggi, itu tidaklah sia-sia. Kini, pihak desa sudah mendukung kegiatannya itu.

Selain jadi tempat wisata, pantai itu juga tempat belajar anak-anak sekolah tentang alam, terutama hutan mangrove. Juga ada beberapa universitas seperti Universitas Trunojoyo Madura (UTM) dan Institut Pertanian Bogor (IPB) yang melakukan penelitian di sana, baik tentang pariwisata maupun hutan mangrovenya.

Identifikasi mangrove oleh Fadel antara lain adalah jenis-jenis mangrove dan nama lokalnya, semisal, parapat adalah nama lokal dari Sonneratia alba, belengngen nama lokal dari Excoecaria agallocha. Juga, Cekron  nama lokal dari Acanthus, dudhuk nama lokal untuk Lumnitsera rosemusa dan pe apeh merupakan nama lokal dari Avicennia marina.

Fadel juga berusaha membibitkan mangrove secara swadaya dan beberapa kali penanaman baik mandiri maupun dengan komunitas atau organisasi.

 

Obyek wisata E Kasoghi, menjaga hutan mangrove sekitar, yang sekaligus jadi daya tarik wisata. Foto: Moh Tamimi/ Mongabay Indonesia

 

Sumaryanto, Ketua Organization for Industrial, Spritual and Cultural Advancement (OISCA) Madura, sering menanam mangrove dan beberapa jenis pohon lain dengan siswa, baik sekolah dasar maupun menengah.

Sudah ada tiga sekolah dia bawa ke E Kasogi, yakni, SMP 4 Kebun Dadap Timur, SMA Batuan, SDN Pangarangan 1.

“Itu senang sekali anak-anak, bisa berwisata sambil belajar,” kata Sumaryanto.

Dia bilang, anak-anak tidak belajar spesifik tentang berbagai jenis mangrove, mereka hanya belajar menanam mangrove dengan benar.

“Kalau menanam dengan anak-anak itu tertib, jaraknya, pakai tajir, cara menalinya.”

 

Jembatan bambu yang menghubungkan dua sisi pantai dengan hutan mangrovenya. Foto: Moh. Tamimi/Mongabay Indonesia

 

Sumaryanto akan menceritakan berbagai hal dengan anak-anak terkait mangrove.  Sebagian dari mereka kadang bertanya tentang beberapa hal di sekitar, semisal “mengapa ada tumbuhan di laut dan ada yang di darat?”

Dia pun usulkan pengelola E Kasoghi memberikan keterangan setiap jenis mangrove supaya pengunjung bisa membacanya. Terlebihm pengunjung yang antusias mengetahui, seperti siswa-siswa pelajar sekolah.

“Sekaligus orang berkunjung itu bisa belajar.”

Endang Triwahyurini, Ketua Kelompok Peduli Mangrove Madura, mengatakan, tutupan mangrove punya daya tarik sendiri untuk jadi tempat penelitian. Beberapa mahasiswa Endang di Universitas Islam Madura akan meneliti mangrove di E Kasoghi.

“Tempat-tempat mangrove yang dikelola menjadi wisata itu memang menarik untuk tempat riset,”

Bagi Endang, pengelola juga perlu mempertimbangkan pemandu wisata yang bisa menjelaskan tentang mangrove bila suatu ketika ada yang perlu terutama ketika yang datang berkunjung dari instansi pendidikan.

 

Fatlillah, penggagas dan pengelola obyek wisata E Kasoghi. Foto: Moh. Tamimi/Mongabay Indonesia

 

********

 

Exit mobile version