Mongabay.co.id

Rinwiningsih, Penggerak Sekolah Bijak Kelola Sampah dan Mandiri Pangan

 

 

 

 

Ruang kerja Rinwiningsih,  tak seperti kebanyakan. Di dalam ruangan itu tak hanya ada dokumen atau buku-buku juga bermacam kerajinan tangan semua dari sampah plastik dan limbah rumah tangga. Dinding kantor yang menyatu dengan mesjid di lantai atas juga banyak beragam  kerajinan tangan.

Rinwiningsih, Ketua Yayasan Ulil Albab Alja’fariyah.  Yayasan ini menaungi Lembaga Pendidikan Ibnu Al Mubarok dengan tiga jenjang pendidikan: raudhatul athfal, madrasah ibtidaiyah dan madrasah tsanawiyah. Sekolah setara taman kanak-kanak, sekolah dasar dan menengah pertama itu terletak di Kelurahan Rumbai Bukit, Kecamatan Rumbai Barat, Pekanbaru, Riau.

Rinwiningsih bergelut dengan sampah ketika limbah itu tak terangkut oleh dinas terkait. Pangkal masalahnya negosiasi besaran retribusi tak capai kesepakatan. Dia pun pilah olah sampah sendiri dengan menggerakkan guru, tenaga pendidik dan ratusan siswa sekolah.

Gerakan ini sekaligus jadi program pendidikan life skill dan enterprenuer dengan  fokus pada pengelolaan dan penyelamatan lingkungan.

Berangkat dari kondisi itu, Ibnu Al Mubarok mulai menerapkan pembatasan plastik sekali pakai, memilah dan memanfaatkan sampah jadi barang berguna dan bernilai.

Tepat satu tahun dua bulan, sejak kegiatan itu berjalan, sekolah ini jadi terkenal. Banyak pihak dan organisasi—pemerintah maupun swasta—berkunjung hendak melihat langsung aksi nyata itu.

“Kami bukan sekadar memungut sampah. Ini (sekolah) juga tempat edukasi dan sosialisasi masyarakat. Meski berawal hanya untuk program sekolah,” kata Rinwiningsih, akhir Februari lalu.

 

Rumah pupuk lindi Lembaga Pendidkan Ibnu Al Mubarok . Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

Dwi Annisa Hasbi, Wali Kelas I MI Ibnu Al Mubarok, turut antusias dengan kepedulian sekolah terhadap penyelamatan lingkungan.

Menurut dia tidak banyak sekolah melakukan ini. Dia dan para guru juga selalu menyelipkan tema-tema peduli lingkungan tiap mata pelajaran pada murid.

PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) pun tertarik dengan program Ibnu Al Mubarok. Lewat program tanggung jawab sosial dan lingkungan, perusahaan operator pengelolaan minyak dan gas di wilayah kerja Rokan, ini turut membangun bank sampah seluas 30 meter.

Bangunan persegi empat ini pun menjelma jadi Bank Sampah Agrowisata Ibnu Al Mubarok: pusat kegiatan sekolah menuju bebas sampah.

“Bila diterapkan dengan konsisten, dapat mengubah pola pikir dan perilaku. Dari sampah yang awalnya dianggap sumber penyakit, menjadi ‘harta karun’ sumber penghasilan,” ungkap Winda Damelia, Senior Analyst Social Performance PHR WK Rokan, lewat keterangan tertulis, 5 April 2023.

Jeni Wardi, Ketua Program Studi Magister Manajemen Pasca Sarjana Universitas Lancang Kuning, mengatakan, Bank Sampah Ibnu Al Mubarok lebih maju dari mitra mereka yang lain. Hal ini buah pendampingan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) kampus almamater kuning di Pekanbaru itu.

“Rinwiningsih dan sekolahnya sangat luar biasa dalam mengelola sampah. Dia terus bergerak dan berinovasi. Banyak sekali pengembangan,” kata Jeni.

Jeni juga mantan Ketua LPPM Universitas Lancang kuning. Kemitraan dengan Ibnu Al Mubarok mulai pada masanya dan terus terlibat hingga kini.  LPPM membantu dalam tiga aspek: aset, pengembangan kapasitas, pengawasan dan evaluasi. Utamanya, penguatan kelembagaan guna manajemen bank sampah.

“Ini juga bentuk tri dharma perguruan tinggi. Salah satunya pengabdian di masyarakat. Dengan bank sampah, tentu lingkungan lebih bersih dan masyarakat juga mendapatkan penghasilan. Kemudian ada pemberdayaan ekonomi serta kepedulian terhadap perubahan iklim,” kata Jeni.

 

 

Di Ibnu Al Mubarok, tidak ada tempat sampah. Daun kering gugur dari atas pohon dikumpulkan di bawah batang yang dibuat kotak permanen. Ia otomatis jadi pupuk kompos. Selain itu, para murid dilarang bawa makanan dan minuman kemasan sekali pakai. Bekal konsumsi dari rumah harus disaji dalam tumbler. Kantin sekolah—kantin kejujuran—juga dilarang menjual jajanan yang memproduksi limbah sulit terurai itu.

Tiap minggu ada aksi bersih. Semua orang di sekolah memungut sampah dan memasukkan dalam botol minuman plastik ukuran 1.500 ml hingga padat. Lalu ditimbang di bank sampah dan dicatat dalam buku tabungan masing-masing. Uangnya buat bayar sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) termasuk keperluan sekolah lain. Ia meringankan ekonomi orang tua murid.

Rinwiningsih bilang, produksi sampah tidak bisa dihindari tetapi edukasi adalah pembiasaan.

Sampah dalam botol kemasan atau ecobrick, itu disusun pada lubang bagian dinding bank sampah dan jadi meja dan kursi bulat yang dirangkai dengan kawat. Sebagian lagi untuk mengisi kerangka besi gapura depan bank sampah. Kreativitas ini, katanya,  turut menyuguhkan seni bangunan ramah lingkungan dan hemat material.

Dari sampah pula, Rinwiningsih buat rumah jahit. Memberdayakan perempuan sekitar termasuk yayasan disabilitas, merajut potongan-potongan kain perca jadi baju, tas, dompet hingga berbagai kerajinan tangan lain. Hasilnya,  mereka jual kembali dengan harga terjangkau.

Rinwiningsih juga produksi pupuk lindi dari limbah rumah tangga. Bahan dasar dari sisa makanan dan potongan sayuran. Dia bikin wadah pengurai limbah organik berupa ember dua tingkat. Bagian atas diberi lobang-lobang kecil untuk menyaring cairan yang diurai oleh mikroba, setelah beberapa hari. Alat produksi ini telah didaftarkan sebagai Hak Kekayaan Intelektual (Haki). Ada stiker cara penggunaan ember dan buat pupuknya.

Untuk memastikan efektivitasnya, juga menggandeng UPT Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (UPT-PSMB) Pekanbaru, melakukan uji laboratorium guna mengetahui kandungan pupuk memenuhi syarat sabagai pupuk cair. Uji lapangan dilakukan. Pupuk cair teraplikasi di tanaman sayur dan buah-buahan di pondok pesantren dengan lahan seluas dua hektar .

Bak rantai makanan, pupuk lindu produksi Ibnu Al Mubarok dimanfaatkan buat menyuburkan tanaman jagung, semangka, pepaya, sayur mayur dan ragam holtikultura yang terhampar di areal sekolah. Termasuk pohon-pohon buah yang tumbuh rindang. Ibnu Al Mubarok memiliki luas lahan lebih kurang 11,5 hektare. Separuhnya dimanfaatkan untuk lahan mandiri pangan guna memenuhi operasional sekolah.

Praktis tanah pertanian sekolah ini tidak terpapar sedikitpun oleh pupuk kimia. Hanya ada satu masalah, hama kutu putih. Saat ini, mereka coba atasi dengan pupuk organik hasil fermentasi irisan batang pisang. Ia sudah berhasil uji coba pada tanaman cabai rawit. “Mengubah yang tidak berguna menjadi sesuatu menghasilkan dan berdaya sekaligus membersihkan sampah,” kata Rinwiningsih.

 

Rinwiningsih saat sosialisasi dan edukasi peduli lingkungan pada orangtua murid. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

Orang luar bahkan pejabat yang mengetahui pupuk lindi produksi Ibnu Al Mubarak mulai memesan. Rinwiningsih belum berani menyediakan permintaan itu karena keterbatasan produksi. Satu minggu, paling dapat tiga botol ukuran 600 ml pupuk cair. Dia tengah merancang produksi skala besar.

Sambil menyelam minum air, Rinwiningsih juga rutin datang ke tempat arisan atau pengajian, sembari edukasi dan sosialisasi lingkungan bebas sampah. Audiensnya kebanyakan perempuan.

Dari sini, terjalin kerja sama saling menguntungkan antara masyarakat dan sekolah. Tidak hanya produsen, Ibnu Al Mubarok pun berperan sebagai penampung hasil olahan masyarakat.

Masyarakat diperkenankan menjual sampah ke Bank Sampah Ibnu Al Mubarok. Termasuk pupuk lindi yang sudah dihasilkan di rumah tangga sendiri berkat berbagi pengetahuan yang disalurkan Rinwiningsih.

Di RW setempat, produksi pupuk ramah lingkungan ini bahkan jadi pilot proyek bagi petani sekitar.

“Kurang satu bulan, masyarakat berbondong ke sekolah mengakui manfaatnya. Terutama petani cabai sekitar sekolah. Petani bahkan sampai kekurangan pupuk dan beli di sini,” ungkap Rinwiningsih.

Marli Rofiana, sudah merasakan manfaat hasil pembuatan pupuk lindi secara mandiri di rumah. Ibu dari seorang murid kelas IV di Ibnu Al Mubarok, ini memiliki 13 botol ukuran 1.500 ml pupuk lindi, sejak enam bulan praktik. Dia sirami tanaman pot di rumah dengan pupuk dari olahan ampas dapur itu.

“Bunga mawar yang layu dan hampir mati segar kembali. Hama kutu putih pada tanaman cabai rawit juga ampuh dengan pupuk itu.”

Di luar urusan pendidikan dan belajar mengajar, Rinwiningsih benar-benar menjadikan Ibnu Al Mubarok percontohan dalam praktik kehidupan ramah lingkungan.

Selain urusan sampah yang berubah jadi kerajinan tangan dan kompos, dia perlahan membentuk sistem pertanian terpadu untuk menopang keberlangsungan sekolah.

 

Sekolah Ibu Al Mubarok, menerapkan pertanian terpadu untuk menopang keperluan sekolah. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

Pada areal kosong dibuat rumah ternak magot untuk pakan ayam. Ada pula kolam azolla untuk makanan ternak lele.

Mereka baru bikin skala kecil hingga belum bisa memenuhi permintaan skala besar. Magot, misal, sudah dipesan satu ton per bulan, produksi baru mencapai 700 kilogram.

Inovasi lain, Ibnu Al Mubarok mulai menghasilkan eco enzyme. Terbaru, sekolah ini juga memproduksi briket dari sampah organik seperti daun kering, ranting dan batang pohon tua. Mengingat harga gas makin melambung bahkan terkadang susah diperoleh.

Kalau berhasil ia akan jadi energi terbarukan. Setidaknya,  untuk memenuhi pasokan bahan bakar buat konsumsi sekolah. “Intinya bergerak mewujudkan sekolah mandiri dengan bijak kelola sampah,” kata Rinwiningsih.

Politeknik Caltex Riau (PCR) pun kepincut dengan aksi Rinwiningsih di sekolahnya. Retno Tri Wahyuni, dosen di sana mengatakan,  berencana menerapkan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan untuk mendukung inovasi itu. Termasuk membantu pemasaran digital dan pendampingan penyusunan laporan keuangan. Ia bagian dari program kampus merdeka.

Rinwiningsih bermimpi tiap sekolah dan perguruan tinggi, peduli dan mau sosialisasi gerakan peduli sampah pada masyarakat. Dengan begitu, dia yakin pada 2025 masalah sampah sudah teratasi. Setidaknya minimal 50% sampah tidak diangkut lagi ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

“Bagaimana pemangku kebijakan mengharuskan tiap sekolah punya program bebas sampah? Tidak cukup tulisan besar: Dilarang Buang Sampah.”

 

 

 

******

Exit mobile version