Mongabay.co.id

Menguatkan Tata Kelola Perikanan Skala Kecil Menuju Produk Keberlanjutan di Sulsel

 

Salah satu masalah utama perikanan skala kecil di Indonesia adalah masalah ketertelusuran (traceability). Masih banyak nelayan kecil yang tidak terdaftar dan tidak melaporkan hasil tangkapan ikan. Di sisi lain, pendataan ikan pun masih kurang, dikarenakan kondisi geografis yang jauh dan terpencil.

Tangkapan yang tidak terlapor, -ditambah dengan nelayan yang tidak memiliki buku kapal atau pas kecil, menyebabkan hasil tangkapan dapat dianggap sebagai Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing.

“Kapal yang tidak terlapor, ditambah stereotype bahwa nelayan kecil menggunakan alat tangkap tidak ramah lingkungan dan tangkapan stok yang menurun, maka perlu dibangun kembali branding kakap kerapu Indonesia,” sebut Irham Rapi, Fishery Co-Management Coordinator dari Sustainable Fisheries Partnership Foundation (SFPF) dalam diskusi Hari Nelayan Nasional di Makassar (6/4/2023).

Ditambahkan Irham, perlu program yang mendorong perbaikan dan potensi nelayan, misalnya bagaimana memperbaiki cara tangkap, pendataan, pendaftaran nelayan kartu Kusuka, pas kecil, dan buku kapal.

Lokasi program ini, sebutnya akan meliputi Wilayah Perairan Perikanan (WPP) 713 yang meliputi Laut Flores dan Selat Makassar. Tata kelola perikanan skala kecil yang berkelanjutan saat ini sedang dilakukan SFPF di 4 provinsi yaitu Jawa Tengah, Bali, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Selatan.

 

Nelayan dengan hasil tangkapan ikan di sebuah pelabuhan di Bali. Setidaknya 85 persen nelayan di Indonesia merupakan nelayan skala kecil. Foto : Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

“Dari kebijakan pemerintah WPP 713 difokuskan bagi pengelolaan kakap kerapu skala kecil. Dokumen  rencana pengelolaan perikanan kakap kerapu di WPP 713 yang sementara sosialisasi dan dibahas oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).”

Khusus di Sulsel, program ini difokuskan untuk komoditas kakap kerapu, gurita, rajungan, serta ikan mahi-mahi. Adapun komoditas tangkapan kakap kerapu dilakukan di tiga kabupaten, yaitu Takalar, Makassar, dan Pangkajene Kepulauan (Pangkep).

Terdapat empat pulau yang menjadi sasaran program, yaitu Satangnga Takalar, Barrang Caddi dan Langkai Makassar, dan Sarappo Lompo di Pangkep. Sementara untuk daratan dilakukan di wilayah Galesong, Takalar. Untuk gurita dilaksanakan Kabupaten Kepulauan Selayar.

“Khusus di Sulsel semua nelayan kakap kerapu merupakan nelayan skala kecil. Dari sisi pasar, industri meminta produk yang ramah lingkungan, bisa tertelusur sampai ke sumber awal atau traceability,” ungkap Irham.

Selain pemerintah dan nelayan, program ini pun mendorong pihak industri untuk terlibat aktif dalam perbaikan pengelolaan kakap kerapu di Sulsel, termasuk dalam pemenuhan kebutuhan pasar.

 

Pedagang ikan di Pasar Tradisional Mardika Kota Ambon, Maluku. Ikan-ikan ini diambil dari para nelayan dari berbagai lokasi di wilayah Kota Ambon. Foto: Nurdin Tubaka/ Mongabay Indonesia

Baca juga: Masa Depan Perikanan Dunia adalah Nelayan Skala Kecil

 

Industri Perikanan yang Berkelanjutan

Sejak 2019, SFPF telah menandatangani Memorandum Saling Pengertian (MSP) dengan KKP untuk meningkatkan dan memperkuat pengelolaan perikanan yang berkelanjutan di Indonesia.

SFPF kembali menandatangani MSP dengan KKP pada tanggal 16 Februari 2023, yang berlaku hingga 2026. Kerjasama Rencana Kerja Tahunan (RKT) dilakukan bersama Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sulsel, 14 Maret 2023 silam.

“MSP ini berlaku selama 3 tahun dengan ruang lingkup peningkatan kapasitas nelayan kecil dalam rangka mendukung pengelolaan perikanan tangkap yang berkelanjutan, serta peningkatan akses pasar produk perikanan Indonesia yang berkelanjutan di dalam dan luar negeri.”

Di dalam implementasinya, SFPF akan memberikan pendampingan dan dukungan kepada Forum Komunikasi Nelayan Rajungan Nusantara di Kabupaten Maros dan Pangkep.

Program pengelolaan kolaboratif (co-management) perikanan kakap dan kerapu skala kecil akan melalui Komite Pengelolaan Perikanan Kakap-Kerapu, serta pengembangan jaringan nelayan kakap dan kerapu skala kecil.

Tujuan dari program ini adalah agar produk perikanan kakap, kerapu dan gurita skala kecil yang berkelanjutan untuk pasar di Amerika Utara dan Eropa.

Muhammad Ilyas, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan, mengapresiasi berbagai program SFPF di Sulsel dan dibutuhkan kolaborasi pentahelix agar implementasi program dapat dioptimalkan sehingga dapat mendukung pengelolaan perikanan yang berkelanjutan di WPP 713, khususnya di perairan Sulsel.

 

***

Suasana bongkar muatan ikan hasil tangkapan, di Pelabuhan Perikanan Sadeng, Gunung Kidul, Yogyakarta. Foto: Jay Fajar/Mongabay Indonesia

Exit mobile version