Mongabay.co.id

Mandar Gendang, Burung Langka Endemik Maluku Utara

 

 

 

 

Mandar gendang (Habroptila wallacii) atau orang Halmahera menyebutnya hetaka  adalah satu burung endemik Maluku Utara.  Sebelumnya,  jenis burung yang menempati lantai hutan ini teridentifikasi hanya ada di Pulau Halmahera. Lewat riset peneliti Amerika,   John Mittermeier dan Eden Cotte-Jones bersama tim pada 2012  di Pulau  Obi, Halmahera Selatan, mereka  melaporkan ada temuan burung ini juga di sana.

Akhirnya,  mandar gendang yang awalnya  disebut endemik Halmahera berubah menjadi endemik  Maluku Utara. Burung ini sempat jadi model pada perangko PT Pos Indonesia  pada 2012.

Burung  yang diklaim pertama kali ditemukan dan diamati zoologis Inggris, George Robert Gray pada 1860  ini tak bisa terbang. Pada 1950, G.A.L. de Haan,  peneliti asal Belanda pernah mempublikasikan secara ilmiah perjumpaan dengan mandar gendang.

Di Halmahera,  burung ini  ada di enam lokasi  yang pernah tercatat kehadirannya, yakni di Sondo-sondo, Pasir Putih  (Halmahera Timur), Tewe (Halmahera Barat), Fanaha  (Tidore Kepulauan), Weda (Halmahera Tengah) dan   Gane (Halmahera Selatan).

Burung berjuluk invisible rail atau tak terlihat ini karena sulit sekali melihat dan mengabadikannya.

Dari ciri utama, burung ini  bermata dan tungkai kaki merah serta paruh panjang.  Ia pemalu dan hidup di daerah payau atau rawa sagu.

De Haan dalam laporannya menyebutkan,  di habitat asli mandar gendang bersuara seperti tifa, alat musik pukul di Maluku dan Maluku Utara.   Burung  ini memiliki  ukuran panjang antara 33-40 cm. Jantan dan betina mempunyai bulu serupa yakni abu-abu gelap dengan sayap dan ekor berwarna coklat gelap. Bagian kulit yang tidak berbulu berwarna merah. Sedangkan kulit pada kaki berwarna oranye kemerahan.

Bas van Ballen, pakar burung Indonesia asal Belanda, dalam penelitiannya menyebutkan, jenis mandar secara umum sangat sensitif kehadiran manusia. Ia lebih memilih bersembunyi di balik hutan ketimbang menunjukkan diri.

 

Mandar gendang yang berhasil diabadikan gambarnya oleh Akhmad David di Resort Ake Jawi Agustus 2019. Foto: dokumen Akhmad David

 

Jumlah  populasi mandar gendang   di alam tidak diketahui pasti.  BirdLife Internasional 2000, memperkirakan populasi berkisar 2.500 – 9.999 burung dewasa dengan tren populasi terus mengalami penurunan.

IUCN Redlist memasukkan mandar gendang  dalam status  konservasi vulnerable sejak 1994.

Ahmad David Kurnia Putra, pecinta dan pemerhati burung dari Taman Nasional Ake Tajawe Lolobata (TNAL)  bilang,  burung ini sangat sulit dijumpai.

Dia berhasil mendokumentasikan mandar gendang pada 2019.  “Saya berhasil mendokumentasikan burung ini  di hutan Taman Nasional Ake Tajawe Lolobata.  Beberapa bulan terakhir sering terdengar suara bahkan berjumpa dengan burung ini di Resort Ake Jawi Binagara Halmahera Timur,” kata Akhmad.

Dia bilang, hingga kini belum tahu angka pasti populasi mandar gendang karena belum ada identifikasi khusus burung ini.

 

Lahan gundul ini dulu adalah hutan bertutupan lebat. Kini botak karena jadi tambang nikel. Rumah mandar gendang terus menghilang? Foto: Christ Belseran/ Mongabay Indonesia

 

 

Akhmad bilang,  burung ini  menuju kepunahan  karena sering diburu dan  tempat  tinggal makin berkurang. Entah rusak atau beralihfungsi hingga habitat berkurang.

Tempat  berkembang  biak maupun sumber pakan terus menyusut. “Contoh  kakatua putih atau burung paruh bengkok,  butuh  pohon besar untuk bersarang,” kata penulis buku “Burung-burung Indah Maluku Utara” yang terbit 2021 ini.

Benny Aladin, Biodiversity Conservation Officer di Burung Indonesia  wilayah Maluku Utara mengatakan, sebaran mandar gendang   sedikit, karena jenis ini sangat bergantung tutupan hutan rawa tropis yang basah.

Ketidakmampuan terbang hingga satwa ini sangat waspada dengan predatornya termasuk sensitif  kehadiran manusia.

 

Mandar gendang yang berhasil diabadikan gambarnya oleh Akhmad David di Resort Ake Jawi Agustus 2019. Foto: Akhmad David

 

Penelitian Burung Indonesia pada 2019,  burung ini ditemukan di Halmahera Timur, di blok hutan Lolobata, TN Nasional  Ake Tajawe Lolobata.

Meski demikian, temuan burung ini tak banyak.  Ia ada di hutan Akejawi, hutan Tayawi,  dan hutan Tukur-tukur.

“Mandar  gendang ketergantungannya  sangat tinggi  dengan rawa dan lahan basah di hutan. Dia juga memiliki sensitivitas sangat tinggi. Segala jenis pembukaan hutan apapun bisa mengusir burung ini dari habitatnya,” kata Beny.

Burung ini, katanya,  dulu diberi nama drummer rail  karena  bisa bersuara mirip gendang ditabuh. Sekarang nama berganti invisible rail. “Berarti burung mandar yang tak terlihat karena memang sulit sekali melihat burung ini di alam,” katanya.

Habitat mandar gendang, kata Benny,  banyak di hutan rawa sagu.  Dia sarankan, kalau ada hutan rawa sagu di kampung-kampung dekat dengan hutan,   sebaiknya dijaga.  Besar kemungkinan, katanya, ada mandar gedang berkembang biak di  tempat itu.

 

 

 

********

 

Exit mobile version