Mongabay.co.id

Jual Kulit Harimau, Mantan Bupati Bener Meriah Divonis 18 Bulan Penjara

Barang bukti kulit harimau yang disita dari mantan Bupati Bener Meriah yang ditunjukkan di Polda Aceh pada 3 Juni 2022. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

 

Mantan Bupati Bener Meriah, Ahmadi, divonis 18 bulan penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Simpang Tiga Redelong, Kabupaten Bener Meriah, Aceh, pada Kamis [13/04/2023]. Ahmadi dinyatakan bersalah, melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya, dikarenakan melakukan jual beli kulit harimau sumatera.

“Menyatakan terdakwa, Ahmadi Bin Muhammad Ali, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana memperniagakan kulit, tubuh, atau bagian-bagian lain satwa dilindungi. Atau, mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia sebagaimana dakwaan pertama Penuntut Umum,” terang Majelis Hakim yang dipimpin Ahmad Nur Hidayat dengan anggota Muhammad Abdul Hakim Pasaribu dan Ricky Fadila.

Majelis Hakim juga menjatuhkan pidana denda sejumlah Rp100 juta dengan ketentuan, apabila tidak dibayar diganti dengan kurungan tiga bulan.

“Satu lembar kulit harimau sumatera beserta tulang belulangnya, dirampas untuk negara dan diserahkan ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Provinsi Aceh,” ujar Majelis Hakim dalam putusan yang dibacakan bergantian.

Vonis ini lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum yaitu 30 bulan penjara, dalam persidangan sebelumnya yang berlangsung Selasa [04/04/2023]. Ini dikarenakan terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 40 Ayat [2] Jo Pasal 21 Ayat [2] Huruf d UU No 5 Tahun 1990.

Baca: Harimau Sumatera Ditemukan Mati di Aceh Timur, Diduga Diracun

 

Barang bukti kulit harimau yang disita dari mantan Bupati Bener Meriah yang ditunjukkan di Polda Aceh pada 3 Juni 2022. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Banyak tantangan

Kepala Balai Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sumatera, Subhan kepada jurnalis mengatakan, meskipun vonis majelis hakim terlalu rendah, namun dirinya sangat lega. Saat awal kasus ini terungkap, banyak tantangan yang dihadapi.

“Harapan saya, hukuman ini memberikan efek jera. Terlebih, pelaku merupakan mantan pejabat publik yang juga pernah tersandung kasus pidana dan juga dipenjara,” jelasnya, baru-baru ini.

Tahun 2018, Ahmadi dihukum tiga tahun penjara karena kasus korupsi dana Otonomi Khusus [Otsus] Provinsi Aceh senilai satu miliar Rupiah. Uang tersebut dipakai untuk menyuap Gubernur Aceh yang saat itu dijabat Irwandi Yusuf.

Baca: Jual Kulit Harimau, Mantan Bupati Bener Meriah Ditetapkan Sebagai Tersangka

 

Kulit harimau ini merupakan bukti kejahatan yang dilakukan mantan Bupati Bener Meriah, Aceh. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Pegiat lingkungan di Aceh juga sependapat dengan Kepala Balai Gakkum Wilayah Sumatera.

“Dalam beberapa kasus perburuan dan perdagangan kulit dan bagian tubuh harimau di Aceh, pelaku divonis lebih dua tahun penjara. Sementara, tokoh publik ini divonis lebih rendah,” ungkap Syahrul, pegiat lingkungan di Banda Aceh, Kamis [27/04/2023].

Misal, pada 29 September 2020, Pengadilan Negeri Idi Rayeuk, Kabupaten Aceh Timur, menjatuhkan empat pelaku yang memperdagangkan kulit harimau yaitu, Adi bin Basari, Mat Rahim, Sapta bin Salim, dan M Daud bin Saudin, masing-masing tiga tahun penjara dan denda Rp100 juta, subsider enam bulan penjara.

“Ini hukuman untuk masyarakat biasa,” ujarnya.

Syahrul mengatakan, dua tersangka lain yang juga terlibat dalam kasus Ahmadi divonis terlalu rendah. Iskandar divonis 18 bulan penjara dan saudara kandung Ahmadi, Suryadi juga divonis sama.

“Tapi semua kembali ke penilaian dan pertimbangan Majelis Hakim, kita hanya berharap hukumannya memberikan efek jera,” katanya.

Baca juga: Kena Jerat, Harimau Sumatera Ditemukan Mati di Aceh Selatan

 

Para tersangka penjual kulit harimau sumatera dan bagian tubuh lainnya ditunjukkan ke publik saat konferensi pers di Polda Aceh, 3 Juni 2022. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Sebelumnya, Lembaga Suar Galang Keadilan [LSGK] mencatat, sejak 2019 hingga awal 2023, diperkirakan  ada 21 individu harimau ditemukan mati karena jerat maupun perburuan.

“Perhitungan kami berdasarkan barang bukti yang ada. Untuk yang terkena jerat, anggota tubuh masih utuh dan kami hitung berdasarkan jumlah individu yang ditemukan,” ungkap Manager LSGK, Missi Muizzan, Senin [13/03/2023].

Untuk temuan barang bukti saat operasi tangkap tangan, jika ditemukan organ atau bagian tubuh harimau, maka dihitung satu individu.

“Misalnya, personil penegak hukum membongkar kasus perdagangan organ atau bagian tubuh satwa dan salah satu barang buktinya tengkorak harimau. Itu kasus tersebut, meski organnya tidak lengkap tetap kami hitung satu individu,” ungkapnya.

Sebagai informasi, Ahmadi, Suryadi, dan Iskandar, ditangkap tim Gakkum dan Polda Aceh di Pondok Baru, Kabupaten Bener Meriah, pada 24 Mei 2022, saat hendak menjual kulit dan tulang harimau sumatera.

 

Exit mobile version