Mongabay.co.id

Mencermati IKN dan Potensi Degradasi Lingkungan yang Dapat Meluas di Kalimantan

 

Darna berusia 8 tahun di tahun 1977, saat itu kedua orangtuanya ikut program transmigrasi, -sebuah program pemerintah Orde Baru,mereka berangkat bersama ribuan keluarga lain ke Kalimantan Timur. Hampir 50 tahun kemudian, dia tampaknya harus merelokasi kembali keluarganya, karena rumahnya di Sepaku, Penajem Paser Utara, akan menjadi zona inti Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.

“Saya dengar, semua kawasan ini akan dibongkar untuk perluasan jalan untuk ibu kota baru,” sebutnya saat dijumpai pada Oktober 2022 yang lalu. Dia menunjuk toko, rumah, dan sawah yang berjejer di sepanjang jalan. Darna saat ini memiliki warung makan di jalan utama Sepaku.

“Kalau buat kami, ya kami tidak masalah dengan itu. Itu kan hak pemerintah. Jika mereka ingin memindahkan kami, tidak apa-apa.”

 

“Titik Nol” Nusantara adalah ikon ibu kota baru Indonesia, berada di areal HTI yang telah habis masa konsesinya. Foto: Basten Gokkon/Mongabay.
Jalan utama di Sepaku menuju titik yang akan menjadi pusat Nusantara. Rencananya, seluruh bangunan di kawasan ini akan dibongkar untuk perluasan jalan sebagai bagian dari pembangunan ibu kota baru. Foto: Basten Gokkon/Mongabay.

 

Perpindahan ibukota negara ke Kalimantan, akan menjadi warisan terbesar sejarah dari pemerintahan Presiden Joko Widodo. Perpindahan ini sebenarnya bukan hal baru, sejak Presiden pertama Indonesia, Soekarno hendak memindahkan ibukota negara dari Jakarta ke pedalaman Kalimantan, kota Palangkaraya sekarang.

Di luar ancaman akan turun dan tenggelamnnya daratan Jakarta, maka dalam konteks Indonesia sentris, perpindahan ibukota diharapkan akan memacu pertumbuhan di luar Jawa.

Membangun IKN Nusantara juga bagian dari rencana untuk mengejar Indonesia menjadi negara berpenghasilan tinggi pada tahun 2045. Pemerintah menyebut proyek ini akan menyumbang USD180 miliar pada PDB Indonesia, dan akan menciptakan 3 juta lapangan pekerjaan.

Sedang, dana yang harus dikeluarkan untuk membangun IKN akan menelan biaya sebesar USD34 miliar. Presiden Jokowi menyebut investor asing akan berinvestasi sekitar 80 persen untuk menutup total anggaran yang ada.

Sementara janji-janji besar untuk masa depan Indonesia ini menarik bagi sebagian orang, sebaliknya muncul kekhawatiran dari banyak pegiat lingkungan, masyarakat adat dan lokal, dan pengamat hak asasi manusia.

Mereka menganggap pergeseran bandul politik dan ekonomi negara dari Jawa ke Kalimantan akan membawa dampak sosial-ekonomi dan menghancurkan ekologi Kalimantan, pulau  yang merupakan hotspot keragaman hayati dan budaya.

Berdasarkan Data BPS, Kalimantan memiliki 37 juta hektar hutan tropis, dengan 7 juta hektar diantaranya adalah kawasan lindung. Kaltim sendiri memiliki 8,26 juta hektar hutan, atau 65 persen dari total hutan di Kalimantan. Kaltim pun memiliki hampir 1,8 juta hektar hutan lindung dan 438.000 hektar kawasan konservasi dan cagar alam.

Hutan-hutan ini adalah habitat banyak spesies endemik seperti orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus), bekantan (Nasalis larvatus) dan berbagai spesies satwa dan tumbuhan endemik terancam punah lainnya.

Dalam rencana Pemerintah, IKN Nusantara akan menjadi magnet bagi banyak proyek strategis lain yang akan dibangun di Kalimantan. Dari sisi pertambahan jumlah penduduk, proyek IKN dan pengembangaanya diproyeksi akan membuat populasi Kalimantan yang saat ini 16 juta, akan bertambah menjadi 20 juta pada tahun 2035.

 

Lokasi IKN Nusantara

Lokasi IKN dipilih berdasarkan atas penilaian risiko, termasuk banjir, tanah longsor, kebakaran hutan, gempa bumi, tsunami dan letusan gunung berapi. Rencana kota baru ini terbentang di atas lahan 256.000 hektar, yang terbagi menjadi pusat pemerintahan dan wilayah perkotaan. Diperkirakan mulai tahun 2024, 1,9 juta orang akan pindah ke IKN dari Jakarta.

 

Peta yang menunjukkan wilayah yang dialokasikan untuk ibu kota baru Indonesia, Nusantara. Dok: Pemerintah Indonesia.
Papan penunjuk arah lokasi istana wakil presiden yang baru. Foto: Basten Gokkon/Mongabay.

 

IKN Nusantara, akan dibangun dalam dua zona, pusat kota yang disebut sebagai Ring Satu sebagai  zona inti pemerintahan, yang akan meliputi Istana Presiden, Wakil Presiden, dan kantor-kantor kementerian.

Saat ini Ring Satu berada sepenuhnya dalam konsesi HTI PT International Timber Corporation Indonesia Hutan Manunggal (IHM), yang telah beroperasi sejak 20 tahun lalu. Sebagian besar kawasan saat ini ditanami jenis tanaman berkayu akasia (Acacia mangium) dan sisanya hutan alam lindung.

Sedangkan zona luar, Ring Dua, akan menampung kawasan pusat bisnis, fasilitas pariwisata, pusat penelitian dan pendidikan. Ini akan mencakup 42.000 hektar. Area ini mencakup sebagian konsesi yang dipegang oleh IHM dan perusahaan kayu lainnya, PT International Timber Corporation Indonesia Kartika Utama (IKU).

Selain kota itu sendiri, pengembangan transportasi akan menjadi salah satu komponen penting. Infrastruktur ini akan menghubungkan antara IKN, dengan kota pelabuhan Balikpapan yang bakal menjadi pintu gerbang utamanya.

Perjalanan ke IKN dari Balikpapan akan melintasi medan perbukitan di sepanjang Teluk Balikpapan. Jembatan penghubung pun, -yang beberapa waktu lalu dianggap kontroversial karena menembus hutan mangrove, akan menghubungkan antara wilayah Balikpapan dengan Penajam Paser Utara.

Pembangunan jalan tol pun dikebut. Tujuannya, untuk mempersingkat waktu tempuh dari pelabuhan Kariangau Balikpapan. Jalan ini akan menghubungkan langsung antara pelabuhan dan jembatan yang baru dibangun, sebelum melanjutkan ke utara menuju IKN.

Dalam prosesnya, jalan tersebut telah memotong zona penyangga hutan lindung Sungai Wain, rumah bagi puluhan individu spesies rentan yang sekaligus menjadi maskot kota Balikpapan, yaitu beruang madu (Helarctos malayanus). Pembangunan jalan tol ini, -termasuk potensi perambahan lebih lanjut ke dalam hutan lindung, akan mengganggu koridor satwa liar utama di antara zona Sungai Wain dan Teluk Balikpapan.

 

Jalan tol sedang dibangun untuk mempersingkat waktu tempuh antara pelabuhan di Balikpapan dan ibu kota baru Indonesia, Nusantara. Tol ini akan mendukung distribusi logistik untuk pengembangan kota baru. Foto:  Basten Gokkon/Mongabay.
Jalan tol baru ini membelah hutan mangrove dan kawasan hutan konservasi tinggi yang berfungsi sebagai koridor satwa liar antara hutan lindung Sungai Wain dan Teluk Balikpapan. Foto: Basten Gokkon/Mongabay.

 

“Salah satu manfaat nyata dari pembangunan IKN, -apalagi sejak Presiden sering berkunjung, adalah perbaikan jalan di Sepaku,” sebut Mapaselle, Direktur Eksekutif kelompok konservasi masyarakat Pokja Pesisir, kepada Mongabay.

Infrastruktur jalan tentunya akan melayani lebih banyak orang, menyingkat waktu tempuh, dan mengurangi biaya perjalanan. Namun, hal ini juga dapat menimbulkan sisi negatif, sebutnya.

“Di Kalimantan, jalan raya dan tol bukan hanya untuk kendaraan umum, tetapi juga untuk mobilisasi logistik [industri],” kata Mapaselle.

Dia menyebut akan ada pembangunan jalan yang masif di tahun-tahun mendatang, -baik di IKN maupun ke seluruh Kalimantan. Jaringan jalan akan berperan untuk menghubungkan lokasi-lokasi industri di seluruh Kalimantan ke pelabuhan-pelabuhan terdekat.

Namun akses ke IKN dari dan ke seluruh pulau berarti juga bisa menambah tekanan untuk lingkungan dan hutan tersisa di Kalimantan. Proyek Jalan Raya Trans-Kalimantan misalnya, telah dikaitkan dengan timbulnya fragmentasi hutan primer dan meningkatkan tensi ketegangan antara pendatang dengan warga lokal dan masyarakat adat.

 

Kota Hijau?

Salah satu promosi IKN Nusantara adalah “Kota Hutan Berkelanjutan,” 75 persen wilayahnya akan dialokasikan sebagai ruang terbuka hijau. Energi terbarukan akan menjadi sumber energi utama, termasuk penggunaan kendaraan listrik.

Agenda hijau juga akan masuk dalam rancangan nol emisi karbon kota. Pemerintah pun berencana untuk menghutankan kembali kawasan yang terdegradasi, merehabilitasi bekas lubang tambang, dan mengubah perkebunan sawit menjadi cagar alam atau perkebunan pangan.

 

Fasilitas pengambilan air di Sepaku telah disiapkan untuk memasok air bersih bagi Nusantara. Foto: Basten Gokkon/Mongabay.
Sebuah stasiun pengisian daya yang dipasang di lokasi Titik Nol Nusantara, menggambarkan rencana penggunaan kendaraan listrik secara ekstensif di ibu kota baru. Foto: Basten Gokkon/Mongabay.

 

Namun banyak pengamat memperingatkan bahwa jejak degradasi lingkungan sebagai dampak ikutan pengembangan infrastruktur inti dan pendukungnya. Tidak hanya di Kaltim, namun juga di seluruh pulau maupun wilayahnya.

Saat ini Kaltim adalah pusat pertambangan batu bara utama di Indonesia, energi fosil yang digunakan saat ini. Untuk mengurangi emisi, pemerintah mengusulkan sumber energi terbarukan seperti angin, surya, dan tenaga air yang  akan dihasilkan dari bendungan besar di Sungai Kayan.

Bahkan rencana mobil listrik pun telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan para pegiat lingkungan.

“Jika Nusantara menggunakan mobil listrik, pasti nikelnya [ditambang] di suatu tempat. Mungkin tidak di Kalimantan, tapi di Sulawesi dan Halmahera,” ungkap David Gaveau, pendiri TheTreeMap, sebuah inisiatif yang mempelajari dampak deforestasi terhadap perubahan iklim di seluruh dunia, kepada Mongabay dalam sebuah wawancara telepon.

Pertambangan nikel sendiri dilakukan di pulau-pulau bagian timur Indonesia dan dianggap telah menjadi agen deforestasi hutan dan kerusakan bagi lingkungan ekosistem pesisir.

Dua smelter nikel saat ini sedang dibangun di Teluk Balikpapan, salah satunya milik PT Mitra Murni Perkasa (MMP). Saat Mongabay berkunjung di calon lokasi pabrik peleburan itu, hutan mangrove telah di buka, dimana sisa-sisa pohon mangrove masih dapat dijumpai. Kaltim Post pernah melaporkan pembukaan area mangrove dilakukan tanpa melalui persetujuan dan proses analisis dampak lingkungan.

 

Sebuah smelter nikel sedang dibangun di Teluk Balikpapan. Foto: Basten Gokkon/Mongabay.
Teluk Balikpapan adalah rumah bagi hutan mangrove asli yang lebat, tempat di mana spesies yang terancam punah seperti bekantan hidup. Foto: Basten Gokkon/Mongabay.

 

Mongabay meminta Gaveau mengecek status mangrove Teluk Balikpapan, termasuk di lokasi smelter.  Dia menemukan status hutan tersebut adalah Area Penggunaan Lain (APL), yang berarti tidak ada perlindungan resmi dari negara.

“Area ini sekarang sudah hancur. Ke depan pasti akan makin banyak lagi hutan [yang bakal hancur]. Tidak mungkin mereka berkembang tanpa merusak mangrove,” katanya.

Selain smelter, warga lokal juga menyuarakan keprihatinan tentang rencana perluasan pelabuhan untuk memfasilitasi pengembangan IKN. Ini akan menambah tekanan terhadap ekosistem di Teluk Balikpapan.

Teluk Balikpapan memiliki kekayaan keragaman hayati laut dan darat, seperti pesut (Orcaella brevirostris), dan sekitar 17.000 hektar hutan mangrove asli yang menjadi habitat bekantan.

Teluk ini juga menjadi sumber nafkah utama bagi sedikitnya 12.000 keluarga nelayan yang ada di Balikpapan dan Kabupaten Penajam Paser Utara. Beberapa bagian teluk, termasuk Pulau Balang, pun telah ditetapkan Kementerian Perikanan sebagai kawasan konservasi laut.

Mapaselle dari Pokja Pesisir mengatakan, salah satu pelabuhan milik perusahaan penebangan kayu milik IHM yang dikelilingi hutan mangrove lebat telah ditunjuk untuk mendukung logistik pembangunan ibu kota negara baru.

“Bila rencana tata ruang untuk ibu kota baru tidak terintegrasi dengan zona konservasi laut, itu bisa menjadi kacau,” kata Mapaselle.

Dia menambahkan jika pembukaan lahan berlanjut dan konversi ekosistem laut terus terjadi, kawasan konservasi laut pun akan kehilangan fungsi konservasi.

Para ahli dan aktivis mengatakan mitigasi ancaman yang teridentifikasi mencakup upaya konservasi di hulu pedalaman Kalimantan. Termasuk inisiatif regional Heart of Borneo (HoB) yang didukung oleh tiga negara Indonesia, Malaysia dan Brunei.

“HoB adalah lanskap yang memiliki nilai konservasi tinggi bagi ekosistem dan masyarakat di dalam, termasuk di sekitar lokasi ibukota baru,” jelas Aditya Bayunanda, CEO WWF Indonesia kepada Mongabay.

Aditya mengatakan, pembangunan ibukota baru harus menjamin dan mengutamakan kelestarian ekosistem HoB yang merupakan sumber air, udara bersih, pangan, dan keharmonisan hidup bagi masyarakat setempat.

 

Peta yang menunjukkan batas kasar Heart of Borneo. Gambar oleh Elekhh melalui Wikimedia Commons (CC BY 2.0).

 

Meski orang seperti Darna bersikap positif terhadap rencana relokasi, namun banyak warga lokal yang tinggal di luar zona resmi IKN merasa khawatir. Salah satunya Darman (54), seorang nelayan yang tinggal di Kecamatan Gersik.

“Dampak [ke masa depan] akan kami rasakan,” jelasnya kepada Mongabay. Darman menghidupi keluarganya dari mencari ikan, dia tidak memiliki keterampilan lain.

Gersik berada di luar IKN, tetapi Darman mengatakan beberapa bagian kecamatan kedepannya akan diubah menjadi bandara militer dan tamu khusus.

“Kami bukan anti pembangunan, kami senang karena itu artinya ada kemajuan. Apa yang kami ingin lihat terjadi adalah keadilan ditegakkan,” ujar Darman.

 

Ribuan rumah tangga nelayan di Desa Jenebora, di Teluk Balikpapan, mungkin harus direlokasi saat IKN Nusantara dibangun, untuk memberi jalan bagi infrastruktur pendukung kota baru, seperti bandara khusus. Foto: Basten Gokkon/Mongabay.
Nelayan kecil tradisional di Balikpapan dan Penajam Paser Utara yang mengandalkan Teluk Balikpapan dan ekosistemnya yang kaya sebagai gantungan mencari nafkah. Foto: Basten Gokkon/Mongabay.

 

Aktivis pembela hak-hak masyarakat adat menyuarakan jika penggusuran ruang hidup warga akibat pembangunan IKN dan wilayah sekitarnya, akan menciptakan banyak masalah. Belajar dari sejarah terdahulu, deforestasi dan hilangnya lahan masyarakat adat dimulai dari pembukaan konsesi hutan beberapa dekade lalu.

Program transmigrasi juga berkontribusi terhadap konflik sosial panjang antara pendatang dan masyarakat adat yang tanahnya diambil alih tanpa persetujuan.

“Kepentingan ibukota baru tentu bukan kepentingan masyarakat adat,” sebut Saiduani Nyuk, ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalimantan Timur, kepada Mongabay.

Dia menyebut proyek itu bakal mendorong kepentingan oligarki, –kebanyakan mereka adalah orang yang sama yang sebelumnya telah merampas tanah-tanah masyarakat adat.

Saiduani mengatakan dampak kerugian dari pembangunan IKN dapat meluas ke masyarakat adat di seluruh Kalimantan. Ibukota baru akan memerlukan fasilitas pendukung yang dikembangkan di luar Kalimantan Timur. Misalnya, pembangkit listrik tenaga air di Kaltara, food estate di Kalteng, dan jalan tol Trans-Kalimantan di Kalbar.

Dengan hampir 2 juta orang diperkirakan akan pindah ke ibu kota baru, aktivis mengatakan proyek ini dapat mendorong konflik sosial baru serta memperluas ketidaksetaraan antara pendatang dan warga lokal.

Saiduani menyebut ini dapat berasal dari persaingan mendapatkan peluang ekonomi antara pendatang di IKN, -yang umumnya berasal dari kalangan menengah atas, dengan warga lokal.

“Hanya orang yang punya uang yang bisa tinggal di IKN,” kata Darman, “Dampak [persaingan ekonomi] akan menimpa kami kaum nelayan.”

Tulisan asli bahasa Inggris: As Indonesia’s new capital takes shape, risks to wider Borneo come into focus. Artikel ini diterjemahkan oleh Akita Verselita.

 

***

Foto Utama: Rancangan IKN Nusantara di masa depan. Dok: Kementerian Sekretariat Negara RI

 

Exit mobile version