Mongabay.co.id

Ramah Lingkungan, Ini Alat Pengolah Limbah Batik dan Tekstil Beracun Berbasis Enzim Cendawan

 

Sejak bertahun-tahun lalu, Ratna Stia Dewi, peneliti dari Fakultas Biologi, Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Jawa Tengah menekuni mikologi, sebuah bidang ilmu mengenai fungi atau cendawan atau jamur. Dia begitu tertarik dengan salah satu fungi yakni Aspergillus sp. Cendawan itu memiliki daya perusak yang luar biasa, mulai dari dari makanan, pakaian, kayu dan lainnya.

Dia berpikir memanfaatkan Aspergillus sp untuk keperluan yang positif. Idenya adalah memanfaatkan Aspergillus sp. untuk mendegradasi limbah batik dan tekstil. Padahal dalam limbah batik, ada ikatan benzena. Meski demikian,  ternyata ikatan benzena yang kuat tetap terputus ketika diberi Aspergillus sp. Cendawan ini memanfaatkan limbah batik sebagai nutrisinya.

Perjalanan riset Aspergillus sp. oleh Ratna Stia Dewi mulai fokus saat menyelesaikan studi doktoralnya.  Limbah batik yang berwarna dengan adanya ikatan benzena, menjadi jernih. Prosesnya dimulai dari daya absorpsi atau penyerapan di dinding sel serta proses biodegradasi Aspergillus sp. 

Tiga enzim yang digunakan untuk memotong ikatan benzena hasil sekresi Aspergillus sp adalah enzim lignin piroksidase, mangan piroksidase dan lakase. Enzim inilah yang kemudian membuat dekolorisasi dan biodegradasi, bahkan hasil uji toksisitasnya, racun limbah batik menurun drastis.

Penelitian yang dilakukan oleh Ratna terus berkembang, namun sebagai bahan utamanya tetap Aspergillus sclerotiorum. “Jadi Aspergillus sclerotiorum istilahnya sebagai induk atau semacam ‘pelaku utama’ yang sudah granted patent. Sampai hari ini, secara total terkait dengan riset, ada 16 Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) yang telah saya ajukan. Dari jumlah tersebut, 4 di antaranya adalah hak cipta dan selebihnya merupakan paten. Sudah ada yang granted maupun dalam proses tengah diajukan,” jelasnya.

baca : Air Limbah Toksik Batik Bersih dengan Jamur, Bagaimana Prosesnya?

 

Peneliti dan Dosen Fakultas Biologi Unsoed Purwokerto, Ratna Stia Dewi tengah berada di laboratorium mikologi. Penelitian doktoral Ratna berhasil menemukan jamur Aspergilles sp. pengurai toksik dan pembersih air limbah pewarna batik. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesa

 

Ratna tidak sendirian dalam mengembangkan risetnya. Pada 2021 lalu, empat mahasiswa Fakultas Biologi dengan bimbingannya mengikuti kompetisi internasional “6th Istanbul International Inventions Fair’21” di Turki. Mereka adalah Putri Ramadani, Yasinta Nida Arroyan, Wafa Nur Azizah, dari Fakultas Biologi dan Febriansyah Dwi Putra dari Fakultas Teknik Unsoed.

Kolaborasi dengan Fakultas Teknik karena menciptakan alat MY-ZEO dengan judul invensi “MY-ZEO: Mycoremediation and Zeolit Filter with Sensor for Textile and Batik Wastewater Treatment”. Dalam kompetisi internasional tersebut, para mahasiswa memperoleh Best Invention Medal dan Best International Award. Kompetisi internasional itu diikuti oleh kampus ternama dari berbagai negara termasuk kampus-kampus dari Indonesia

“MY-ZEO merupakan produk inovasi berupa alat pengolah limbah khususnya limbah pewarna tekstil dan batik berbasis mikroorganisme jamur. Alat yang dirancang tersebut menggunakan bahan biologis berupa teknobiologi mikroorganisme jamur dan bahan alam sebagai filtrasi yang digerakkan dengan menggunakan motor listrik,”jelasnya.

Menurutnya,  MY-ZEO dapat memulihkan kandungan bahan pencemar lingkungan dalam air limbah batik menjadi lebih ramah lingkungan. Selain warna, alat ini dapat memulihkan total suspended solid (TSS), khrom total, amonia bebas, fenol, dan pH, sehingga sesuai dengan nilai baku mutu.

“Alat pertama ini cukup efektif, karena mampu menurunkan TSS dari sebelumnya angka TSS 2.640 menjadi 580, kemudian pH sebelumnya di atas netral menjadi pH netral. Lalu ada Khrom 0,9 jadi 0,7, kemudian sulfida 1,3 menjadi 0,96, fenol 0,9 menjadi 0,48 dan lainnya. Intinya biofilter ini mampu menurunkan kadar limbah di bawah baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah,” katanya.

baca juga : Kala Limbah Pabrik Pewarna Tekstil Mengalir ke Pipa PDAM Solo

 

Ratna Stia Dewi, peneliti Fakultas Biologi Unsoed Purwokerto menunjukkan hasil risetnya yang membuat jernih air limbah batik berkat jamur Aspergillus sp. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Ratna mengatakan salah satu persoalan limbah batik yang tidak ditangani secara optimal karena memang alat pengolah limbahnya harganya mahal. “MY-ZEO dapat menjadi salah satu upaya solusinya, dengan bahan dasar alami yang dapat diproduksi berkelanjutan dapat dimanfaatkan dengan nominal yang lebih ekonomis,”jelasnya.

Pihaknya juga  memperkenalkan teknologi enzim untuk mendegradasi  atau menetralkan limbah batik. “Ini adalah pengembangan dari inovasi sebelumnya. Yang lalu kita membuat inovasi biologisnya. Kali ini kita buat menjadi alat. Ini dalam bentuk prototipe 13,5 liter sehingga dapat diterapkan pada industri besar dan home industry,”paparnya.

Ratna menjelaskan bahwa limbah tekstil atau batik mempunyai komponen yang sangat mencemari lingkungan atau biota sungai. “Senyawa yang berbahaya dalam tekstil dampaknya bisa berbahaya,. Mikroba jika terkena limbah batik dan bisa bermutasi genetik kemudian menghasilkan mikroba baru yang berbahaya bagi lingkungan,”ujarnya.

Tak hanya mandek di situ. Pada 2022, ada sejumlah mahasiswa bimbingannya yang kemudian meneruskan riset. Kali ini yang dikembangkan adalah peralatannya dari biofilter dan dibawa ke World Invention Intellectual Property Association (WIIPA) di Bali pada 29-31 Oktober 2022 lalu. “Di ajang tersebut, juga kembali mendapat penghargaan dengan biofilter berbasis enzim fungi. Ada penghargaan medali emas,”katanya.

perlu dibaca : Kala Busana Bikin Air Rancaekek Merana

 

Ratna Stia Dewi (tengah) dan tim mahasiswanya dari Unsoed Purwokerto mempresentasikan alat pengolah limbah tekstil dan batik dengan enzim sekresi jamur Aspergillus sp. Alat itu berhasil meraih penghargaan kompetisi internasional di Istambul, Turki tahun 2021. Foto : Unsoed

 

Pengembangan peralatan terus berjalan. Beberapa waktu lalu, Ratna telah mengajukan versi baru peralatan pengolah limbah batik . “Baru beberapa hari lalu, saya mengajukan paten peralatan baru pengembangan alat sebelumnya. Jika sebelumnya adalah biofilter, maka saat sekarang menjadi bioreaktor. Alat pengolah limbahnya menggunakan double filter dengan enzim dari fungi. Peralatannya sudah otomatisasi,”katanya.

Dia berharap, peralatan yang pertama bisa granted pada tahun depan. Prinsipnya tetap sama yakni menggunakan enzim hasil sekresi dari fungi Aspergillus sp. Bahkan, lanjut Ratna, limbah sisa yang telah didegradasi menjadi komponen sederhana dapat dimanfaatkan lagi. “Limbah batik diproses, sehingga ada sisa limbah. Ternyata limbahnya bisa dimanfaatkan untuk pupuk cair serta telah dicobakan untuk sayuran. Ini juga sudah saya ajukan untuk dipatenkan,”jelas Ratna.

Riset dari Ratna yang kemudian dibantu pengembangannya oleh para mahasiswa mampu memberikan opsi dalam pemulihan lingkungan akibat limbah batik dan tekstil. Sebuah cara alami yang aman dan memulihkan lingkungan yang tercemar. (***)

 

 

Exit mobile version