Mongabay.co.id

Cara Unik Ekidna, Satwa Paling Aneh Kenali Mangsa

Ekidna moncong panjang. Satwa asli dari Papua. Foto: D. PARER & E. PARER-COOK/MINDEN PICTURES/CORBIS

 

 

Ekidna mungkin mewakili satwa paling aneh di dunia. Mamalia tapi bertelur. Menyusui tapi tidak punya puting. Berduri tapi bukan landak. Punya paruh tapi bukan burung. Berkantung tapi bukan kanguru. Jika masih kurang aneh, coba simak ini.

Ekidna betina, punya satu lubang untuk ekskresi dan reproduksi seperti burung, padahal dia bukan jenis burung. Telur akan dierami di kantungnya sekitar 10 hari sebelum menetas. Sementara ekidna jantan memiliki kepala penis empat. Ketika salah satunya ejakulasi, dia masih bisa menggunakan penis lainnya.

Dijabarkan pada tulisan di jurnal Oryx, 2021, dengan judul “Using local ecological knowledge to locate the western long-beaked echidna Zaglossus bruijnii on the Vogelkop Peninsula, West Papua, Indonesia, ada lima spesies termasuk ordo Monotremata yang berarti berlubang tunggal.

Satu dari famili Ornithorhynchidae yaitu platypus [Ornithorhynchus anatinus]. Empat dari famili Tachyglossidae yaitu ekidna paruh pendek [Tachyglossus aculeatus], ekidna paruh panjang timur [Zaglossus bartoni], ekidna paruh panjang barat [Zaglossus bruijnii], dan ekidna paruh panjang cyclops atau attenborough [Zaglossus attenboroughi].

Baca: Ekidna, Hewan Aneh yang Nenek Moyangnya Sezaman Dinosaurus

 

Dalam buku “Echidna: Extraordinary Egg-laying Mammal” tahun 2006, ekidna paruh pendek dan paruh panjang bisa ditemukan di Papua. Sementara platypus hanya ditemukan di Australia.

Masyarakat Papua terutama yang tinggal di lereng-lereng bukit di Cagar Alam Pegunungan Cyclops, menamai ekidna dengan sebutan babi duri. Paruhnya memang lebih mirip moncong babi, dan kulitnya berduri seperti landak. Bagi masyarakat di Kampung Ormu Wari, di kaki gunung Cyclops itu, ekidna memiliki arti tersendiri bahkan dianggap keramat dan kedudukannya di hutan dihormati layaknya raja.

Masih menurut buku itu, struktur tulang bagian atas kepala platypus dan ekidna mirip. Bedanya, tulang bagian depan platypus pipih sementara ekidna silindris. Pada monotremata tulang bagian depan ditutupi kulit berwarna hitam mengkilat, tanpa rambut, dan saat disentuh terasa lembut. Beda dengan paruh burung yang terasa keras dan teksturnya seperti kuku.

Pada monotremata, kulit ini dipenuhi reseptor sensorik. Strukturnya lebih mirip moncong babi, punya tulang rahang bawah dan mulut yang membuka. Namun, penyebutan paruh pendek dan paruh panjang ini sudah umum digunakan dan dipakai juga oleh Australian Mammal Society.

Baca juga: Ekidna si Mamalia Bertelur, Satwa Asli dari Papua

 

Ekidna moncong panjang. Satwa asli Papua. Foto: D. PARER & E. PARER-COOK/MINDEN PICTURES/CORBIS

 

Sensor listrik

Ekidna menjadi satwa daratan yang diketahui memiliki kemampuan mendeteksi medan listrik. Kerabatnya, platypus, juga memilikinya. Tapi satwa dengan paruh mirip bebek ini lebih banyak menghabiskan hidupnya di air.

Sebenarnya, ekidna menggunakan beragam indera untuk mendeteksi keberadaan mangsanya yang berada di bawah tanah. Dalam jurnal Mamalian Spesies, 2019, berjudul “Tachyglossus aculeatus [Monotremata: Tachyglossidae]” dijelaskan, paruh bagian bawah ekidna paruh pendek digunakan untuk mengetuk tanah sambil mendengarkan suara yang dihasilkan dari gerakan mangsanya. Telinga ekidna didesain untuk bisa mendengar melalui getaran suara yang merambat lewat tulang.

Dalam jurnal Biological Reviews, 2021 berjudul “The ecology of electricity and electroreception dijelaskan, penelitian pada ekidna paruh pendek [Tachyglossus aculeatus] dan ekidna paruh panjang barat [Zaglossus bruijnii] membuktikan keduanya memiliki sensor penerima listrik. Bedanya, ekidna paruh panjang memiliki sensitivitas lebih tinggi dibanding paruh pendek. Diduga, ekidna paruh panjang timur [Zaglossus bartoni] dan ekidna paruh panjang cyclops [Zaglossus attenboroughi] juga memiliki sensor yang sama.

Meski bisa mendeteksi medan listrik, tapi paruh ekidna hanya efektif mendeteksinya di tanah yang lembab atau air dan tidak di udara. Dibanding kerabatnya platypus, kemampuan deteksi medan listrik yang dimiliki ekidna lebih rendah.

Beberapa pakar menilai, mungkin kemampuan ini merupakan warisan yang dalam proses menghilang. Setelah memastikan adanya makanan di dalam tanah, satwa ini akan menggali dengan cakar kaki belakangnya yang kuat.

 

Ekidna moncong panjang yang masih ditemukan di Papua. Foto: Freddy Pattiselanno/FFI/Oryx—The International Journal of Conservation

 

Makhluk unik ini kadang disebut spiny anteaters atau pemakan semut berduri. Anteater, hewan pemakan semut yang terkenal itu berbulu tapi tidak berduri. Kenyataannya, tidak semua ekidna doyan semut. Ekidna paruh panjang tidak makan semut, sementara ekidna paruh pendek makan semut dan hewan tak bertulang belakang, seperti cacing juga larva kumbang.

Ekidna paruh panjang barat yang terancam punah diyakini masih ada di semenanjung Vogelkop di Papua Barat. Ekidna paruh panjang cyclops dam ekidna paruh panjang barat memiliki status Kritis [Critically Endangered].

Pada ekspedisi [2018] yang dilaporkan di jurnal Oryx itu, edkina paruh panjang barat diperkirakan bisa ditemukan. Namun, para peneliti menyarankan untuk melakukan survei lebih detil dan sistematis sebelum membuat status terakhir keberadaan spesies ini.

 

Exit mobile version