Mongabay.co.id

Kolaborasi Konservasi di Sektor Kelautan Menjadi Keharusan di Kawasan Wallacea

Ikan ukuran besar masih didapatkan di perairan Aceh. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Program perlindungan ekosistem pesisir dan pengelolaan berkelanjutan berbasis masyarakat pada sektor perikanan skala kecil, harus menjadi fokus kegiatan konservasi dalam melindungi spesies dan habitat pesisir di Kawasan Wallacea.

Hal ini dinyatakan dalam pertemuan midterm review Program Kemitraan Wallacea-II (PKW-II) yang dilakukan oleh Critical Ecosystem Partnership Fund (CEPF). PKW-II mencakup kegiatan konservasi di Daerah Penting bagi Keanekaragaman Hayati (Key Biodiversity Area/KBA) dari koridor hotspot keanekaragaman hayati Wallacea.

Sebanyak 44 proyek dikerjakan oleh 38 mitra yang tersebar di koridor-koridor investasi prioritas, diantaranya Koridor Bentang Laut Buru, Koridor Pangkajene Kepulauan, Koridor Solor-Alor, Koridor Sulawesi Selatan, Koridor Sulawesi Tenggara, Koridor Sulawesi Utara, dan Koridor Togean-Banggai.

“Kami percaya bahwa tujuan konservasi tidak boleh eksklusif, tapi harus menjadi agenda bagian seluruh pihak,” jelas Dian Agista, Direktur Eksekutif Burung Indonesia yang bertindak sebagai tim pelaksana regional PKW-II (04/05/2023).

Capaian program ini sebutnya mencakup aspek pengelolaan perikanan berkelanjutan, pengembangan mata pencaharian alternatif, pengelolaan kawasan konservasi perairan berbasis komunitas, dan penurunan ancaman terhadap spesies laut prioritas nasional.

“Kemitraan para pihak akan menjamin keberlanjutan jangka panjang. Ini bukan semata tentang berapa besar nilai proyeknya, tapi bagaimana itu dibangun dan menuntaskan permasalahan,” sambungnya.

 

Salah satu implementasi program CEPF dan Burung Indonesia adalah pelaksanaan buka-tutup kawasan laut sementara di perairan Pulau Langkai-Lanjukang, yang dilaksanakan Yayasan Konservasi Laut (YKL) Indonesia. Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia.

 

Marine Aqua Culture

Muhammad Ilyas, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Selatan, menyampaikan apresiasi atas pelaksanaan Program PKW-II ini.

“Program ini menjadi tambahan motivasi agar kita bisa merealisasikan program konservasi laut. Program Wallacea yang berskala regional ini sangat berpenting untuk penyediaan pangan di kawasan diantara Samudera Pasifik dan Hindia,” ungkapnya.

Menurut Ilyas, ketika berbicara tentang kawasan Wallacea, skala regionnya adalah Sulawesi secara keseluruhan, Maluku dan Maluku Utara, sehingga harus ada kolaborasi regional, antar provinsi untuk membuat program yang sama.

“Ekonomi perikanan bisa dimanfaatkan, dan bisa dilakukan secara berkelanjutan. Karena kalau diambil terus-menerus, ini akan menjadi semacam bom waktu, akan habis kita sumber daya lautnya.”

Ilyas menambahkan nelayan pesisir harus meningkat kemampuannya dalam budidaya, seperti marine aqua culture. Dia menyebut budidaya rumput laut, lobster, dan jenis-jenis ikan konsumsi. Hal lain, adalah optimalisasi tambak.

Di Sulsel sendiri saat ini terdapat sekitar 120 ribu hektar yang harus didorong menjadi bagian dari program konservasi. Demikian pula dengan tambak garam yang menjadi alternatif masyarakat pesisir.

Dia menyoroti perihal program hilirisasi rantai perikanan yang berorientasi pada peningkatan nilai. Tidak semata-mata pada ekspor raw material. “Saat ini sudah banyak UMKM yang berkembang bagus.”

Di Sulsel, pertumbuhan sektor perikanan adalah 9,45 persen. Untuk mendorong upaya konservasi, Pemrov memiliki program penanaman 4 juta pohon mangrove. Realisasi hingga saat ini 2,5 juta pohon.

“Kita berharap ke depan bisa masuk skema carbon trade. Jika berjalan baik, hasil carbon trade akan menjadi bagian dari pembiayaan konservasi.”

 

Membangun kesepakatan warga, Implementasi program perikanan teripang skala kecil berkelanjutan yang dilakukan oleh Yayasan Romang Celebes (YRC) Indonesia atas dukungan Program CEPF dan Burung Indonesia di Pulau Sapuka, Pangkep. Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia.

 

Midterm Review

Dari sisi PKW-II, Program Manajer Wallacea Burung Indonesia, Wahyu Teguh Prawira, menyebut dari evaluasi midterm review sejauh ini telah menunjukkan hasil yang baik.

Para mitra lokal, sebutnya bekerja berbasis tapak di tingkat grass root, dan langsung menyentuh ke lapisan masyarakat di lokasi program.

Midterm review menjadi ruang untuk saling belajar dan bertukar pengalaman antar mitra dalam rangka pengembangan kapasitas,” ungkapnya.

Critical Ecosystem Partnership Fund (CEPF) adalah program bersama l’Agence Française de Développement, Conservation International, the European Union, the Global Environment Facility, the Government of Japan, dan World Bank.

CEPF bertujuan untuk memperkuat keterlibatan dan efektivitas masyarakat sipil dalam kegiatan konservasi dan pengelolaan keanekaragaman hayati yang penting secara global.

 

***

Foto: Ikan ukuran besar yang ditangkap oleh nelayan. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

Exit mobile version