Mongabay.co.id

Datang ke Jakarta, Masyarakat Adat Awyu Berupaya Selamatkan Hutan dari Sawit

 

 

 

 

 

 

 

Perwakilan Masyarakat Adat Awyu, Boven Digoel, Papua Selatan, mengajukan permohonan sebagai tergugat intervensi ke PTUN Jakarta, Selasa (9/5/23). Tindakan itu untuk mendukung Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang digugat dua perusahaan sawit di Papua, guna menyelamatkan wilayah adat mereka.

Pada 10 Maret 2023, PT Megakarya Jaya Raya mendaftarkan gugatan dengan nomor perkara 82/G/2023/PTUN.JKT . Perusahaan mempersoalkan surat keputusan Menteri LHK 1150/MENLHK/SETJEN/PLA.2/11/2022 tentang penertiban dan penataan pemegang pelepasan kawasan hutan atas PT Megakarya Jaya Raya, di Boven Digoel, Papua. Lima hari berselang, 15 Maret 2023, PT Kartika Cipta Pratama juga menggugat hal sama.

Tigor Hutapea, anggota Tim Advokasi Selamatkan Hutan Papua menilai, gugatan kedua perusahaan pada Menteri LHK berpotensi merugikan Masyarakat Adat Awyu.  Kalau gugatan diterima, katanya, perusahaan akan punya izin pelepasan kawasan hutan dan mengambil hasil hutan adat.

Keputusan  Masyarakat Adat Awyu jadi tergugat intervensi juga berdasarkan keinginan proses persidangan tak hanya memeriksa prosedur perizinan tetapi ikut  memerhatikan keberadaan masyarakat adat di sana.

 

Masyarakat adat Awyu menyesalkan program-program pembangunan tidak pernah melibatkan masyarakat adat sebagai pihak utama (1)

 

Permohonan sebagai tergugat intervensi, katanya, juga untuk mengakses informasi terkait perizinan di wilayah adat Awyu.

Tigor menduga, gugatan kedua perusahaan ini berkaitan dengan tindak lanjut dari SK Menteri LHK nomor 1 tahun 2022 tentang Pencabutan Izin Konsesi Kawasan Hutan.

Namun, katanya, mereka belum memeroleh informasi pasti terkait hak dan kepentingan masyarakat adat seturut mandat SK Menteri LHK itu.

“Langkah kami masuk ke pengadilan supaya kami dapat SK dan informasi-informasi terkait. Kami harap, KLHK bisa membuka,” kata Tigor .

Catatan Tim Advokasi Selamatkan Hutan Papua menyebut, 8.828 hektar hutan masyarakat adat  dibuka kedua pemegang konsesi itu. Keterlibatan masyarakat adat Awyu sebagai tergugat intervensi diharapkan dapat menyelamatkan 65.415 hektar hujan.

 

Perwakilan Masyarakat Adat Awyu dan Tim Advokasi Selamatkan Hutan Papua bersama Saurlin Siagian dan Hari Kurniawan, Komisioner Komnas HAM RI ( berkemeja putih dan batik). Foto: Themmy Doaly/ Mongabay Indonesia

 

Datangi Komnas HAM

Perwakilan Suku Awyu juga mengadu pada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Tujuannya, meminta Komnas HAM memantau dugaan pelanggaran HAM karena kehadiran perkebunan sawit, serta melindungi pembela lingkungan hidup di daerah itu. Mereka juga meminta Komnas HAM memberikan amicus curiae (sahabat peradilan).

Hendrikus ‘Franky’ Woro, perwakilan Masyarakat Adat Awyu di Kantor Komnas HAM mengatakan, izin perkebunan sawit khawatir mengancam tanah leluhur mereka. Juga mengganggu kedamaian berbagai suku yang bermukim di sana. Masyarakat adat di Papua, katanya, menggantungkan hidup pada kelestarian hutan.

“Hutan adat bagian yang tidak terpisahkan dari kami dan merupakan rekening abadi bagi kami,” ujar Franky.

“Kami datang ke sini agar Komnas HAM membuat tim untuk mengadvokasi pelanggaran-pelanggaran HAM di wilayah kami.”

Dia menyesalkan program-program pembangunan tak pernah melibatkan masyarakat adat sebagai pihak utama. Padahal, ketika terjadi perubahan bentang alam, mereka adalah kelompok paling terkena dampak baik sosial, ekonomi dan budaya.

Sekar Banjaran Aji, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia juga anggota Tim Advokasi Selamatkan Hutan Papua berharap, Komnas HAM mau memberikan keterangan sebagai ahli HAM dan mangajukan amicus curiae.

 

Suarakan penyelamatan hutan Papua. Masyarakat adat di Papua, bergantung hidup dari hutan. Foto: Themmy Doaly/ Mongabay Indonesia

 

Komnas HAM juga diharapkan memberi usulan dan rekomendasi ke pemerintah seturut hasil pemantauan kondisi HAM yang dialami Masyarakat Adat Awyu dan Papua secara luas. Juga,  melindungi pembela HAM dan lingkungan hidup dari ancaman kriminalisasi.

“Harapannya, Komnas HAM lebih perhatian. Jangan sampai ketika masyarakat membuat laporan hukum, malah dilaporkan balik,” katanya.

Saurlin Siagian, Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM, menerima pengaduan Masyarakat Adat Awyu.  Komnas HAM, katanya, akan bikin amicus curiae.

Setelah mendapat persetujuan dari komisioner lain,  Komnas HAM akan membuat kajian khusus soal valuasi ekonomi masyarakat adat dan hutan untuk memberi gambaran pada pemerintah menyangkut dampak kehadiran perkebunan sawit.

“Tentu itu akan menghasilkan suatu rekomendasi sebagai mandat UU 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. (Detailnya) belum bisa kami ceritakan. Biasanya diceritakan setelah pulang (melakukan pengkajian dan penelitian),” kata Saurlin.

 

Tim Penyelamatan Hutan Papua bersama perwakilan Masyarakat Adat Awyu datangi Komnas HAM. Foto: Themmy Doaly/ Mongabay Indonesia

 

********

Exit mobile version