Mongabay.co.id

Kala Jerat Babi di Ladang Jagung Tewaskan Harimau di Pasaman

 

 

 

 

 

 

Kematian harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) terus terjadi. Baru pada pertengahan Maret lalu, harimau di Aceh, mati terkena jerang aring di leher,  kini terulang di Sumatera Barat. Harimau mati kena jeratan babi di ladang masyarakat di Jorong Tilalak Nagari Tanjung Baringin,  Kecamatan Lubuk Sikaping,  Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat, 16 Mei lalu.

Ardi Andono, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat mengatakan,  menerima laporan dari Kapolsek Lubuk Sikaping, Iptu Yufrizal soal satwa langka ini terjerat. Balai pun menurunkan tim WRU SKW I untuk menangani kasus itu.

Munawar, pemilik ladang jagung mengatakan, sekitar pukul 9.00 WIB sedang melihat-lihat ladang dan  melihat ada harimau terjerat. Dia lantas melapor ke warga lain lalu lanjut ke Polsek Lubuk Sikaping. Dari situ mereka menghubungi call center BKSDA Sumbar.

Sekitar pukul 10.00 wib Tim WRU sampai di lokasi. Harimau masih hidup tetapi kondisi lemas. Tim melepaskan jerat. Ketika jerat tersisa di kaki BKSDA mengirimkan tim medis dan kandang jepit sekaligus kandang transpor.

Predator puncak betina usia sekitar dua tahun itu habis napas sekitar pukul 12.30 WIB. “Harimau masih remaja dengan lebar tapak tujuh cm tak selamat. Di lokasi sama ada satu lagi yang mengawasi, bisa jadi saudaranya atau bisa jadi induknya,” katanya.

 

Proses nekropsi di RS Hewan Padang. Foto: Jaka HB/ Mongabay Indonesia

 

Tubuh harimau dibawa ke Rumah Sakit Hewan Padang untuk nekropsi. “Untuk meneguhkan diagnosa penyebab kematian satwa dibawa ke Padang untuk nekropsi,” katanya.

Ardi memerintahkan Tim WRU Seksi Konservasi Wilayah (SKW) I bersama Tim Pagari Sontang Cubadak dan Tim Pagari Panti Selatan patroli untuk menghindari hal tidak diinginkan. Mereka juga pasang kamera pengintai.

Dia meminta warga tidak memasang jerat dengan alasan apapun karena dapat  membahayakan satwa dilindungi. Dia bilang, pasang jerat bisa kena  sanksi berdasarkan UU No. 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya.

“Masyarakat agar selalu berkoordinasi dengan BKSDA Sumbar untuk melakukan tindakan apapun menyangkut satwa dilindungi.  Nomor call center 081266131222,” katanya.

 

Jerat di ladang jagung

Rusdian,  Kepala SKW I BKSDA Sumbar mengatakan,  jerat babi ada di kebun jagung masyarakat. Jerat ini merupakan pengamanan kebun warga dari babi. “Mereka pasang jerat itu untuk menghalau babi. Cuma masalahnya jerat ini tidak selektif, sejauh ini juga belum ada jerat itu yang selektif hingga apapun yang lewat situ bisa terjerat.”

Situasi seperti itu, katanya,  jadi fatal ketika yang lewat satwa dilindungi. “Sekarang ini harimau yang terkena. Kalau posisi jerat sendiri ada di luar hutan dan daerah masyarakat.”

Ladang itu, kata Rusdian,  tak jauh dari hutan lindung Pasaman.

Dia memperkirakan, asal harimau yang tewas ini dari Suaka Margasatwa Malampah, berjarak sekitar satu kilometer.

“SM Malampah itu salah satu habitat inti harimau di Sumatera Barat,” katanya.

Rusdian bilang, masih menyelidiki penyebab harimau keluar hutan. Dugaannya, inyiak balang usia remaja ini diperkirakan sedang mencari wilayah sendiri atau sedang belajar berburu bersama induknya hingga kemana-mana.

“Lumrah kalau melipir-lipir ke tepi hutan mencari makanan dan berburu. Karena di habitat inti sudah diisi harimau lain. Kalau berdasarkan referensi harimau baru akan mencari wilayah baru sampai dia settle,” katanya.


BKSDA Sumbar, katanya, akan bicara dan sosialisasi dengan masyarakat agar gunakan cara-cara ramah satwa liar dalam penanggulangan hama. Bisa juga, katanya, pakai kotoran harimau untuk menghalau.

“Biasanya itu efektif menghalau babi dan monyet, atau kami lebih setuju kalau masyarakat melakukan perburuan babi di sekitarnya daripada pakai jerat fatal seperti ini.”

Sebelumnya,  BKSDA Sumbar menghalau harimau yang diduga memangsa ternak warga di Kecamatan Palupuh, Agam. Tim Pagari Pasia Laweh patroli dan pakai bunyi-bunyian meriam di sekitar lahan perkebunan. Juga meletakkan kotoran dan air seni karnivora ini agar satwa yang datang bisa dikelabui kalau di sana sudah ada kucing besar lain menghuni.

“Kita belum mengidentifikasi apakah harimau yang di Pasie Laweh itu sama dengan yang ini. Karena jejaknya hampir sama sekitar 7-8 cm. Apakah ini individu sama atau kebetulan? Kami belum bisa pastikan. Kami akan identifikasi dari data survei di lapangan,” kata pria berkacamata ini.

Dokter hewan Idham Fahmi,  Kepala UPTD Rumah Sakit Hewan Sumbar mengatakan, dalam proses nekropi setelah lakukan beberapa sayatan dan pengamatan dari luar untuk kondisi fisik tak ada perubahan apapun. “Dari kepala sampai ekstremitas atau tangan dan kaki setelah itu ekor,” katanya.

Untuk nekropsi, katanya,  bagian dalam secara patologi anatomi di beberapa titik terjadi perubahan dari kondisi organ ataupun kondisi rongga dada dan perut. “Tidak seperti normal, terdapat perubahan rongga dada dan rongga perutnya.”

Proses pembedahan satwa ini mencakup pemeriksaan fisik luar dari kulit, bulu, selaput lendir lalu rongga mulut, mata, kaki dan tangan. “Selanjutnya,  insisi atau penyayatan beberapa bagian untuk membuka rongga toraks atau dada dan rongga perut untuk melihat kejanggalan yang tidak tergambarkan saat memeriksa fisik dari luar,” katanya.

Dari pengamatan bersama tim dokter,  ada beberapa yang tidak normal gambarannya,” katanya.

Dia mengatakan,  luka dari jerat tidak ada. “Tidak ada kelainan pada daerah leher dan kaki. Hanya berupa gores pada abdomen atau daerah perut. “Berarti badan masuk ke jerat. Leher tidak patah, leher dan tangan tidak ada robekan dan luka memar tidak ada,” katanya.

 

Proses pembedahan harimau untuk mengetahui penyebab kematian. Foto: Jaka HB/ Mongabay Indonesia

 

Hasil nekropsi

BKSDA mengeluarkan rilis tentang hasil nekropsi 17 Mei lalu. Kesimpulannya,  ada pendarahan di rongga dada, paru-paru dan leher. Juga karena terpapar panas matahari tinggi dan hipoksia akut.

Kondisi ini karena jerat melilit leher dan dada hingga pernapasan terganggu. Kemudian, karena metabolisme tidak bekerja baik, kadar oksigen berkurang hingga menyebabkan jantung bekerja lebih berat untuk memompa darah ke seluruh tubuh dampak dari jerat.

Kondisi ini terlihat dari jantung mengalami pembengkakan. Gangguan kadar oksigen terlihat dari mata dan kulit bagian dalam atau mukosa yang membiru hingga berakumulasi dan menyebabkan kematian.

Selain itu,  faktor panas menyebabkan harimau stres atau heat stress hingga menambah beban karena kekurangan oksigen. Tim dokter melakukan nekropsi sekitar satu jam, setelah selesai tubuh satwa dikubur sesuai tata penanganan satwa di halaman belakang Kantor BKSDA Sumbar.

Wilson Novarino, peneliti Satwa dari Universitas Andalas, mengatakan,  Pasaman memiliki keanekaragaman tinggi jadi kehadiran satwa karnivora seperti harimau cukup baik.

Dia bilang, pernah penelitian menggunakan camera trap di Cagar Alam Rimbo Panti dan Suaka Margasatwa (SM) Malampah, sekitar 2008 dan 2017, 2018.

“Selama kegiatan kita juga melihat ada perubahan tutupan lahan jadi ladang pada beberapa titik. Ini faktor pemicu konflik yang sering terjadi di Pasaman,” katanya.

Untuk itu, perlu meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pola berladang ramah satwa, dan alternatif kegiatan atau kompensasi kepada masyarakat kalau mereka alami konflik dengan satwa.

 

Proses pembedahan harimau yang kena jerat di ladang jagung petani di Pasaman. Foto: Jaka HB/ Mongabay Indonesia

 

Penggunaan jerat, katanya, sudah berlangsung sangat lama. Bahkan merupakan kemampuan yang berkembang sejak zaman manusia primitif.

Pemasangan perangkap bisa bersifat ofensif dilakukan para pemburu, atau tujuan pencegahan (defensif) seperti banyak petani. Untuk itu, katanya, melarang penggunaan jerat mesti lanjut dengan alternatif pola pencegahan serangan hama alternatif.

“Ini yang perlu kita lakukan untuk membangun harmoni antara masyarakat dan satwa.”

Sunarto, ekolog Satwa Liar, prihatin atas kejadian ini.  Dia bilang perlu upaya pencegahan lebih efektif agar kejadian serupa tidak terulang kembali.

Sisi lain dia mengapresiasi masyarakat yang melaporkan kejadian kepada aparat berwenang dan respon cepat aparat.  “Semoga ke depan dapat dipetakan kawasan rawan interaksi negatif (antara harimau dan manusia), diupayakan deteksi dini dan berbagai upaya pencegahan khusus di kawasan-kawasan rawan.”

 

Banyak jerat

Salpayanri, Direktur Institution Concervation Society (ICS), menuturkan, hutan di Sumatera Barat masih banyak jerat, terutama di kawasan konservasi seperti Taman Nasional Kerinci Sbelat dan Hutan Lindung Batanghari. Lokasi ini, tempat dia dan tim melakukan Smart Patrol dan aksi sapu jerat pada 2017-2019.

Dari penelusuran tim ICS, di TNKS jerat dipasang pemburu di sepanjang jalur harimau. Begitupun di Hutan Lindung Batanghari yang meliputi empat kabupaten: Solok Selatan, Dharmasraya, Sijunjung, dan Solok. Kebanyakan, katanya,  jerat terpasang di sepanjang jalur harimau.

“Ketika pemburu menemukan jejak harimau mereka akan pasang jerat. Bahkan, di kawasan kebun sawit harimau pernah kena jerat.” Dari kawasan hutan yang pernah dia jelajahi juga menemukan beberapa jenis jerat seperti jerat tapan, jerat kerinci, jerat lontar, jerat kijang atau rusa, dan jerat babi.

 

Harimau Sumatera, hidup terus terjepit. Konflik harimau dan manusia pun makin sering. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

********

Exit mobile version