Mongabay.co.id

Burung Makin Terancam di Alam? Para Pengamat akan Monitoring Serempak

 

 

Keberadaan burung-burung makin terancam di alam terbukti dari beberapa jenis mulai sulit ditemukan di alam. Para pengamat burung Indonesia pun berkomitmen meningkatkan monitoring. Penyebab kelangkaan ini, tak hanya karena perubahan ekosistem juga perburuan, perdagangan dan penyelundupan masih marak.

Bahasan itu antara lain yang mengemuka dalam pertemuan Pengamat Burung Indonesia X di Desa Penatahan, Kecamatan Penebel, Tabanan, Bali, awal Mei lalu. Sekitar 100 orang berkumpul dalam pertemuan ini dari berbagai daerah seperti Pulau Lombok dan Jawa (Jakarta, Jogja, Jawa Tengah, Malang, Surabaya, serta Kediri). Ada juga dari Sumba-Flores, Nusa Tenggara Timur dan Pontianak, Kalimantan Barat.

Peserta terdiri dari berbagai macam profesi seperti mahasiswa, staff Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA), staff Balai Taman Nasional, pengusaha, aktivis LSM, dan dokter hewan.

Mochamad Saifudin, ketua panitia pertemuan mengatakan,  ada sejumlah jenis burung sudah sulit ditemukan antara lain, jenis bondol oto hitam (Lonchura ferruginosa) dan beluk watu Jawa (Glaucidium castanopterum).

“Dengar suaranya saja sudah senang,” katanya medio Mei lalu.

Dulu, bondol oto hitam bisa teramati merata di sejumlah daerah, kini makin sulit. Tahun ini, katanya, baru terlihat di dua lokasi yakni Semarang dan Malang Selatan, setelah bertahun-tahun upaya pengamatan.

 

 

Beluk watu Jawa. Foto: Heri Andri

 

Menariknya, bondol oto hitam ini dianggap hama oleh sebagian petani karena diyakini makan bulir padi. Namun, para pengamat mendapat hal sebaliknya, bondol oto hitam memakan hama atau gulma padi yakni biji rumput liar di tengah sawah.

“Saya amati perilakunya tidak makan padi tapi biji rumput liar di tengah sawah,” katanya seraya bilang, berarti oto hitam burung yang mengendalikan gulma padi.

Secara umum, burung berfungsi sebagai pengontrol hama alami, karena makan ulat, wereng, dan serangga lain yang merusak padi. Burung juga membantu penyerbukan tanaman.

Burung lain yang berhasil teramati di Batukaru adalah elang tikus. Satwa ini bisa diamati sedang makan tikus, hama di sawah yang paling ditakuti petani. Saking tikus mengkhawatirkan, sejumlah kelompok tani di Tabanan mengembangbiakkan burung hantu (Tyto alba).

Keberadaan burung, katanya,  sangat bermakna kalau tidak diburu karena bisa mengendalikan hama tanpa pestisida yang merusak lingkungan.

 

Staf BKSDA Sulawesi Tenggara memperlihatkan sitaan burung kacamata wakatobi. Foto: Riza Salman/Mongabay Indonesia

 

Perburuan dan perdagangan

Dalam pertemuan pengamat burung Indonesia ini juga terlihat kalau kini masih banyak perburuan dan perdagangan burung di seluruh Indonesia. Karena itu,  mereka menyepakati komitmen mengupayakan kegiatan preventif terhadap eksploitasi burung di alam liar.

Dalam rilis, Deny Hatief, humas pertemuan ini menyatakan, Indonesia memiliki keragaman burung yang tinggi. Setidaknya,  1.800-an jenis atau 17% populasi burung dunia. Sayangnya,  keberadaan burung-burung makin terancam karena habitat hilang, perburuan, dan perdagangan liar.

Saifudin menambahkan salah satu rencana aksi adalah monitoring serempak, namun tidak harus di hari sama, di seluruh Indonesia untuk memetakan perubahan yang terjadi. Citizen science ini, katanya,  dilakukan secara amatir, tak hanya oleh ahli pengamat burung secara sukarela.

Dia contohkan, kalau mereka bertemu pemburu dan penangkap burung, dicatat. Dalam pertemuan pengamat juga menyiapkan tim advokasi kalau ada situasi yang mengancam keselamatan.

Data yang akan dikumpulkan juga termasuk jenis burung dilindungi yang dimiliki kolektor. “Biar masuk red zone, masuk catatan,” jelasnya.

Komunitas pengamat burung ini sudah mendokumentasikan pemetaan sebelumnya dalam buku Atlas Burung Indonesia. Buku ini, katanya,  sudah dikoleksi sejumlah museum di luar negeri.

Monitoring intensif ini, penting karena beberadaan burung tertentu di alam makin menipis. Banyak faktor penyebab, katanya, seperti alih fungsi lahan, hutan. Kalau dalam konteks Bali,  katanya, makin banyak lahan jadi villa. Faktor lain,  perdagangan burung masif, seperti penghobi yang memelihara burung dalam sangkar.

Untuk perburuan, cara menangkap burung pun makin beragam seperti jaring, lem, dan menembak. Saifudin mengutuk pemburu yang menembak hanya untuk hobi, setelah mati lalu ditinggalkan.

 

Bondol oto hitam. Foto: M. Saifudin

 

*******

 

Catatan redaksi : berita ini telah diperbaharui pada Minggu, 11 Juni 2023

 

Exit mobile version