Mongabay.co.id

Jago Merah Lalap Hutan Raya di Gunung Arjuno

 

 

 

 

Kebakaran hebat melanda kawan hutan di Taman Hutan Raya (Tahura) Raden Soerjo di Pegunungan Arjuno-Welirang, Jawa Timur. Sekitar 20 hektar hutan pun ludes dilalap si jago merah walau akhirnya berhasil dipadamkan.

Wahyudi,  Kepala UPT Tahura R Soerjo menyebut,  kobaran api pertama kali diketahui 25 Mei 2023 malam sekitar pukul 21. 00. Mendapati kabar itu, beberapa personel dibantu relawan bersegera menuju lokasi untuk memadamkan api.

Hembusan angin kuat dan medan sulit dilalui menyebabkan upaya pemadaman tak mudah. Api baru berhasil padam sekitar lima jam kemudian. “Pada  26 Juni dini hari bisa padam,” kata Wahyudi melalui sambungan telepon.

Belum dipastikan apa penyebab kebakaran di tahura ini tetapi kuat dugaan karena ulah manusia, terutama pemburu liar. Sebab, katanya, titik kebakaran itu jauh dari jalur pendakian. “Kemungkinan ya pemburu.”

Selama ini, beberapa satwa liar di pegunungan Arjuno-Welirang jadi sasaran perburuan, antara lain, ada elang Jawa, Lutung Jawa, kijang atau rusa, hingga macan tutul.

Wahyudi mengatakan, para pemburu biasa membakar hutan untuk mempersempit ruang gerak. Kalau melihat area yang terbakar,  diduga habitat rusa dengan tanaman perdu cukup padat.

Kebakaran ini, katanya, kali pertama pada 2023. Beberapa vegetasi hangus terbakar antara lain, ilalang dan cemara gunung.

Bagi Wahyudi, Tahura R. Soerjo, sangat penting sebagai pengatur siklus hidrologi. Tak hanya bagi daerah-daerah sekitar juga Jawa Timur. Di lereng gunung ini, katanya, Sungai Brantas,  berhulu.

Soerjo merupakan tahura terluas keempat dari 22 tahura di Indonesia. Tiga tahura lainnya, adalah Tahura Bukit Barisan di Sumatera Utara (51.600 hektar), Bukit Soeharto di Kalimantan Timur (61.800 hektar), dan Tahura Sultan Adam (Kalimantan Selatan) seluas 112.000 hektar.

 

 

Gunawan Wibisono,  pakar Hidrologi Universitas Merdeka (Unmer) Malang, menyebut, tahura memiliki peran penting sebagai penyangga kehidupan masyarakat sekitar.

Secara ekologi, kerapatan pohon di tahura berkontribusi pada pengurangan pemanasan global dengan kemampuan menyerap karbon. Sebaliknya, kerusakan tahura akan berkontribusi meningkatkan suhu bumi.

“Secara hidrologi, tahura ini berfungsi sebagai pengatur sistem hidrologi di alam. Ia menahan air hujan yang turun, meresepkan ke dalam tanah dan mendistribusikan secara teratur,” katanya.

Tak mengherankan, kata Gunawan, daerah di sekitar tahura biasa memiliki banyak sumber mata air.  Kalau kemudian vegetasi di tahura berkurang karena kebakaran atau yang lain, katanya, akan berdampak pada masa depan masyarakat sekitar situ.

“Saya kira sangat penting menjaga hal-hal yang mengancam kelestarian tahura itu, seperti kebakaran. Karena itu, sama dengan melestarikan kehidupan masyarakat,” ucap Gunawan.

Laman Tahura R. Soerjo, menyebut, secara administratif, tahura meliputi lima kota dan kabupaten di Jawa Timur, yakni, Pasuruan, Mojokerto, Malang, Jombang, dan Kota Batu.

Penataan batas ulang sempat dilakukan Departemen Kehutanan—kini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan–pada 1997, luas kawasan hutan raya jadi 27.868,30 hektar.

Rinciannya, hutan lindung 22.908,3 hektar, dan Cagar Alam Arjuno-Lalijiwo 4.960 hektar. Saat ini, Tahura Raden Soerjo dikelola Unit Pelaksana Teknis di bawah Dinas Kehutanan Jawa Timur.

Diono Yusuf, pegiat konservasi di Gunung Arjuno, mengatakan, kebakaran jadi salah satu ancaman di Tahura R. Soerjo, terlebih saat kemarau tiba. Pada 2019, misal, sedikitnya 300 hektar lahan ludes dilalap api.

 

 

Kebakaran di Gunung Arjuno. Foto: UPT Tahura R Soerjo

 

Kebakaran, katanya,  biasa saat kemarau atau masa akhir tahun.

“Yang paling prihatin itu kalau area yang terbakar di lokasi-lokasi yang sebelumnya kita tanami, kemampuan bertahannya kecil,” kata Diono.

Dia bilang, masa kemarau ini harus meningkatkan kewaspadaan. Laporan riset Hamam Asyrawi Dkk (2021)  memperlihatkan, sebaran titik api paling banyak terjadi antara Juni hingga November, tertinggi pada Agustus.

“Sebaran hotspot dominan terjadi pada daerah lereng yang landai dengan kemiringan 8-15%,” tulis Hamam dalam laporan yang dipublikasikan Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam pada 2021 itu.

Hamam juga menyebut, tahura di Pasuruan memiliki kerentanan tertinggi dibanding lokasi lain di wilayah administratif Tahura R Soerjo. Kurun 2011-2015, Hamam mengidentifikasi 25 titik api.

Terendah ada di Jombang dengan satu titik api. Kemudian, Mojokerto enam titik, Malang 12 dan Kota Batu (24).

 

 

Selama kurun sama, total tahura yang terbakar mencapai 4.000 hektar lebih. Rinciannya, 1.373,42 hektar pada 2011, 930,5 hektar dalam 2012, lalu 39,7 hektar pada 2013. Kemudian, seluas 1.373,3 hektar pada 2014 dan 901 hektar pada 2015.

Bagi Hamam, risetnya itu sangat penting sebagai upaya mitigasi sekaligus antisipasi kebakaran hutan di tahura.

“Pencegahan dapat dilakukan lebih maksimal pada titik-titik yang banyak memiliki sebaran hotspot,” katanya.

Wahyudi bilang, saat ini ada 125 personel, termasuk relawan/warga yang terlibat sebagai pemadam kebakaran. Mereka siaga 24 jam kalau sewaktu-waktu terjadi kebakaran.

Peningkatan kewaspadaan ini, katanya, juga untuk merespons dampak El-Nino yang diperkirakan mencapai puncak pada Agustus nanti.

“Cuma memang mamadamkan api di atas gunung itu tidak seperti di perkampungan. Dari bawah memang kelihatan, tapi akses untuk ke lokasi itu kan tidak mudah,” katanya.

Selain itu, peralatan yang bisa dibawa juga sangat terbatas. Meski begitu, katanya, pada petugas ini sudah memahami standar prosedur operasional ketika kebakaran terjadi. Misal, dengan membuat sekat agar api tak makin meluas.

 

Api melalap Gunung Arjuno. Sekitar 20 hektar ludes. Foto: UPT Tahura R Soerjo

 

******

Exit mobile version