Mongabay.co.id

Menangkap Isyarat Kunang-kunang di Malam Hari

 

 

Bagai bintang di langit, cahaya kunang-kunang pun turut menghiasi malam. Sayangnya, keberadaannya kian hari kian sulit ditemui. Dulu, satwa ini sering terlihat di persawahan, pinggiran danau, rawa-rawa, padang rumput, dan hutan. Kadang-kadang mereka mampir pula ke rumah.

Kini kunang-kunang makin jarang terlihat karena habitat aslinya menyempit, bahkan hilang. Siklus hidupnya juga terganggu oleh aktivitas manusia. Sementara perubahan iklim ikut menambah kerentanan populasinya.

Sebuah survei global, dilansir dari BioScience, tentang ancaman kepunahan kunang-kunang menyebutkan, ada tiga ancaman tertinggi terkait kelestarian serangga ini. Yaitu hilangnya habitat, cahaya buatan, dan penggunaan pestisida.

Survei yang dilakukan awal 2019 lalu itu juga menyertakan ancaman lain namun dalam skala lebih kecil. Yaitu kekeringan, kenaikan suhu, polusi air, kenaikan air laut, badai dan banjir, turisme, invasi spesies lain, dan pengambilan berlebih.

Secara taksonomi, kunang-kunang digolongkan dalam Kelas Insecta, Ordo Coleoptera, dan Famili Lampyridae. Sebanyak 2.000 spesies kunang-kunang telah diketahui, yang sekitar 400 spesies teridentifikasi di Asia Tenggara dan wilayah Indo-Pasifik. Spesies yang banyak ditemukan di Asia Tenggara termasuk Indonesia adalah Pteroptyx tener, Pteroptyx malaccae, dan Luciola pupilla.

Baca: Apakah Ada Kunang-kunang Laut?

 

Kunang-kunang yang bersinar terang di malam hari. Foto: Unsplash/Jerry Zhang/Free to use

 

Lingkungan sehat 

Kemunculan kunang-kunang dengan cahayanya di suatu kawasan bisa menjadi isyarat lingkungan yang sehat. Mengapa? Kalau dirunut dari siklus kehidupannya, kelangsungan hidup satwa ini memang bergantung kepada ekosistem yang lestari.

Siklus hidup kunang-kunang melewati empat tahap atau yang disebut metamorfosis sempurna.  Dimulai dari telur, larva, kepompong, kemudian kunang-kunang dewasa. Keempatnya bisa membutuhkan lingkungan berbeda. Lama siklus juga tidak sama, tergantung spesiesnya.

Misalnya kunang-kunang jenis Pteroptyx tener. Boleh dibilang, spesies ini mampu hidup di darat, air, dan udara. Mengutip laporan dari peneliti Forest Research Institute Malaysia, kunang-kunang spesies Pteroptyx tener kerap ditemukan di hutan mangrove, muara sungai, atau perairan payau. Keunikannya telah menjadi daya tarik wisata di sana. Kehidupan kunang-kunang spesies ini, menggambarkan hubungan yang kompleks antara makhluk hidup dengan lingkungannya.

Baca: Gemerlap Kunang-kunang, Pesona Wisata Malam Rammang-Rammang

 

Cahaya kunang-kunang terpancar dari tubuhnya. Foto: Wikimedia Commons/NEUROtiker/Free to share

 

Setelah dibuahi, biasanya sang betina akan meletakkan telur di tempat aman di daratan. Misalnya di lumut yang basah di pinggir sungai. Setelah berumur 15 hingga 20 hari, telur menetas menjadi larva berukuran sekitar 2 mm. Larva ini makan siput, cacing, serta binatang lunak lainnya yang tak jarang berada di dalam air. Setelah menyuntikkan enzim khusus, larva kunang-kunang akan menyedot nutrisi mangsanya.

Ketika usianya menginjak dua minggu, larva akan berganti kulit. Untuk itu dia akan menggali lubang dan tetap tinggal di sana hingga proses pergantian kulit selesai. Karena tubuhnya semakin besar, larva kunang-kunang harus ganti kulit beberapa kali sebelum akhirnya menjadi kepompong atau pupa.

Butuh waktu 9 hingga 12 hari kunang-kunang bertapa dalam kepompongnya sebelum mengepakkan sayap dan terbang di udara. Kunang-kunang dewasa spesies ini makan nektar dan cairan tumbuhan. Jika saat menjadi larva memerlukan waktu 6 hingga 7 bulan, tatkala dewasa kunang-kunang ini hanya berumur beberapa minggu saja. Dia akan mencari pasangan dipandu kerlip bioluminescence yang ada di perutnya, bertelur, lalu mati.

Jika salah satu habitat rusak, siklus metamorfosis dari telur hingga menjadi kunang-kunang dewasa akan terganggu. Populasi kunang-kunang pun berkurang bahkan terancam punah. Siklus hidup kunang-kunang Pteroptyx tener mengandaikan muara sungai yang bebas polusi, tersedianya aneka vegetasi, serta keutuhan bentang alamnya.

Pencemar pestisida yang digunakan dalam pertanian akan mematikan larva. Vegetasi tepi muara yang rusak bakal menghilangkan tempat bertelur, mencari pasangan, serta sumber makanan kunang-kunang dewasa. Sementara, bentang alam yang rusak akan menghilangkan siput dan sumber makanan larva kunang-kunang. Kunang-kunang menjadi bioindikator yang sangat baik bagi kelestarian berbagai habitat.

Baca juga: Kepik, Serangga Mungil “Sahabat” Petani

 

Kunang-kunang dewasa jenis Photuris lucicrescens. Foto: Wikimedia Commons/Bruce Marlin/CC BY-SA 2.5

 

Kunang-kunang pun membutuhkan udara sehat yang kaya oksigen. Pada kunang-kunang, dikutip dari Scientific American, cahaya muncul melalui proses kimia saat kalsium, adenosine triphosphate, dan enzim bioluminescence bercampur dengan oksigen.

Uniknya, cahaya yang dihasilkan tidak menghasilkan panas sehingga kunang-kunang tidak perlu mengeluarkan banyak energi untuk menyalakan “lampu” di dalam perutnya. Tercukupinya oksigen ikut memastikan “lampu” itu tetap menyala.

Kunang-kunang juga berjasa bagi satwa nokturnal lain. Kebanyakan, kunang-kunang menggunakan bioluminescence untuk mengirim pesan kepada pasangannya sekaligus menakuti predator.

Sejumlah laporan menyatakan populasi kunang-kunang menjadi jauh berkurang gara-gara polusi cahaya. Ini dikarenakan kunang-kunang sangat sensitif terhadap cahaya. Keberadaan kunang-kunang bisa menjadi isyarat ada atau tidaknya dampak polusi cahaya yang bisa memengaruhi kehidupan satwa nokturnal. [Berbagai sumber] 

 

Exit mobile version