Mongabay.co.id

Siapkan Payung Hukum, Otorita IKN Jamin Perlindungan Lingkungan dan Kearifan Lokal

Tampak seorang perempuan suku Balik memetik tanaman di kebunnya. Foto: Yovanda/Mongabay Indonesia

 

 

Badan Otorita Ibu Kota Nusantara [OIKN] tengah menyusun produk hukum perlindungan lingkungan dan kearifan lokal di wilayah IKN. Gagasan tersebut dimasukkan dalam Rancangan Peraturan Kepala OIKN [Raperka] Kearifan Lokal.

Meski baru rancangan, Badan Otorita menyebut Raperka Kearifan Lokal akan menjamin keberlangsungan ekosistem alam melalui kearifan lokal yang berbudaya. Peraturan ini mengatur tata cara pengakuan, perlindungan, dan pemajuan kearifan lokal dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup [PPLH].

Deputi Bidang Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam, Badan Otorita IKN, Myrna Asnawati Safitri mengatakan, masalah perlindungan lingkungan hidup menjadi fokus utama dalam pembangunan IKN. Namun, perlindungan yang dimaksud tidak hanya ekosistem alam saja, tetapi juga meliputi kebudayaan dan kearifan lokal.

“Fokus pembangunan IKN adalah lingkungan dan kebudayaan. Keduanya harus tersambung. Jadi bicaranya bukan alam semata, tapi juga kearifan lokal yang terkandung dalam kebudayaan itu,” terangnya, saat diskusi publik di Balikpapan, Kalimantan Timur, Kamis [8/6/2023].

Baca: Cerita Sedih Suku Balik, Terasing Ditengah Hadirnya IKN Nusantara

 

Seorang perempuan Suku Balik memetik sayuran di kebunnya. Suku Balik hidupnya terasing ditengah hingar-bingar hadirnya IKN Nusantara. Foto: Yovanda/Mongabay Indonesia

 

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang PPLH, negara menjamin kelestarian lingkungan berbasis kearifan lokal, berupa nilai-nilai luhur yang berlaku dalam kehidupan masyarakat. Antara lain, melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari.

“Tujuan Raperka untuk memberi kepastian hukum bagi kearifan lokal di IKN,” ungkapnya.

Myrna menyebut, pembangunan IKN didesain serasi dengan alam, yaitu keseimbangan ekologi berwawasan lingkungan dan terencana secara tata ruang.

Dari luas wilayah darat sekitar 256.142 hektar, terbagi menjadi beberapa bagian. Masing-masing, 65 persen berupa kawasan lindung dan 10 persen untuk produksi pangan. Untuk kawasan kota, akan dibagun seluas 56.180 hektar, yang 50 persen merupakan ruang terbuka hijau dengan desain bangunan menggunakan konstruksi ramah lingkungan.

“Rencana IKN menjadi kota hutan yang smart, harus didukung kebudayaan yang ada. Sesuai visi sebagai Carbon Neutral City dan BiodiverCity 2045, dibutuhkan sinergi manusia dengan alam. Kami membuat sistem terbaik dan berkomunikasi secara terbuka, tetap selaras dengan alam dan inklusif,” imbuhnya.

Baca: Otorita IKN Baru Susun Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Keanekaragaman Hayati, Langkah Terlambat?

 

Saat hutan makin tergerus, masyarakat Suku Balik mengandalkan hasil padi di sawah maupun tanaman di kebunnya. Foto: Yovanda/Mongabay Indonesia

 

Urgensi penyusunan

Tahun 2023, pembangunan IKN telah dilakukan. Badan Otorita menyebut, perlindungan terhadap praktik kearifan lokal harus segera dilakukan agar tidak tergilas laju pembangunan fisik.

“Targetnya lingkungan terjaga melalui kearifan lokal. Dari diskusi publik yang telah digelar, kami akan membentuk kelompok kerja dan berkonsultasi dengan para ahli dan masyarakat setempat. Tidak terkecuali para tokoh masyarakat dan tokoh adat,” jelasnya.

Disinggung mengenai masyarakat adat di wilayah IKN, Myrna menyebut Raperka perlindungan kearifan lokal juga berfungsi melindungi masyarakat adat dan wilayahnya. Namun, tidak bisa ditulis dengan sebutan perlindungan masyarakat adat, sebab akan ada produk turunan yaitu pengakuan masyarakat adat di wilayah IKN.

“Kalau bicara wilayah adat, berarti harus ada lagi kebijakan pengakuan masyarakat adat. Di wilayah itu memang belum ada. Kalau demikian, berarti harus diatur lagi, ini membuat tingkat kerumitannya lebih besar. Tapi kalau bicara wilayah adat, Raperka kearifan lokal ini bisa digunakan dan bisa jadi jalan pembuka,” ujarnya.

Badan Otorita mengutamakan praktik pelestarian lingkungan dari kearifan lokal masyarakat adat.

“Prinsipnya, penyusunan Raperka sejalan dengan beberapa peraturan lain, seperti KLHK dan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual. Tapi, perlu ada penyempurnaan lagi dan semua yang ada di IKN adalah kewenangan khusus,” katanya.

Baca juga: Berharap Negara Kembalikan “Jantung” Suku Mapur

 

Myrna Asnawati Safitri, Deputi Bidang Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam, Badan Otorita IKN, saat diskusi publik Raperka Kearifan Lokal di Balikpapan, Kalimantan Timur, Kamis [8/6/2023]. Foto: Foto: Yovanda/Mongabay Indonesia

 

Harapan masyarakat adat

Kepala Adat Suku Balik, Sibukdin, menerangkan saat ini segala bentuk kearifan lokal yang ada di wilayah IKN, tidak hanya dari satu suku saja. Melainkan, semua masyarakat lokal yang sudah bercampur dengan suku-suku asli di Kalimantan Timur. Namun, sejak diresmikan menjadi IKN, segala bentuk kearifan lokal terganjal aturan.

“Kami ini petani dan peladang. Untuk beras kami menanam padi gunung, tapi aturan larangan membakar lahan, membuat kearifan lokal itu hilang. Padahal, ketika membakar ladang, ada aturan adat yang tidak mungkin membuat api meluas. Itu baru satu contoh,” katanya, Sabtu [17/6/2023].

Melalui Raperka Kearifan Lokal, masyarakat adat di IKN berharap ada pengakuan wilayah untuk mereka.

“Harapannya dapat kami kelola bersama. Dengan Raperka, pemerintah tentu akan menjaga wilayah adat yang kami miliki. Masyarakat adat dan masyarakat lokal harus terlibat menjaga kearifan lokal. Terutama, menjaga lingkungan dan budaya di IKN,” sebutnya.

 

Peta Wilayah Adat di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Peta: AMAN Kaltim

 

Martinus Nanang, antropolog di Kalimantan Timur, menjelaskan dalam membuat Raperka Kearifan Lokal, banyak yang harus diperhatikan. Terutama, terkait kesejahteraan masyarakat adat dan masyarakat lokal di wilayah IKN itu sendiri.

“Pada dasarnya, pengampu kearifan lokal adalah masyarakat yang mempraktikkan pengetahuan tradisional. Harus menentukan representasi masyarakat. Apakah benar masyarakat adat, atau malah ormas,” ujarnya, Sabtu [17/6/2023].

Pada dasarnya, pengakses kearifan lokal adalah perseorangan, kelompok masyarakat, organisasi masyarakat, organisasi profesi, lembaga, dan atau badan usaha. Menurutnya, Badan Otorita harus memerhatikan itu semua, lantaran dapat terjadi klaim internal yang menyebabkan eksklusif pihak tertentu.

“Wilayah kearifan lokal memiliki bentuk dan sifat yang kultural. Agar tepat sasaran, perlu adanya inventarisasi keanggotaan. Para pengampu ini memiliki hak dan kewajiban yang harus dipenuhi untuk keberlangsung Raperka Kearifan Lokal,” pungkasnya.

 

Exit mobile version