Mongabay.co.id

Daun Lontar dan Anyaman Kreatif Masyarakat Flores

 

 

Tangan Margaretha Barek [63] cekatan menganyam daun lontar, menjadikannya wadah makanan. Ada keleka, tempat menampi beras dan jagung giling. Ada bakul untuk menyimpan jagung yang sudah dikupas dan padi yang sudah ditumbuk.

Ada juga tumbu dan nera, tempat menyimpan hasil panen seperti padi, jagung, kacang-kacangan, sorgum, singkong dan ubi jalar.

“Daun lontar di desa kami berlimpah, harus dimanfaatkan sebaik mungkin,” terang Mama Eta, sapaannya kepada Mongabay Indonesia, Senin [22/5/2023].

Mama Eta diundang memberikan pelatihan menganyam kepada peserta pertemuan Southeast Asia – Women Environmental Human Rights Defender Summit 2023 [WEHRDs] 2023. Pertemuan yang dihadiri perwakilan enam negara itu [Indonesia, Kamboja, Laos, Myanmar, Filipina, dan Thailand], berlangsung di Waiotan Farm, Desa Pajinian, Kecamatan Adonara Barat, Kabupaten Flores Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur [NTT], pada 20 sampai 26 Mei 2023.

Dalam pertemuan ini dihasilkan Deklarasi Adonara. Isinya, perempuan pembela lingkungan tersebut akan membela masyarakat adat dan komunitas lokal di Asia Tenggara untuk mendapatkan hak-hak atas wilayahnya serta menyelesaikan konflik tanpa cara kekerasan. Termasuk, diakui dan dihormati oleh negara.

Baca: Du Anyam, Menganyam Asa Perempuan dan Filosofi Pohon Koli

 

Margaretha Barek, perempuan Penganyam dari Desa Tapobali, Kecamatan Wulandoni, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, menunjukkan anyaman berbahan daun lontar. Foto: Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Bagian hidup

Menganyam dan menenun menjadi budaya masyarakat Lamaholot yang berada di Pulau Flores bagian timur, Pulau Adonara, Solor, dan Lembata. Keterampilan itu diwariskan turun-temurun kepada anak perempuan.

Tahun 2021, dibentuk kelompok menganyam Sita Sina beranggotakan 20 perempuan di Desa Tapobali, Kecamatan Wulandoni, Kabupaten Lembata. Mereka juga membentuk kelompok tenun ikat Ina Tula Tani.

“Kami melatih generasi muda. Bapak-bapak juga, untuk menganyam dan mewarnai agar bisa membantu isteri,” ungkap Mama Eta, yang sudah jago menganyam sejak tamat SD tahun 1974.

Baca: Kreatif, Produk Makanan dan Minuman Ini Berbahan Daun Kelor

 

Margaretha Barek (bertopi), sedang mengajarkan proses menganyam daun lontar kepada perempuan dari berbagai negara di Asia Tenggara saat pertemuan di Desa Pajinian, Flores Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Foto: Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Setiap Sabtu, Mama Eta bersama kelompoknya menganyam bersama. Hasil kerajinan itu dijual  melalui PKK Lembata, BUMDes Tapobali, hingga kelompok Sorgum yang memasarkannya ke berbagai wilayah.

“Kami bisa menganyam apa saja, sesuai pesanan. Ada tas perempuan dan tas belanja. Ada juga tempat tisu, pot bunga, hingga tas laptop. Harganya mulai 50 ribu hingga 100 ribu Rupiah,” jelasnya.

Hayati dan Julaini, perempuan muda yang ditemui di lokasi pameran, mengaku mahir menenun karena ikut belajar di kelompok tenun Ibu Kompleks di Desa Lamabelawa, Kecamatan Witihama, Adonara.

“Ibu-ibu di desa kami menganyam berbagai wadah untuk keperluan sehari-hari namun masih kesulitan memasarkan,” ungkap keduanya.

Baca: Banyak Ditemukan di Flores, Cucamelon Ternyata Tumbuhan Asal Meksiko

 

Pangan lokal hasil panen petani di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, diletakkan dalam wadah anyaman daun koli atau lontar. Foto: Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Pewarna alami

Untuk menghasilkan warna cokelat dan kuning pada aneka wadah hasil anyaman, dipergunakan pewarna alami.

Mama Eta menggunakan kayu sepang atau pucuk jati lokal, untuk menghasilkan warna cokelat. Batang bagian dalam kayu diambil dan direbus bersama daun lontar. Setelah daun lontar berubah warna, diangkat dan dijemur hingga kering, lalu dipergunakan.

Warna kuning dihasilkan dari parutan kunyit yang direbus bersama daun lontar selama dua jam.

“Warnanya lebih tahan lama dan tidak luntur bila menggunakan pewarna alami,” ungkapnya.

Baca juga: Jewawut, Pangan Lokal Bernilai Tinggi yang Jarang Ditanam

 

Pohon lontar yang daunnya dapat dimanfaatkan untuk kerajinan anyaman. Foto: Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Camat Adonara Barat, Wilhelmus Wisok, mengakui budaya menanam dan menganyam masih dipertahankan perempuan Lamaholot.

“Hasilnya, lebih banyak untuk konsumsi lokal sehingga belum banyak dijual ke luar wilayah,” jelasnya.

Sebelumnya, Pendiri Du Anyam, Hannah Keraf, kepada Mongabay Indonesia mengatakan telah melatih 1.400 perajin yang tersebar di Provinsi NTT, Papua, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur.

“Kami memberikan pelatihan menganyam produk lokal yang biasa di gunakaan dalam keseharian. Banyak yang tidak tahu cara membuatnya.”

Bagi Hannah, anyaman daun lontar atau dinamakan juga daun koli, unik karena pohonnya banyak tumbuh dan sudah digunakan sejak lama. Pohon ini harus dilestarikan, jangan ditebang bila membuka kebun.

“Banyak manfaatnya untuk kehidupan kita sekaligus menjaga lingkungan,” paparnya.

 

Exit mobile version