Mongabay.co.id

Banjir Bandang Terjang Desa Kawasi saat Harita Group Ekspor Nikel Sulfat Perdana ke Tiongkok

 

 

 

 

Lumpur pekat menggenangi permukiman warga Desa Kawasi, Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, yang berdekatan dengan kawasan industri nikel Harita Group. Lumpur itu meluap karena banjir bandang Sungai Toduku saat hujan lebat 16 Juni lalu.

Dalam video yang beredar di media sosial, sejumlah indekos dan rumah warga terendam banjir lumpur setinggi sekitar 50 sentimeter. Tanaman-tanaman di sekitaran sungai seperti ubi, singkong, hingga kelapa ikut terlindas. Tanaman mangrove di bibir sungai tak lagi kelihatan membuat tubuh sungai makin melebar.

Tak hanya di dekat muara sungai yang kena imbas, permukiman agak jauh dari muara juga terendam. Tanggul di belakang permukiman yang dibangun perusahaan untuk mengalihkan jalur alir sungai ikut jebol dan menggenangi rumah-rumah warga.

Nur, warga Kawasi kaget saat pekarangan dan dapur rumah di sekitar dengan cepat di penuhi banjir pekat. Dia dengan cekat membereskan barang-barang di lantai dapur.

“Kemarin kalau tidak cepat diatasi, kami bisa tenggelam,” katanya.

Menurut dia, banjir kali ini lebih parah dari sebelumnya. Tanggul di jalur hulu sungai tak bisa menahan deras banjir, sementara, muara sungai dipersempit dengan batu-batuan. Hal Itu, kata Nur, membuat limpasan air banjir terhempas hingga ke rumah rumah warga.

Pasca banjir reda, terekam beberapa warga membersihkan ruangan dan halaman depan pekarangan yang kotor tergenang banjir lumpur.

Di sepanjang perairan pantai Desa Kawasi, air laut berubah warna merah kecokelatan.

Warga lain, Jofi mengatakan, banjir dari Sungai Toduku bukan saja meluap ke pemukiman, merusak tanaman, dan mencemari laut, juga makin memperburuk kondisi lingkungan dan sumber kehidupan warga.

“Sungai ini sumber air kami dahulu, sekarang kondisinya makin buruk. Operasi pertambangan nikel di hulu makin merusaknya,” kata Jofi, mahasiswa asal Kawasi melalui pesan singkat.

 

Baca juga: Moncer Baterai Kendaraan Listrik, Suram bagi Laut dan Nelayan Pulau Obi [1]

Air masuk ke rumah warga Kawasi, Pulau Obi. Air berwarna orangye kecoklatan. Foto: dokumen warga

 

Jauh sebelum terjadi banjir, kondisi Sungai Toduku sudah rusak. Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) setahun terakhir menyebut sungai ini dalam ancaman serius. Jatam menyatakan, sungai Toduku telah jadi tempat pembuangan lumpur sisa pengolahan dan produksi nikel sulfat dan kobalt untuk bahan baku baterai kendaraan listrik.

“Ekosistem sekitar nyaris tak bisa hidup dan tumbuh. Ketika musim penghujan, air yang mengalir di sungai ini penuh lumpur pekat-berminyak, mengalir hingga ke laut.”

Pada sungai dan sumber air lain di areal permukiman sebagian sudah lenyap dan diprivatisasi untuk menunjang operasi produksi kawasan industri nikel Harita Group.

Jofi bilang, perusahaan harus bertanggung jawab dengan mereklamasi dan mitigasi banjir, karena luapan Sungai Toduku terjadi sangat serius dan berakibat fatal bagi kehidupan di Kawasi.

Belum ada laporan resmi dari pemerintah setempat maupun Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Halmahera Selatan ikhwal kerusakan dan kerugian yang dialami warga Kawasi pasca banjir.Ikhwan Iskandar, Kepala BPDB Halmahera Selatan mengatakan, akan menurunkan tim untuk lakukan investigasi lebih lanjut.

Mongabay menghubungi Arifin Saroa, Kepala Desa Kawasi lewat sambungan telepon. Saat banjir, dia tidak berada di kampung. Dia tahu banjir di Kawasi berasal dari limpasan air Sungai Toduku.

Arifin bilang, hulu sungai itu berada dalam area industri nikel Harita Group yang mengolah bahan baku baterai untuk kendaraan listrik. Namun dia menampik kalau banjir karena ada operasi produksi nikel di belakangan permukiman.

“Sebenarnya kalau mau cerita banjir, banjir ini kan hujan, kalau tidak hujan tidak banjir,” katanya.  Arifin merupakan pengurus desa yang menyetujui warga Kawasi direlokasi ke perumahan baru ecovillage.

 

Baca juga: Cerita dari Pulau Obi, Daerah Penghasil Bahan Baku Baterei Kendaraan Listrik [1]

Laut Kawasi, berwarna oranye kecoklatan terkena limbah nikel mentah. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia

 

Menurut dia, perusahaan sudah membangun tanggul di Sungai Toduku, tetapi debit air sungai deras tak bisa ditahan. Soal banjir, sudah sering terjadi jauh sebelum ada pertambangan.

Namun, kata Nur, hujan ditengarai bukan satu-satunya penyebab banjir. Pembongkaran hutan untuk ekstraksi tambang nikel di hulu, tepat letak Sungai Toduku mengalir menjadi salah satu penyebab.

Nur bilang, tanggul di belakangan pemukiman mesti diantisipasi dan diperbaiki. Dia khawatir, kalau hujan lebat bakal sangat berisiko.

“Takutnya, kalau hujan-hujan besar, torang orang Kawasi berenang di laut. Jadi, bukan dong kase pindah tong di ecovillage [perumahan baru–rencana relokasi warga], tapi kase pindah di lautan. Pindah paksa secara alami.”

 

Baca juga: Warga Kawasi Terancam Relokasi Ketika Ada Kawasan Industri Nikel [2]

Tanaman warga Kawasi, terendam banjir bandang. Foto: dokumen warga

 

Ekspor nikel perdana saat banjir

Saat hujan lebat menyusul banjir bandang, warga Kawasi mengatakan, di pelabuhan bongkar muat perusahaan nikel, ada sejumlah kapal tanker. Beberapa kapal tanker lain menyusul sehari setelah peristiwa dan berlabuh di perairan Kawasi.

Kapal tanker ini disiapkan untuk ekspor perdana nikel sulfat ke Tiongkok oleh PT Trimegah Bangun Persada (NCKL) melalui entitas asisoasinya, PT Halmahera Persada Lygend (HPL) di bawah Harita Group.

Dalam keterangan tertulis yang diterima Mongabay, ada 5.580 ton nikel sulfat dikemas dalam 290 kontainer dikapalkan ke salah satu mitra bisnis NCKL di Tiongkok.

“Nikel sulfat hasil pemurnian di kawasan industri Harita Group ini akan digunakan dalam produksi baterai lithium dengan kandungan nikel yang tinggi,” kata Roy A Arfandy, Direktur Utama PT Trimegah Bangun Persada Tbk (TBP).

Roy bilang, perusahaan menargetkan pengiriman produk nikel sulfat mencapai 240.000 ton dalam setahun sesuai kapasitas produksi pabrik. Saat ini,  katanya,  perusahaan sedang tahap uji coba produksi kobalt sulfat.

Soal banjir, Anie Rahmi, Corporate Communications Manager Harita Nickel berjanji akan menjawab pertanyaan yang Mongabay layangkan lewat pesan singkat sejak Sabtu sore lalu. Hingga berita ini terbit, belum ada respon.

Anie hanya mengirimkan keterangan pers saat ekspor nikel perdana pada Jumat, tepat saat banjir bandang terjadi di Desa Kawasi.

 

Baca juga: Mereka Suarakan Kerusakan Pulau Obi Dampak Industri Nikel

 

 

Kawasan industri nikel di Kawasi, Pulau Obi. Foto: Jatam

 

Ki Bagus Hadikusuma, dari Jatam menilai, ekspor nikel sulfat perdana dari Indonesia ini seolah perayaan dari perampasan-perusakan lahan, pencemaran air dan udara, hingga intimidasi warga di Pulau Obi.

“Pencemaran ini rentetan daya rusak yang tak mungkin berakhir. Setelah sebelumnya perusahaan merampas tanah dan mencemari udara, hingga intimidasi dan kriminalisasi warga yang melawan, di tengah pemerintah masa bodoh, terus mendukung perluasan pertambangan nikel di tubuh kepulauan Indonesia,” katanya Bagus dalam keterangan Jatam.

Oleh Jatam, ekspor nikel sulfat perdana ke Tiongkok tak membalikkan keadaan yang telah dirusak ekstraksi ugal-ugalan di hulu perkampungan Desa Kawasi.  “Sulit untuk tidak mengaitkan banjir di Kawasi ini dengan operasi industri nikel Harita Group di Pulau Obi,” katanya.

Fanny Try Jambore Chistanto, Manajer Kampanye Tambang dan Energi Walhi Nasional mengatakan,  ekspor nikel Harita Group akan terus jalan diikuti pembukaan hutan.

Dia bilang,  bencana ekologi tak akan berhenti di Pulau Obi, terutama di Desa Kawasi. Proses ekstraksi nikel pasti akan menimbulkan deforestasi dan kerentanan warga sekitar lebih buruk ke depan.

“Desa Kawasi yang terkepung lima izin tambang nikel dan infrastruktur kawasan industri sangat terdampak dengan seluruh aktivitas yang dikerjakaan saat ini,” kata Rere, sapaan akrabnya.

 

Warga Kawasi berupaya membersihkan mengurangi genagan air di teras rumahnya di Desa Kawasi, Pulau Obi. Foto: dokumen warga

****

 

Exit mobile version