Mongabay.co.id

Jamur Liar Tiba-tiba Tumbuh di Musim Kemarau, Sains Menjelaskan Begini

 

Menjelang sore puluhan warga masih bertahan di areal perkebunan di Dusun Kaliula, Desa Karangtalun Lor, Kecamatan Purwojati, Banyumas, Jawa Tengah (Jateng).  Arealnya berjenis tanah merah dengan kondisi lembab. Pohon perdu cukup banyak sehingga kelembaban terjaga.

Mereka berjongkok sambil memunguti jamur yang begitu banyak muncul di lokasi setempat. Satu per satu jamur yang tumbuh dipetik dan dimasukkan ke dalam tas untuk dibawa pulang.

Warga setempat menyebutnya sebagai jamur rayap. Tetapi ada juga yang menyebutkan sebagai jamur barat dan jamur bulan. Jamur tersebut masuk dalam genus Termitomyces dengan beragam spesies.

“Jamur mulai muncul pada sejak Selasa (4/7/2023) malam. Kebetulan waktu itu ada yang sedang hajatan, begitu selesai dengan menggunakan senter, kami memanen. Warga sangat tahu kalau jamur ini tidak beracun,”kata Kepala Dusun 1 Ardi yang membawahi Dusun Kaliula kepada Mongabay Indonesia pada Kamis (6/7/2023).

Ardi mengatakan sebetulnya kemunculan jamur rayap ini tidak hanya sekarang saja, melainkan sudah rutin. Terkadang setahun sekali, bahkan dua kali.

“Kemunculannya bisa ditebak yaitu setelah ada grubugan (angin kencang) yang membawa air. Namun, tidak setiap saat ada angin kemudian muncul jamur rayap ini. Hanya waktu-waktu tertentu saja,”ungkapnya.

baca : Jamur Zombie di Dunia Nyata yang Menginspirasi Film Serial Populer ‘The Last of Us’

 

Warga memanen jamur rayap yang tumbuh di kebun. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Ia menjelaskan tahun sekarang agak berbeda jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Pasalnya, tahun lalu jamur rayap tidak muncul sebanyak saat ini. “Tahun ini berbeda, sangat booming. Tidak hanya penduduk RW 1 saja yang datang ke sini, melainkan ada warga lain desa yang ikut mencari jamur rayap. Karena memang sangat banyak,”katanya.

Menurutnya, banyak sekali warga yang datang ke areal perkebunan yang memiliki luasan kisaran 1,5 hektar. “Jumlahnya ada ratusan yang datang. Ya, kami biarkan saja. Karena jumlahnya memang banyak. Bahkan, setelah selesai dipanen saja, masih tetap ada yang muncul,”ujar Ardi.

Karena jamur yang mereka panen tidak hanya untuk konsumsi mereka sendiri saja, melainkan juga dijual. “Banyak yang suka, sehingga laku dijual. Ya, kalau yang datang ke sini paling Rp20 ribu hingga Rp25 ribu per kilogram (kg). Sedangkan kalau menjualnya ke pasar bisa sampai Rp40 ribu per kg. Banyak yang dapat Rp100 ribu kemudian juga Rp200 ribu. Lumayan lah bagi orang desa,”jelasnya.

Dia mengatakan meski Desa Karangtalun lor cukup luas dan banyak mempunyai kebun yang rimbun, tetapi yang muncul hanya di areal Dusun Kaliula saja. “Itu pun tidak seluruh kebun ada. Ya hanya di sini saja,”ujar Teguh sambil menunjuk perkebunan tersebut.

Kepala Desa Karangtalun Lor Kusriyanto menjelaskan di desa setempat, jamur rayap hanya muncul di Dusun Kaliula. Itu pun tidak seluruh kebun warga ada. “Yang paling banyak di lingkungan RW 1. Yang mencari di sini sangat banyak, karena tidak hanya datang dari desa sini saja, melainkan juga tetangga desa seperti Kaliwangi dan Kaliurip. Mereka banyak yang datang ke sini,”jelas Kusriyanto.

Menurutnya, jumlahnya berkisar antara 100-200 orang yang ke sini. Mereka terdiri dari orang tua baik laki-laki dan perempuan serta anak-anak. Karena kebetulan anak sekolah baru libur, sehingga menambah keramaian. “Jumlah yang dipanen mencapai lebih dari 1 ton di areal ini. Tahun lalu ada, tetapi jumlahnya sedikit. Paling hanya 20 kg saja,”kata dia.

baca juga : Jamur Tiram, Sumber Bahan Pangan yang Suburkan Lahan

 

Memanen jamur rayap di perkebunan. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Sementara ahli mikologi dari Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Aris Mumpuni menjelaskan ada beberapa nama daerah yang berbeda. Misalnya di Jawa banyak yang menyebut sebagai jamur barat. Barat adalah bahasa Jawa dari angin. Karena memang jamur tersebut muncul setelah ada angin. “Kemudian di Sunda dinamakan suung bulan. Sebabnya, kemunculan jamur terjadi pada waktu bulan bersinar terang setelah angin yang membawa hujan,”jelasnya.

Menurut Aris, kemunculan jamur dengan genus Termitomyces tersebut tidak lepas dari kondisi cuaca yang terjadi pada belakangan ini terutama di Banyumas. “Jamur tersebut liar dan sangat sulit dibudidayakan. Namun, kemunculannya dapat dijelaskan. Jamur banyak tumbuh tidak lepas dari kondisi sebelum ini,”katanya.

Menurutnya, dalam beberapa waktu lalu hampir sekitar sebulan tidak ada hujan karena memasuki musim kemarau.

“Namun kemudian cuaca berubah, dalam beberapa waktu terakhir ada hujan. Jadi, dampaknya adalah suhu udara cenderung menurun. Kemudian kelembaban udara dan tanah meningkat. Nah, pada sisi lain, di dalam tanah merupakan sebuah ekosistem, salah satu penghuninya mikroba dari keluarga jamur. Kondisi lingkungan yang lembab, sangat baik bagi pertumbuhan keluarga jamur,”paparnya.

baca juga : Sutardi yang Nyaman dengan Jamur Tiram

 

Memanen jamur rayap di perkebunan. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Aris mengatakan bahwa di dalam tanah ada yang disebut sebagai miselia jamur. Kondisi lingkungan yang lembab, menyebabkan pertumbuhan. Namun, kata Aris, jamur ini tidak akan tumbuh jika tidak mempunyai partner. Nah, kenapa disebut sebagai jamur rayap, karena memang pasangannya adalah rayap.

“Rayap yang merupakan organisme insekta pemakan material organik berupa kayu, serasah daun maupun sisa tanaman tersedia cukup banyak. Ada interaksi antara rayap dengan miselia jamur Termitomyces yang jenis spesiesnya banyak sekali. Jadi ada simbiosis mutualisme atau saling menguntungkan. Karena miselia jamur membantu rayap untuk membangun rumah atau yang disebut sebagai termite mound.

“Misalnya digali, ada semacam “akar” dari jamur yang masuk ke dalam, bahkan bisa sekitar 1 meter dalamnya. Dipastikan di bawahnya adalah rumah rayap. Rayap memanfaatkan bahan-bahan kayu dan sisa tumbuhan. Bahkan, miselia juga menjadi makanan rayap,”ujarnya.

Saat ditanyakan mengenai jumlah jamur yang muncul tahun sekarang lebih banyak jika dibandingkan tahun sebelumnya, Aris memiliki argumentasi ilmiah. “Ya, tahun lalu di Banyumas hampir tidak ada musim terang. Ada hujan sepanjang tahun, sehingga kondisi lingkungan terlalu basah. Hal itu tidak menjadi kondisi yang baik dibagi perkembangan jamur. Kalau sekarang cuacanya mendukung dan ada partnernya yakni rayap, sehingga banyak muncul jamur ini. Di Indonesia, jamur Termitomyces merupakan jamur yang aman dikonsumsi atau enabled mushroom,”jelasnya.

Dan sampai sekarang jamur Termitomyces ini sulit dibudidayakan dan tumbuh secara liar. Tentu saja, menjadi salah satu jamur yang favorit untuk dikonsumsi. (***)

 

 

 

Exit mobile version