Mongabay.co.id

Paus Balin Mati Terdampar di Pulau Masakambing

 

 

 

 

Satu paus balin (Megaptera novaeangliae) ditemukan mati terdampar di Pulau Masakambing, Kecamatan Masalembu, Sumenep, Madura, Jawa Timur,  30 Juni lalu. Paus terdampar di sela-sela tutupan mangrove berjarak sekitar satu km dari pemukiman warga.

Mursyid, warga Desa Masakambing, menemukan paus mati itu pagi hari.  Nahkoda perahu rute Pulau Masakambing-Pulau Masalembu ini mencium aroma tak sedap dari pantai yang dipenuhi mangrove.

Dia mencoba menelusuri sumber bau dengan berjalan kaki. Sekitar 300 meter dari dermaga tradisional pulau itu, Mursyid menemukan paus terkapar, mati.

Mursyid segera memberi tahu warga lain. Pj Kepala Desa Masakambing, Ainul Yakin, segera mendatangi lokasi dan mendokumentasikan untuk dilaporkan kepada pihak terkait.

Kondisi paus yang punya nama lain paus bungkuk itu sebagian tubuh mengelupas, berubah warna, memutih, mengeluarkan bau busuk. Sebagian batok kepala sudah tidak ada. Mamalia sepanjang sekitar 10 meter itu diperkirakan sudah lama mati.

 

Paus balin terdampar di Pulau Masakambing, Sumenep. Foto: Polres Sumenep.

 

Paus mati ini dibiarkan begitu saja, tak ada evakuasi atau penguburan. “Jauh dari pemukiman di hutan bakau dan bangkai sudah membusuk. Jadi, dibiarkan di sana, di samping itu tidak ada alat untuk evakuasi,” kata Widiarti S,  Kepala Sub Bagian Hubungan Masyarakat Polisi Resort (Polres) Sumenep, dalam rilis kepada media, 3 Juli.

Masakambing, merupakan pulau kecil di Sumenep, berada di Kepulauan Masalembu. Untuk sampai ke sana perlu sekitar 16 jam dari Sumenep, dari Pelabuhan Kalianget transit di Pelabuhan Masalembu, perjalanan sekitar 14 jam dengan Kapal Pelni.

Kemudian, dari Pelabuhan Masalembu menuju Pulau Masakambing pakai perahu sekitar dua jam. Jarak antara Pulau Masakambing dan Masalembu sekitar 15 mil (25 km).

 

Pagar alam, hutan mangrove di Pulau Masakambing. DI mangrove ini ditemukan paus balin mati terdampar. Foto: Moh Tamimi/ Mongabay Indonesia

 

Ada apa?

Permana Yudiarso,  Kepala Balai Pengelola Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar, mengatakan,  paus terdampar pada Juni jadi temuan baru. Biasa paus bermigrasi pada masa peralihan satu, April-Mei.

Permana menyebut, beberapa kemungkinan paus itu bisa terdampar di Pulau Masakambing,  antara lain, karena mengejar makanan, ikan-ikan kecil seperti cumi-cumi dan udang. Alasan lain,  sumber makanan paus di laut makin sedikit atau sakit.

Dia bilang, dua-tiga tahun terakhir beberapa paus bermunculan, terdampar lalu mati.

“Tahun-tahun sebelumnya kan nggak ada. Ya, dugaan kami ya tadi, pola makanan itu  berubah sekarang,” katanya kepada Mongabay, 7 Juli lalu.

 

Pau balin yang terdampar di perairan Pulau Masakambing dalam kondisi sudah membusuk. Foto: Polres Sumenep

 

Paus terdampar di Jawa Timur bukan kali pertama. Pada pertengahan Mei 2023, satu paus balin terdampar di Pantai Kejawan Putih Tambak, Surabaya, lalu Maret, satu lagi mengambang di perairan Kepulauan Kangean, Sumenep. Daerah-daerah itu, katanya,  memang jalur migrasi paus, mulai dari Selat Makassar, Selat Lombok, sampai Laut Banda. Paus mencari tempat hangat untuk tinggal, laut yang punya kedalaman lebih 800 meter.

“Itu memang jalurnya.  Makanannya itu ada di situ,” katanya.

Hanya saja, bila paus balin terdampar di Surabaya ditindaklanjuti karena lokasi terjangkau, paus yang di Pulau Masakambing tidak ditindaklanjuti. Masyarakat setempat diimbau, bila ada paus terdampar untuk tidak dikonsumsi takut ada penyakit bawaan yang bisa membahayakan tubuh manusia.

Dwi Suprapti, dokter hewan aquatik bilang, paus yang membusuk berpotensi menularkan bibit penyakit bagi warga sekitar karena bakteri pembusukan atau penyakit bawaan yang diderita paus.

“Dianjurkan apabila ada paus terdampar di area terbuka umum, sebaiknya kolaborasi untuk pemusnahan bangkai, disesuaikan dengan kondisi dan lokasi kejadian terdampar. Adapun tiga metode yang dianjurkan adalah dikubur, dibakar atau ditenggelamkan,” katanya, 11 Juli lalu.

 

Paus balin yang terdampar di perairan Pulau Masakambing, tepatnya di bawah tutupan hutan mangrove, dibiarkan begitu saja. Letaknya, yang jauh dari pemukiman dan berada di tengah pulau hingga sulit untuk penanganan. Foto: Polres Sumenep

 

Paus terdampar di beberapa pesisir pantai Indonesia dapat terjadi sepanjang tahun, mengingat Indonesia habitat sekaligus jalur migrasi mamalia ini. Berdasarkan data Indonesia Aquatic Megafauna-Flying Vet (I AM Flying Vet), sejak 2018-2022, paus terdampar terjadi Januari sampai Desember. Wilayah Jawa Timur, salah satu tempat yang sering dijumpai, baik tunggal maupun massal.

Dia bilang, banyak faktor yang bisa memicu fenomena paus terdampar dalam beberapa tahun terakhir. Dia bilang, ada kemungkinan ada anomali iklim dan masalah ketidaklestarian laut.

Anomali iklim, katanya,  seperti perubahan suhu menyebabkan pola migrasi laut terganggu hingga tak menutup kemungkinan memicu paus terdampar.

“Misal, ada pencemaran laut, paus bisa saja mengalami toksikasi atau keracunan makanan hingga dapat mengalami kematian seketika,  akhirnya terdampar.”

 

Perahu yang digunakan untuk ke Pulau Masakambing. Dari Pelabuhan Sumenep, diperlukan sekitar 16 jam untuk sampai ke pulau itu. Foto: Moh Tamimi/ Mongabay Indonesia

 

Bisa juga, katanya,  paus mengkonsumsi makanan disertai banyak limbah sampah plastik yang turut masuk ke pencernaan hingga sampah menyebabkan obstruksi yang berujung malnutrisi bahkan infeksi.  Paus dalam kondisi lemah pun akhirnya terbawa arus ke pesisir pantai dan terdampar.

Bila terdampar di daerah yang sulit diakses seperti di Pulau Masakambing, Dwi menyarankan supaya paus diikat agar tak terbawa ombak dan diberi obat yang bisa mengurangi bau busuk dan meminimalisir penularan penyakit.

“Saran saya untuk mengurangi bau busuk dan meminimalisir penularan penyakit dapat dicoba disirami eco-enzyme. Mengingat eco-enzyme bersifat ramah lingkungan, tidak mencemari perairan.”

Paus, katanya,  dapat membusuk alami tetapi dapat mengurangi aroma dari aktivitas pembusukan itu. Selain itu, eco-enzyme juga dapat dibuat tanpa harus membeli atau diperoleh dengan menghubungi komunitas Eco-Enzyme Nusantara.

 

Keunikan paus balin

Paus balik tak punya gigi tajam sebagaimana paus sperma. Seperti namanya, balin punya balin dalam tubuh. Balin adalah sistem penyaring makanan yang berbentuk rumbai atau tirai yang berfungsi memerangkap makanan ke dalam mulut. Sistem ini berfungsi ketika paus buka mulut dalam air laut dan menghirup air, kemudian mengeluarkan kembali, di situlah makanan akan tersaring.

Balin, katanya,  kelompok paus yang tidak bergigi (mysticeti) hingga balinnya ini sangat membantu dalam menyaring makanan.

 

Polres Sumenep mengecek paus balin mati dan terdampar di Pulau Masakambing. Foto: Polres Sumenep

 

Keunikan paus balin, katanya,  juga dari jenis makanan. Meskipun tubuh sangat besar– merupakan jenis paus terbesar dari jenis paus bergigi lain-namun hanya mengonsumsi makanan kecil seperti kril atau udang kecil. “Ikan-ikan kecil bahkan plankton,” kata spesialis mega fauna ini.

Ciri khas lain, paus balin memiliki kantong di bagian bawah mulut (ventral grooves atau rorqual), memanjang sampai bagian belakang yang berbentuk garis-garis yang dapat membesar saat menangkap makanan dan dapat mengecil kembali setelah air terbuang.

Kantong mulut digunakan balin untuk berkamuflase seperti kolam air. Saat balin tenang dan mulut terbuka, ikan-ikan akan masuk ke dalam kantong itu, berenang dan bermain-main seperti biasa. Setelah calon mangsa itu banyak terkumpul, kantong itu ditutup dan makanan tersaring menuju pencernaan.

“Ciri khas lain balin yang membedakan dengan jenis paus bergigi lain memiliki dua lubang hidung. Paus bergigi memiliki satu lubang hidung. Ketika dijumpai di perairan, semburan air yang keluar dari blowhole-nya tampak begitu banyak membentuk dua arah,” kata dokter hewan di IAM Flying Vet itu.

Exit mobile version