Mongabay.co.id

Penambangan Pasir Sungai Klawing Jadi Biang Abrasi Parah, Makam dan Lahan Pertanian Hilang

 

Jalan setapak itu menuntun sampai di sebuah tempat pemakaman umum (TPU) di Desa Kalicupak Kidul, Kecamatan Kalibagor, Banyumas, Jawa Tengah. Makamnya tidak terlalu besar. Hanya tinggal hitungan belasan saja. Padahal, dulu makam tersebut cukup luas dan menjadi salah satu kompleks makam terlama di desa setempat.

Begitu masuk kompleks makam, ada pemandangan aneh. Beberapa makam terlihat lubang yang tidak ditimbun tanah lagi. Ternyata lubang yang menganga tersebut adalah bekas memakamkan jenazah warga. Lalu ke mana jenazah yang ada di situ? “Warga banyak yang memindahkan makam kerabatnya,”ujar Sekretaris Desa (Sekdes) Kalicupak Kidul Suwarto pada Kamis (13/7/2023).

Menurut Suwarto, proses abrasi yang terjadi di Sungai Klawing yang mengalir dari Purbalingga sampai Banyumas bertemu dengan Sungai Serayu telah terjadi mulai tahun 2009 silam. Dampaknya sangat dirasakan oleh warga, salah satunya adalah di Desa Kalicupak Kidul ini.

Abrasi membuat makam-makam yang berada di pinggir Sungai Klawing banyak yang hilang. “Ada sekitar 50-an makam yang hilang. Pada umumnya adalah makam yang usianya sudah tua dan berada di lokasi panggil pinggir Sungai Klawing,” jelasnya.

Selain itu, ada sekitar 10 makam yang sengaja dipindahkan oleh keluarganya. Makanya di pinggir sungai, ada beberapa makam yang kosong, karena jenazahnya sudah dipindahkan ke lokasi menjauh dari sungai. “Untuk makam yang baru-baru biasanya sudah langsung menjauh dari pinggiran Sungai Klawing,”ujarnya.

baca :  Ini Gerakan Para Ibu Hentikan Penambangan Pasir Sungai Serayu

 

Sebuah makam yang kosong karena jenazahnya dipindahkan supaya tidak terkena abrasi Sungai Klawing di Desa Kalicupak Kidul, Kalibagor, Banyumas. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Areal pertanian juga ada yang hilang. “Ada areal pertanian yang sekarang sudah hilang, karena kena abrasi Sungai Klawing. Sudah cukup luas, mungkin kisaran 1 hektare,”kata Suwarto.

Kepala Desa Kalicupak Kidul Embar Wuryanto mengakui kalau abrasi akibat arus deras Sungai Klawing makin membuat hilang daratan dan kawasan tempat pemakaman umum. “Luasan tanah baik milik warga dan tanah makam (yang hilang) sekitar 4 ha,” kata Kades.

Salah seorang warga Kalicupak Kidul yang menjadi korban abrasi Sungai Klawing, Arjo Sikun (70) mengatakan dalam beberapa tahun terakhir areal sawah miliknya yang berada di pinggir Sungai Klawing hilang.

“Gerusan air Sungai Klawing semakin kuat sehingga menghilangkan tanah yang berada di pinggir sungai. Kebetulan, saya memiliki sekitar satu hektare areal sawah yang berbatasan langsung dengan Sungai Klawing. Namun, saat ini hanya tersisa sekitar 100 meter persegi saja,”ungkapnya.

Tak hanya Desa Kalicupak Kidul saja yang terkena dampak, tetapi juga desa-desa lain. Di antaranya adalah Desa Pajerukan, Kecamatan Kalibagor dan Desa Petir, Kecamatan Sokaraja.

Khusus di Desa Pajerukan, warga setempat, Pardi (45) mengatakan bahwa ada sekitar satu hektare areal sawah yang berada di tepi Sungai Klawing hilang. “Areal tanah sawah yang hilang tersebut akibat adanya gerusan abrasi air Sungai Klawing,”katanya.

baca juga : Ini Langkah Tegas dan Persuasif Atasi Penambangan Ilegal di Sungai Serayu

 

Areal makam dan lahan pertanian yang terancam abrasi Sungai Klawing di Desa Kalicupak Kidul, Kalibagor, Banyumas. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Penyebab abrasi

Kades Kalicupak Kidul Embar Wuryanto mengatakan warga sudah sering melaporkan ke desa mengenai adanya abrasi badan Sungai Klawing yang masih terus terjadi, yang membuat warga semakin khawatir.

Penyebab utamanya adanya abrasi adalah penambangan pasir, baik penambangan secara tradisional maupun dengan memakai mesin sedot. Padahal, jelas-jelas mesin sedot daya rusaknya lebih besar kalau dibandingkan dengan penambangan tradisional.

Kades mengatakan bahwa warga sudah mengadu kepada desa, kemudian dilanjutkan ke kecamatan bahkan sampai ke Polsek Kalibagor.

Sekdes Kalicupak Kidul Suwarto mengatakan pihaknya tidak mengetahui apakah penambangan pasir di lokasi tersebut memiliki izin atau tidak. “Masyarakat di sini pernah sampai bersinggungan dengan penambang pasir. Pernah perahunya dinaikkan ke truk terus bawa ke sektor. Tapi penambangan berhenti sebentar, terus sebulan dua bulan jalan lagi,”jelasnya.

Perwakilan masyarakat juga telah sampai ke Polsek Kalibagor. Selain itu juga kepada Satpol PP. “Sebenarnya dari dahulu warga sudah protes kita sudah mengadu ke sektor (Polsek), terus di sana katanya ranahnya Satpol PP. Kemudian kita juga ke Satpol PP. Mereka sudah sampai turun ke sini. Pada saat rampung tinjauan dari Satpol PP, aktivitas penambangan pasir sempat berhenti. Namun setelah itu, nekat kembali menambang. Kira-kira hanya kosong sebulan saja,”katanya.

Suwarto mengatakan para penambang pasir yang beroperasi di Sungai Klawing wilayah Kalicupak Kidul, bukanlah warga sekitar. Tetapi dari kecamatan atau bahkan kabupaten lainnya.

baca juga : Banjir di Banyumas dan Purbalingga Setelah 20 Tahun, Curah Hujan Tinggi atau Kerusakan Lingkungan?

 

Makam yang masih tersisa di Desa Kalicupak Kidul, Kecamatan Kalibagor, Banyumas. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Kapolsek Kalibagor AKP Diah Sugiarti mengatakan pihaknya menerima laporan dari sejumlah desa. Warga beberapa desa melaporkan jika areal pertanian miliknya yang berada di pinggir Sungai Klawing terkena abrasi, sehingga hilang.

“Bahkan, kami melakukan koordinasi juga dengan Polsek Kemangkon Purbalingga. Karena penambangan pasir dilakukan di Desa Kedungbenda, Kemangkon. Begitu menerima laporan, Polsek Kalibagor dan Polsek Kemangkon melaksanakan patroli bersama. Sehingga penambangan berhenti. Namun demikian, setelah beberapa saat, penambangan beroperasi kembali,”katanya.

Dihubungi terpisah, Koordinator Bencana Geologi Pusat Mitigasi Bencana Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Indra Permanajati mengatakan bahwa abrasi adalah erosi yang disebabkan oleh arus sungai. “Kalau material pinggir sungai adalah tanah dan pasir, maka akan lebih mudah terjadinya abrasi. Berbeda dengan dinding batu, tentu akan lebih kuat,”jelasnya.

Mengenai penyebab abrasi, Indra mengatakan banyak faktornya. Karena abrasi secara alami juga terjadi. Namun demikian, ada juga penyebab lainnya di antaranya adalah penambangan. “Kalau penambangan di lokasi yang tidak sesuai maka menimbulkan abrasi. Biasanya yang tidak diperbolehkan adalah wilayah yang cekung. Namun sebaliknya, kawasan yang cembung, boleh ditambang. Meski demikian, penambangannya harus bijak dan sesuai dengan aturan,”kata Indra.

Terkait dengan abrasi yang terjadi di sejumlah desa di wilayah Banyumas akibat erosi arus Sungai Serayu, maka perlu adanya kajian lebih mendalam. “Perlu didatangkan tim ahli yang melaksanakan kajian lebih mendalam. Nantinya tentu akan dilihat secara detail bagaimana kondisi di lapangan untuk menentukan langkah selanjutnya termasuk antisipasi abrasi,”tandasnya. (***)

 

 

Exit mobile version