Mongabay.co.id

Ular Ternyata Bisa Mendengar Teriakan Manusia

 

Meski tidak punya daun telinga, ular bisa mendengar. Ular memang tidak punya telinga luar sebagaimana ditemukan pada hewan mamalia. Namun ular masih memiliki telinga bagian dalam. Struktur telinga reptil berubah menjadi lebih sederhana yang merupakan bagian dari proses evolusi. Sekitar 260 juta tahun lalu garis keturunan hewan mamalia dan reptilia berpisah. Beberapa tulang rahang reptilia kemudian berevolusi membentuk tulang khusus telinga bagian dalam.

Gara-gara tidak punya telinga, ular dianggap tuli dan tidak mampu menangkap suara yang merambat di udara. Ular disangka hanya bisa menangkap getaran suara yang merambat lewat tanah yang dirasakan oleh tubuh mereka. Memang dua indera yang berfungsi amat baik pada ular adalah mata dan lidah. Namun ternyata ular pun bisa mendengar suara yang merambat di udara.

Pada mamalia, seperti juga manusia, struktur telinga terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian luar, tengah, dan dalam. Telinga bagian luar terdiri dari daun telinga, dan saluran atau lubang telinga.

Bagian tengah terdiri dari gendang telinga atau membran timpani, rongga telinga tengah, dan ossicles. Telinga bagian tengah itu juga terhubung dengan nasofaring melalui lubang eustachius. Nasofaring adalah bagian tenggorokan yang terletak di belakang langit-langit mulut.

Sementara telinga bagian dalam terdiri dari koklea yang bertanggung jawab merespon suara, dan kanal setengah lingkaran yang bertanggung jawab menjaga keseimbangan badan. Koklea bentuknya seperti siput, di dalamnya terdapat cairan yang ikut bergetar ketika ada suara. Getaran ini menghasilkan impuls elektrik yang lalu diteruskan ke otak.

baca : Ular yang Tidak Perlu Kita Musuhi 

 

ular common death adder (Acanthophis antarticus), merupakan ular paling berbisa di daratan Australia. Foto : CSIRO/Wikimedia

 

Sebuah penelitian yang dilaporkan awal 2023 dari peneliti Australia kembali mengungkap kemampuan ular menangkap suara. Beberapa penelitian sebelumnya juga pernah membuktikan hal sama, misalnya yang dilakukan para peneliti Denmark terhadap ular piton pada 2012 lalu. Namun penelitian terbaru yang melibatkan 19 ular dari 5 genus 7 spesies itu tidak sekadar membuktikan bahwa ular mampu mendengar, tetapi juga mencari tahu bagaimana ular merespon suara secara alami.

Mereka mengamati perubahan perilaku yang ditunjukkan pada ular seperti menjulurkan lidah, mendesis, menegakkan kepala, berdiam diri, menjatuhkan rahang, hingga melarikan diri.

“Saat saya berjalan di semak-semak, saya berharap ular bisa merasakan entakan kaki saya. Namun jika saya berbicara dan tetap berdiri, apakah ular bisa mendengar saya?” kata Christina N Zdenek, ketua tim peneliti dari Universitas Queensland, Australia, seperti dikutip Discover Magazine.

“Menurut saya penelitian kami membuktikan bahwa mereka bisa mendengar, jika anda berbicara cukup keras,” lanjut Zdenek.

Cukup keras itu kira-kira sekitar 85 desibel yang setara dengan jeritan manusia.

baca juga : Fakta Unik Ular Terbesar di Bumi yang Harus Anda Ketahui

 

Ular taipan pesisir (Oxyuranus scutellatus), salah satu dari 19 jenis ular yang digunakan dalam penelitian. Foto : Christina Zdenek/the Conversation

 

Mereka melakukan 304 percobaan terhadap ular-ular itu dan mencatat perubahan perilaku yang ditunjukkan. Ada tiga suara yang diperdengarkan, yaitu dalam rentang 0 Hz hingga 150 Hz, 150 Hz hingga 300 Hz, dan 300 Hz hingga 450 Hz. Ambang suara yang bisa didengar manusia sendiri adalah antara 20 Hz hingga 20 ribu Hz. Sementara rentang suara manusia sekitar 100 Hz hingga 250 Hz, dan burung berkicau sekitar 8 ribu Hz.

Suara dengan frekuensi 0 Hz hingga 150 Hz bisa merambat lewat tanah (groundborne). Sedangkan di atas itu suara merambat melalui udara (airborne). Ular diketahui memiliki kepekaan mendengar suara frekuensi rendah yang merambat melalui tanah seperti yang ditunjukkan piton. Kemampuan ini diduga membantu ular menghindari kemungkinan terinjak oleh hewan besar.

“Kami menemukan respon perilaku ular terhadap suara tergantung frekuensi yang diperdengarkan dan sangat terkait dengan genus ular,” tulis laporan yang dimuat di jurnal Plos One, 2023.

menarik dibaca : Urusan King Kobra dan Kobra, Amir Hamidy Pakarnya

 

Penelitian dari Christina N Zdenek, dkk tentang perilaku berbagai jenis ular terhadap respon suara. Sumber : plos.org

 

Eksperimen menggunakan ular genus Acanthophis (Acanthophis antarticus/ular common death adder, Acanthophis rugosus/ ular death adder bersisik kasar), Aspidites (Aspidites ramsayi/ular piton woma), Hoplocephalus (Hoplocephalus bitorquatus/ ular berkepala pucat), Oxyuranus (Oxyuranus scutellatus/ular taipan pesisir), dan Pseudonaja (Pseudonaja affinis/ular dugite, Pseudonaja textilis/ular cokelat timur). Kecuali Aspidites, seluruh ular yang dipakai untuk percobaan mempunyai bisa.

Secara umum, ular seluruh genus kecuali Acanthopis merespon dengan juluran lidah secara jelas ketika diperdengarkan suara. Pada rentang suara frekuensi tinggi, ular genus Phytonidae (Aspidites) cenderung mendekat ke arah sumber suara karena penasaran.

“Sebaliknya, tiga genus lainnya–Acanthophis (death adders), Oxyuranus (taipan), dan Pseudonaja (ular cokelat timur)–lebih cenderung menjauh dari suara, menandakan perilaku menghindar,” tulis Zdenek dalam Conversation.

Penelitian terbaru tersebut berguna untuk memahami respon ular terhadap suara dalam frekuensi tertentu, tulis laporan itu. Hasilnya bisa diterapkan pada perangkat elektronik pengusir ular yang dibenamkan dalam tanah. Penting untuk menjauhkan ular dari lingkungan tempat tinggal manusia guna menghindari gigitan ular yang bisa berakibat fatal.

 

Exit mobile version