Mongabay.co.id

Waspada Banjir Longsor di Sumatera Barat, Bagaimana Bencana di Bali?

 

 

 

 

Sumatera Barat alami banjir dan longsor baru-baru ini. Di Agam banjir dan longsor tewaskan seorang warga. Bupati Agam tetapkan tanggap darurat bencana selama 15 hari, 13 hingga 27 Juli 2023. Kabupaten Padang Pariaman, pun banjir 14 Juli lalu hingga rumah warga terdampak lebih 1.000-an dan 85,5 hektar sawah dilaporkan terendam.

Melihat beberapa wilayah di Sumatera Barat alami bencana di waktu hampir bersamaan, BNPB langsung mengirim tim ke Sumatera Barat dipimpin Plt Sekretaris Utama, sekaligus juga Direktur Dukungan Sumber Daya Darurat, Rustian untuk koordinasi dan langkah-langkah percepatan penanganan bencana 15 Juli lalu.

Tim BNPB rapat koordinasi bersama Gubernur Sumbar, Walikota Padang, Bupati Padang Pariaman dan Kepala Pelaksana dan Organisasi Perangkat Daerah di Sumbar.

Dari rapat itu, BNPB akan memberikan bantuan dana operasional dan dukungan logistik peralatan ke pemerintah daerah terdampak.  Tim BNPB juga peninjauan bersama para perwakilan pemerintah daerah ke Desa Air Manis Kota Padang dan Desa Lubuk Sekoci,  Padang Pariaman.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana mengatakan,  Sumatera Barat yang terdampak bencana parah. Abdul Muhari Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB mengatakan,  titik-titik kejadian bencana kebanyakan berulang kali dalam 10 tahun ini.

“Yang tidak pernah berubah dalam 10 tahun terakhir adalah lokasinya, ini ini saja,” katanya dalam disaster briefing baru-baru ini.

Selama tak ada perubahan signifikan dalam konteks tata guna lahan, rehabilitasi ekosistem atau penanaman kembali daerah-daerah resapan air, katanya,  mungkin wilayah ini akan tetap penyumbang terbanyak bencana.

Awalnya,  Sumatera Barat tak menjadi atensi karena dalam prakiraan cuaca BMKG dalam dasarian II Juli tidak spesifik menyebutkan daerah asal makanan rendang ini akan banjir besar. Mereka melihat potensi ada di Indonesia Timur yaitu Maluku, Sulawesi dan Papua.

“Ternyata faktor-faktor regional mendorong dalam periode 14 dan 15 Juli intensitas curah hujan tercatat di stasiun pengamatan meterologi di Padang Pariaman atau bandara itu cukup tinggi, lebih 200 ml dalam satu hari,” katanya.

“Ini mungkin seperti curah hujan dalam tiga minggu terjadi dalam satu hari. Karena itu dampaknya cukup masif banjir di Kota Padang.”

 

Tim BNPB rapat koordinasi bersama Gubernur Sumbar, Walikota Padang, Bupati Padang Pariaman dan Kepala Pelaksana dan Organisasi Perangkat Daerah di Sumbar. Foto: BNPB

 

Dia mengatakan,  ada pengaruh  Madden-Julian Oscillation (MJO) yang merupakan suatu gelombang atau osilasi non-seasonal di lapisan troposfer bergerak dari barat ke tImur selama 30-60 hari. Fenomena ini, katanya,  berdampak pada kondisi anomali curah hujan pada wilayah yang dilaluinya.

Selain itu, katanya, ada beberapa kondisi regional. MJO, katanya, yang seperti rangkaian pergerakan kereta awan hujan dari Pesisir Timur Afrika atau di sebelah barat Samudra Hindia lalu bergeser sepanjang ekuator. “Butuh dua sampai tiga minggu untuk melewati Indonesia. Kini posisinya di Indonesia sampai ke daerah Timur,” katanya.

Meskipun begitu,  sisi lain ada pembentukan siklon tropis sebelah utara Filipina. Begitu ada awan hujan besar, katanya, hingga siklon itu akan menghisapnya. Jadi, seakan-akan awan tertarik ke timur dan mendapat awan hujan yang banyak.

“Jadi,  kondisi ini bergantung pada cuaca regional. Kita karena negara maritim, pulau dipengaruhi lautan pasifik dan hindia ini yang menyebabkan pola musim tidak mutlak bahwa musim hujan tidak harus basah atau sebaliknya. Jadi,  ada fenomena regional yang membawa atau menarik awan hujan hingga perubahan cuaca itu sangat dinamis di Indonesia.”

Muhari mengimbau, pemerintah daerah waspada karena masih ada potensi hujan rendah hingga sedang yang mungkin bisa berdampak pada bencana bawaan. “Seperti banjir susulan seperti Pasaman Barat, Pasaman, Agam dan Pesisir Selatan dan Mentawai.”

Selain banjir di Sumbar juga rawan longsor, seperti di Gunung Padang, di Kabupaten Agam, Pesisir Selatan dan Mentawai.

Agam rawan longsor, katanya, karena ini daerah vulkanik hingga ketika hujan batu-batu besar dari ketinggian meluncur ke bawah dan menghantam rumah. “Karena faktor topografi juga. Ini daerah yang sebelumnya sudah kita identifikasi sebagai daerah rawan longsor,” katanya.

Muhari mengatakan,  perubahan cuaca di Indonesia begitu dinamis. Rentang waktu hingga akhir Agustus yang seharusnya puncak kemarau malah terjadi bencana hidrologi basah seperti banjir dan cuaca ekstrem.

“Seperti di Aceh beberapa waktu lalu di sebelah selatan banjir di sebelah utara kebakaran. Ini fenomena biasa di Indonesia karena kita berada di antara beberapa samudera dan itu mempengaruhinya,” katanya.

Karena itu,  kewaspadaan tak hanya fokus pada bencana hidrologi basah juga kering.

Dia bagi masyarakat yang tinggal di sepanjang bantaran sungai atau cukup jauh atau yang tinggal di daerah kawasan yang curam dan ada vegetasi cukup maka harus benar-benar memperhatikan kondisi alam.

“Kalau hujan sudah lebih dari satu jam dan jarak pandang kita kurang 100 meter, artinya terjadi hujan intensitas tinggi.  Kalau begitu mungkin di hulu debit air sudah besar dan mungkin satu atau dua jam akan jadi banjir,” katanya.

Begitu pula bagi yang tinggal di kawasan tebing yang cukup curam. Menurut dia, lebih baik evakuasi sementara secepatnya.

Dia mengimbau warga langsung evakuasi mandiri. “Jangan tunggu ada pemerintah daerah menyuruh evakuasi. Kita yang harus inisiatif.”

 

Petugas tangani di titik longsor di Agam, Sumbar. Foto: BNPB

 

Bencana di Bali

Pulau Bali pun tak luput dari bencana banjir dan longsor. Kabupaten Karangasem di ujung timur Pulau Bali, tercatat sebagai daerah dengan bencana terbanyak Juli ini.

Awal Juli lalu, Bali digempur ratusan bencana di seluruh kabupaten yang dipantik hujan deras dua hari. Kerentanan pulau kecil ini meningkat.

Berdasarkan data rekapitulasi BPBD Bali terakhir, selama 2023, sampai 10 Juli ada 353 bencana, terbanyak di Karangasem, 129 kejadian.Setelah Karangasem, menyusul Tabanan, lalu Gianyar dan Badung. Seperti tahun lalu, didominasi banjir dan longsor.

Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Institut Teknologi Bandung (ITB) menghelat diskusi terfokus mengenai kebencanaan dan edukasi di Karangasem 20 Juli 2023.

Edi Riawan, peneliti hidrometeorologi ITB mengatakan,  pada Oktober 2022 terjadi hujan lebat di Bali. Tercatat pada 19 Oktober, curah hujan di atas 100 mm per hari. Ada tren peningkatan hujan dan angin.

Katanya, pada 1975, debit curah hujan di Denpasar pernah sampai 350 mm. Pengulangan dengan probabilitas lima tahun bisa terjadi.

Cuaca ekstrem, katanya,  tak hanya diukur dari statistik frekuensi kejadian, juga dari potensi kerusakan yang muncul. Salah satu jenis cuaca ekstrem di Indonesia yaitu hujan lebat dengan intensitas paling rendah 50 mm per 24 jam atau 20 mm perjam.

 

Jembatan Tangkup di Karangasem ambrol karena banjir 7 Juli. Foto: Luh De Suryani/ Mongabay Indonesia

 

IB Ketut Arimbawa,  Kepala BPBD Karangasem katakan, bencana ancaman paling tinggi di kabupaten ini.

Sejak banjir bandang 6-10 Juli lalu banyak alat peringatan dini banjir rusak misal di Yeh Seh. Juga,  rumah dan fasilitas sekolah. Dari data BPBD, sedikitnya tiga warga meninggal dunia karena longsor Juli ini.

Dia akui mitigasi masih minim, misal, ada penguatan penyenderan jembatan tetapi saat hujan deras tergerus. “Saat musim panas sungai kering tapi saat hujan air bah,” keluhnya.

Penduduk terdampak bencana makin banyak, korban jiwa dua tahun terakhir ada tujuh orang. Sejumlah upaya yang dilakukan, katanya,  lewat edukasi siaga bencana fokus gempa bumi dan erupsi. Kemudian program desa tangguh bencana atau Desatana sudah ada di 10 desa.

Mereka juga sudah berikan peta risiko bencana terbaru ke tata ruang misal enam km dari gunung tak boleh ditinggali.

 

Kondisi sungai di jalur rawan di Bebandem, Karangasem. Foto: Luh De Suryani/ Mongabay Indonesia

*******

Exit mobile version