Mongabay.co.id

Ini Pentingnya Forum Komunikasi untuk Perkuat Daya Tawar Nelayan

 

Belasan nelayan dan penyuluh berkumpul di Hotel Royal Bay, Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (14/7/2023). Mereka berkumpul bersepakat untuk legalisasi forum komunikasi yang telah bentuk sebelumnya. Mereka juga antusias menyepakati anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, termasuk logo yang akan mereka gunakan.

Kegiatan hari itu adalah bagian dari program yang dilaksanakan oleh Sustainable Fisheries Partnership (SFP) bekerja sama dengan Yayasan Konservasi Laut (YKL) Indonesia, yaitu program Pengembangan Co-Management Perikanan Kakap dan Kerapu Skala Kecil di Sulawesi Selatan. Tujuannya untuk memperkuat pengelolaan perikanan skala kecil kakap-kerapu berbasis masyarakat di Sulsel yang melindungi sumberdaya ikan dan meningkatkan penghidupan nelayan skala kecil.

“Kegiatan ini adalah tindak lanjut dari pertemuan pembentukan forum komunikasi nelayan kakap kerapu yang telah dilaksanakan pada 14-15 Maret 2023 lalu. Kami menyadari forkom yang telah dibentuk butuh legalitas agar nelayan juga bisa punya daya tawar yang kuat,” ungkap Irham Rapy, Co Management Cordinator SFP.

Christo Hutabarat, Technical Advisor SFP untuk Asia-Pasific, menjelaskan bahwa pembentukan forum komunikasi oleh nelayan kakap-kerapu di Sulsel ini menunjukkan bahwa dalam bekerja berbagai pihak tidak bisa sendirian.

“Sesuai dengan peraturan yang berlaku, bahwasanya dukungan atau bantuan apa pun itu harus melalui suatu kelompok, sehingga forkom ini menjadi penting bagi nelayan. Mereka juga berharap bisa menyuarakan suara mereka dengan santun, elok, dan elegan,” katanya.

baca : Bentuk Forum Komunikasi, Ini Harapan Nelayan Rajungan kepada Pemerintah

 

Para nelayan pengurus Forkom Narasi dan penyuluh berkumpul di Hotel Royal Bay, Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (14/7/2023), bersepakat untuk legalitas forkom yang telah bentuk sebelumnya. Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia.

 

Selain itu, para nelayan berkeinginan untuk bekerja sama dengan pihak mana pun juga, termasuk dengan DKP sebagai pembina nelayan dengan mekanisme resmi sehingga aspirasi mereka terdokumentasikan secara legal.

Pembentukan forkom nelayan ini merupakan yang kedua dari pendampingan SFP. Sebelumnya telah terbentuk Forum Komunikasi Nelayan Rajungan (Forkom Nelangsa) secara legal, yang keanggotaannya mencakup beberapa provinsi, termasuk Sulsel.

Menurut Christo, keberadaan forkom nelayan sangat penting, jika bercermin pada keberadaan Forkom Nelangsa yang telah terbentuk sebelumnya.

“Para nelayan di Forkom Nelangsa ini sudah terlibat secara aktif dan bahkan diundang beberapa kali secara resmi di kementerian untuk menjadi penanggap terhadap revisi ataupun review rencana pengelolaan perikanan rajungan atas nama mereka sendiri. Jadi harapan kami, dengan suara yang legal, bisa disampaikan melalui organisasi.”

“Para nelayan ini terkaget-kaget saat diundang ke kementerian di mana mereka bukan sebagai peserta, tapi sebagai penanggap. Informasi ataupun masukan itu dari mereka, karena mereka yang menangkap dan menjual rajungan hari-hari.”

Christo berharap keberadaan Forkom Narasi yang diakui secara hukum nantinya mampu bergandeng tangan pemerintah dan saling bahu membahu membantu untuk pengelolaan perikanan tangkap kakap-kerapu di Sulsel.

Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sulsel, Andi Agung, menyambut baik keberadaan forkom nelayan ini, yang menurutnya telah berproses lebih jauh, yang bisa mendukung berbagai program di DKP Sulsel.

“Kami sebelumnya telah melakukan upaya memetakan nelayan, mulai dari alat tangkap, kapal, dan hasil tangkapan, yang harus dikelompokkan. Di pertemuan ini ternyata para nelayan kakap-kerapu sudah mulai melakukan ini juga, sehingga ke depannya forkom ini nantinya akan bisa memberi masukan terkait hasil, dan dampak ekonominya,” katanya.

baca juga : Begini Cara Nelayan Kelola Warisan Laut Teluk Kolono dari Perikanan Merusak

 

Penyerahan kartu Kusuka dari Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulsel, M. Ilyas kepada nelayan kakap-kerapu anggota Forkom Narasi, sebagai bentuk dukungan pemerintah kepada nelayan pada Maret 2023 silam. Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia.

 

Agung menilai dengan adanya forkom ini akan membangun kemandirian dan memperkuat daya tawar nelayan, yang tidak lagi sekedar diatur seenaknya oleh pelaku bisnis, khususnya dalam penentuan harga hasil tangkapan.

“Ketika forkom ini sudah terbentuk, mudah-mudahan ke depannya bisa menetapkan harga komoditas perikanan. Nanti nelayan bisa menentukan bahwa harga ikan kerapu per kilonya sekian, kita yang harus menyuarakannya.”

Agung membandingkannya dengan komoditas lain di daratan. “Seperti halnya telur, harganya sudah ditentukan sekian yang mana juga diawasi oleh pemerintah, sehingga kita mau juga hasil laut kita ini harganya ditentukan seperti itu.”

Agung berharap keberadaan forkom ini bisa bersinergi dengan baik dengan pemerintah dan berharap tidak hanya untuk nelayan kakap-kerapu saja, tetapi juga di komoditas perikanan lain.

“Kami berharap semua komoditi ini ada forkomnya, sehingga kita tidak sulit lagi mencari-cari komoditas ketika investor atau buyer datang dan tinggal menghubungi ketua forkomnya.”

baca juga : Kisah Perempuan Muda Madura Suarakan Kondisi Nelayan Indonesia di Eropa

 

Seorang nelayan memperlihatkan ikan kakap hasil tangkapannya. Foto : State Dept. USAID/id.usembassy.gov

 

Dia berharap nelayan bisa lebih memiliki kepedulian dan kesadaran bersama sebagai sebuah kelompok dan DKP akan selalu mendukung apa pun yang dilakukan oleh para nelayan tersebut, dan bisa saling bersepakat di segala kegiatan tersebut.

“Jangan sampai nanti ketika forkom ini berjalan pun ternyata kita tidak saling bersepakat. Sehingga memang penting hari ini kita harus bersepakat apa yang harus dibicarakan.”

Erwin, Ketua Forum Nelayan Kakap-Kerapu Indonesia (Forkom Narasi), berharap melalui forkom ini akan mengangkat tingkat perekonomian nelayan dan bisa intens membangun komunikasi dengan pihak pemerintah dalam menyampaikan berbagai permasalahan yang dihadapi.

“Harapan juga kami agar DKP Sulsel bisa lebih memperhatikan lagi nelayan kakap-kerapu yang ada di Sulsel, supaya hasil tangkapan bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. Dengan adanya pertemuan ini, kami bisa lebih bersemangat untuk melanjutkan apa yang diinginkan oleh kami para nelayan kakap-kerapu.”

Forkom Narasi ini dibentuk berdasarkan alat tangkap yang mereka gunakan, yaitu alat tangkap ramah lingkungan. Salah satu tantangan yang akan mereka hadapi di masa mendatang adalah ketika terdapat anggota tergoda untuk melakukan penangkapan dengan alat tangkap tidak ramah lingkungan yang menghasilkan lebih banyak.

Mengantisipasi hal itu, forkom menentukan mekanisme peringatan dan sanksi bagi anggota yang dianggap melanggar statuta forkom, mulai dari pemberian peringatan hingga pemberhentian sebagai anggota kelompok.

“Untuk nelayan lain di luar anggota yang belum menggunakan alat tangkap ramah lingkungan, maka kami akan terus dilakukan pendekatan kepada mereka, bagaimana setidaknya mengurangi dan pada akhirnya tidak lagi menggunakan alat tangkap ramah lingkungan tersebut.”

 

 

Exit mobile version