Mongabay.co.id

Nasib Harimau Sumatera Masih Berkutat Konflik dan Perburuan

 

 

Konflik manusia dengan harimau sumatera di Provinsi Aceh masih terjadi, menyebabkan satwa dilindungi ini terluka bahkan mati.

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Aceh, Gunawan Alza, mengatakan interaksi antara manusia dengan harimau masih berlangsung. Beberapa kejadiannya seperti harimau melintasi kebun masyarakat, maupun ternak yang dimangsa. Ini membutuhkan perhatian semua pihak, tidak hanya BKSDA.

“Data BKSDA Aceh menunjukkan, periode 2017 hingga 2021, konflik manusia dengan harimau terjadi 76 kali. Untuk 2022, jumlahnya mencapai 40 kasus. Sementara, dari 2020 hingga Maret 2023 telah ditemukan 10 individu harimau sumatera mati terbunuh. Rinciannya, tahun 2020 [1 individu], 2021 [3 individu], 2022 [4 individu], dan Maret 2023 [2 individu],” jelasnya, Senin [24/7/2023].

Menurut Gunawan, harimau membutuhkan habitat dan jalur jelajah yang luas karena mencari satwa mangsa seperti rusa dan babi. Hutan alami merupakan habitat utamanya.

Ketika habitat ini terganggu atau berubah fungsi, konflik akan terjadi. Konflik juga dapat terjadi, ketika satwa mangsa turun dekat permukiman penduduk maka harimau akan mengikuti sang mangsa.

“Konflik merugikan masyarakat dan harimau. Untuk mengantisipasinya, butuh keterlibatan banyak pihak,” ujarnya.

Berdasarkan Pedoman Penanggulangan Konflik Manusia-Harimau yang dikeluarkan Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati, Dirjen KSDAE, KLHK, luas wilayah jelajah harimau sumatera jantan dewasa diperkirakan sekitar 180 hingga 380 kilometer persegi. Semantara betina, sekitar 40 hingga 70 kilometer persegi.

Baca: Sungai dan Harimau Sumatera

 

Harimau sumatera yang hidupnya masih dalam bayang-bayang konflik dengan manusia. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Febri Anggriawan Widodo, Peneliti Satwa Liar WWF-Indonesia, mengatakan secara umum kondisi habitat harimau sumatera di Provinsi Aceh cenderung lebih baik dibandingkan provinsi lain di Sumatera, baik itu kualitas maupun ukuran habitat.

“Satu indikator kunci adalah luas blok hutan di Kawasan Ekosistem Leuser – Ulu Masen yang juga merupakan kantong populasi terbesar harimau, Juga, daya dukung dan tampung yang besar untuk populasi harimau di Pulau Sumatera,” jelasnya, Senin [24/7/2023].

Namun, saat ini timbul tekanan terhadap habitat besar tersebut sebagai akibat aktivitas ekspansif manusia. Akibatnya, habitat tersebut terdegradasi, terfragmentasi, dan menghadapi efek tepi.

“Efek menyusutnya habitat menimbulkan masalah baru seperti potensi konflik antara manusia dengan harimau. Apabila habitat yang luas dan bagus tersebut terpotong menjadi habitat-habitat lebih kecil, tentunya mempengaruhi ketahanan populasi harimau di masa mendatang,” ujarnya.

Baca juga: Tutupan Hutan di Aceh Berkurang, Ini Penyebabnya

 

Harimau sumatera, penguasa hutan yang tidak menemukan kedamaian di habitatnya. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Harimau mati

Pada 16 Juni 2023, diungkap kasus matinya seekor harimau di Kecamatan Terangun, Kabupaten Gayo Lues, Provinsi Aceh. Kasus terungkap berdasarkan tertangkapnya pelaku penjual kulit dan tulang harimau oleh penegak hukum.

Wakapolres Gayo Lues, Kompol Edi Yaksa didampingi Kasat Reskrim Polres Gayo Lues, Iptu Muhammad Abidinsyah mengatakan, penangkapan pelaku dilakukan oleh personil Satreskrim Polres Gayo Lues bersama tim SPTN BBTNGL Wilayah III Gayo Lues.

“Beberapa hari sebelum ditangkap, harimau tersebut ditemukan mati tersengat arus listrik yang dipasang pelaku di kebunnya. Motif dilakukan, karena pelaku kesal ternaknya dimangsa harimau. Namun dalam perkembangannya, bersama seorang temannya, pelaku menguliti harimau itu dan berusaha menjualnya,” ungkap Edi.

 

Hutan di Aceh yang tidak lepas dari ancaman perambahan. Foto drone: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version