Mongabay.co.id

Jadi Magnet Wisatawan, Misteri Pohon Raksasa di Tabanan

 

 

 

Pohon yang disebut warga sebagai pohon kayu putih menarik kunjungan ribuan orang tiap bulan. Informasi yang ditulis pengelola menyebut angka 700 tahun sebagai usia si pohon yang berkulit kayu keputihan di Pura Babakan, Desa Tua, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan, Bali ini.

Pohon yang diperkirakan setinggi lebih 50 meter dan beberapa meter meter ini bak panggung fashion karena menjadi titik pengambilan foto berbagai gaya. Salah satu titik favorit adalah lipatan akar yang seperti menyelimuti orang di baliknya.

Secara kasat mata pohon kayu putih ini terlihat megah dan masih segar. Warna kulit kayunya masih cemerlang. Akar terus menusuk tanah lalu menyembul kembali ke permukaan. Bahkan,  akar melilit bangunan pura di sampingnya.

Letak pohon ini bisa ditempuh sekitar satu jam berkendara dari Denpasar. Rute wisata yang biasa dilewati adalah Jatiluwih dan Bedugul. Keduanya, wisata terasering persawahan dan pegunungan ada di Tabanan.

Kalau bisa bicara dengan pohon ini, ingin rasanya bertanya banyak hal. Misal, apa nutrisi di tanah yang membuatnya sangat tinggi dan besar, bagaimana rasanya menghadang hujan badai dan kilat selama ratusan tahun ini? Desa ini terbekati dengan kehadiran sebuah pohon raksasa yang memberi banyak oksigen dan pelindung.

Akar sangat indah, berlipat-lipat menjadi tempat persembunyian atau selimut raksasa. Menaikinya seperti mendaki gunung. Manusia telihat sangat kecil disandingkan dengan pohon ini.

Warga mensakralkan pohon ini. Bagian dari kompleks pura yang dikelola komunitas warga. Namun, kemegahan pura ini disalahgunakan sejumlah turis. Ada turis Rusia, Alina, dideportasi pada Mei 2022 karena memposting foto setengah telanjang dan berpose bak model di pohon ini. Sebelum dideportasi, dia upacara agama meminta maaf secara spiritual ke penunggu dan sekitarnya.

Wayan Bagia, salah satu penjaga dan pengelola wisata Pohon Kayu Putih ini, mengatakan,  sudah ada dua kali turis berpose setengah telanjang untuk kepentingan konten media sosialnya. Tak ayal, pengelola akhirnya membuat pengumuman khusus berbahasa Rusia berisi peringatan.

Bagian hanya tersenyum kecil dengan kejadian yang memicu kemarahan publik itu. “Kami tidak berjaga 24 jam. Kadang turis itu datang pagi sekali atau jelang malam,” katanya.

Dia sulit mengontrol seksama karena kawasan ini terbuka dan ada dua pintu masuk. Dari arah persawahan di sisi selatan dan pemukiman sisi barat.

Hanya ada pohon dan pura. Di pos barat ada penjagaan dan kotak donasi. Di sekitar ada sejumlah warung.

Sejarah pohon ini tidak ada, hanya penjelasan lisan pengelola. Warga sekitar meyakini usia 700 tahun karena tak ada saksi mata yang bisa menyimpulkan usia sebenarnya. “Warga tertua di desa ini sudah mendapati sebesar ini pohonnya,” kata Bagia.

Wisata pohon ini dikelola Pura Babakan, dari Komutas atau Dadia Pemaksan. Kunjungan wisatawan ramai mendorong kehadiran cafe, warung di sekitar. Desa sunyi ini jadi ramai di titik pohon yang sangat mudah terlihat dari kejauhan ini.

 

Lanskap pura dari kejauhan. Foto: Luh De Suryani/ Mongabay Indonesia

 

Karena ukuran lebar dan tinggi sangat dominan, dari jarak ratusan meter, sudah bisa mencari lokasinya. Peta online juga bisa memandu, diberi judul ancient tree atau pohon kayu putih.

Melihat bentuk, pohon ini juga bisa dijumpai di dekat sumber air atau sungai tetapi belum ada sebesar kayu putih di desa Tua ini.

Karakteristiknya sama, ada akar menonjol, lipatan akar seolah dahan, dan kekuatan mencengkram areal tebing. Bahkan, menempel seolah memeluk beton atau atu bata jika tumbuh dekat tembok.

Aksi turis berpose semi telanjang di pohon dan gunung di Bali mendorong gubernur membuat peraturan baru.

Wayan Koster, Gubernur Bali kembali membuat surat edaran untuk mengatur wisatawan di Bali melalui Surat Edaran 4/2023 tentang Tatanan Baru bagi Wisawatan Mancanegara Selama di Bali, terbit 31 Mei lalu.

Isinya cukup panjang. Antara lain, mewajibkan wisatawan mancanegara memuliakan kesucian pura, pratima, dan simbol-simbol keagamaan yang disucikan. Dengan sungguh-sungguh menghormati adat istiadat, tradisi, seni dan budaya, serta kearifan lokal masyarakat Bali dalam prosesi upacara dan upakara yang sedang dilaksanakan.

Juga memakai busana sopan, wajar, dan pantas saat berkunjung ke kawasan tempat suci, daya tarik wisata, tempat umum, dan selama beraktivitas di Bali. Berkelakuan sopan di kawasan suci, kawasan wisata, restoran, tempat perbelanjaan, jalan raya, dan tempat umum lain.

Melarang wisatawan mancanegara memasuki area sembahyang (utamaning mandala dan madyaning mandala) tempat suci atau tempat yang disucikan seperti pura, pelinggih, kecuali keperluan bersembahyang dengan memakai busana adat Bali persembahyangan, dan tak sedang datang bulan (menstruasi).

Larangan memanjat pohon yang disakralkan dan tak berkelakuan yang menodai tempat suci dan tempat yang disucikan, pura, pratima, dan simbol-simbol keagamaan, seperti menaiki bangunan suci dan berfoto dengan pakaian tidak sopan atau tanpa pakaian.

Wisatawan mancanegara yang berperilaku tidak pantas, dan melanggar ketentuan lain akan ditindak tegas sesuai peraturan perundang-undangan, yaitu dideportasi, kena sanksi administrasi, hukuman pidana, dan sanksi keras lain.

 

Akar pohon menusuk tembok pura. Foto: Luh De Suryani/ Mongabay Indonesia

 

Sucikan pohon

Tradisi dan ritual penyucian pohon mudah terlihat di Bali. Tak sedikit pura dilindungi pohon-pohon besar seperti beringin, pule, kepuh, dan bermarga Ficus. Selain berperan penting bagi ekologi, ia juga bermakna sosial dan budaya. Biasa pohon-pohon di tempat sakral ini diberi penanda lilitan kain, hitam puti atau merah, putih, hitam.

Tak hanya pura atau tempat sakral yang ditandai kehadiran pohon besar, juga kuburan (setra). Kawasan ini biasa sangat teduh karena kehadiran banyak pohon besar. Saking teduhnya, kerap jadi ruang publik seperti pusat berdagang atau tempat nongkrong.

Sebuah ruang publik utama di masa lalu, era kerajaan ditandai dengan kehadiran pohon terbesar jadi tak perlu bangunan untuk peneduh, cukup dengan pohon.

Adi Mahardika, peneliti biodiversitas di Yayasan Konservasi Indonesia berharap,  perawatan pohon benar-benar lebih diperhatikan dan berbasis sains. Menurut dia pohon ini adalah bentuk dan warisan seni hidup, mahakarya alam.

“Pohon ini hidup, apalagi yang sudah begitu tua dengan arsitektur percabangan yang sangat megah,” katanya.

Selain itu, secara ekologis pohon-pohon besar (termasuk ficus) di area urban adalah suaka bagi tumbuhan maupun satwa liar lain. “Kita menghargai arsitektu kuno warisan leluhur, kita memandangnya sebagai warisan budaya. Cara pandang serupa perlu diterapkan untuk raksasa-raksasa hidup seperti ini, pohon-pohon besar di area urban kita,” kata Adi.

Dia tidak meneliti kayu putih ini, tetapi dari dua kali kunjungan ke sana, melihat dari karakter batang, daun-daun dan buah yang jatuh atau teramati agak rendah, kemungkinan itu spesies Ficus albipila (Miq.) King.

Karakter khas pohon ini memiliki banir (buttreeses) sangat mencolok, lebar dan tinggi relatif terhadap tinggi pohonnya. Duduk daun spiral. Daun dan ranting memiliki rambu-rambut putih sangat halus. Daun rontok sebelum begitu menguning atau kering.

Buah yang tua berwarna merah hingga keunguan, seperti banyak buah Ficus lainnya juga disenangi burung-burung.

Biasa ficus tersebar dari Asia Selatan, Indochina, Malesia, hingga Australia bagian utara. “Habitat saya tidak tahu spesisik, sepertinya lebih ‘senang’ dengan substrat agak lembab, seperti dekat-dekat sungai,” kata pemuja pohon ini.

 

 

Pohon Kayu Putih dan kunjungan ribuan turis. Foto: Luh De Suryani/ Mongabay Indonesia

 

*******

 

 

 

 

Exit mobile version