Mongabay.co.id

Spesies Bambu Baru Ditemukan di Flores

Pohon bambu betung terlihat rapi di kawasan Kampus Bambu Turetogo, Desa Ratogesa, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur. Foto: Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

 

Flores merupakan wilayah yang memiliki populasi bambu berlimpah. Sejauh ini, baru diketahui 18 jenis bambu.

Berdasarkan riset terbaru yang dilakukan ahli taksonomi bambu, telah ditemukan dua jenis bambu di wilayah ini.

“Penelitian dilakukan sejak 31 Mei 2022, sebelum Presiden Jokowi datang ke Ende dan Bajawa. Bulan Agustus, kami ke Flores lagi menelusuri hingga Flores Timur,” terang Prof. Dr. Elizabeth Anita Widjaja, ahli taksonomi bambu kepada Mongabay Indonesia, Kamis [20/7/2023].

Baca: Kampus Bambu dan Konsep Pengembangan Ekonomi Masyarakat

 

Inilah bambu Ora atau Ron, jenis baru yang diberi nama ilmiah Fimbribambusa jokowii Widjaja. Foto: Dok. Yayasan Bambu Lestari

 

Elizabeth menjelaskan, dari dua jenis bambu baru itu, satu jenis sudah diberi nama ilmiah Fimbribambusa jokowii Widjaja [Poaceae: Bambusoideae]. Bambu jenis ini ditemukan di Boru, Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur [NTT].

“Masyarakat setempat menyebutnya Ron. Sementara di Desa Kringa, Kabupaten Sikka, masyarakat lokal menjuluki Oran,” ungkapnya.

Jenis bambu ini masih liar, harus dikonservasi segera karena tumbuh di pinggir jalan, ladang, dan ada kemungkinnan ditebang warga.

“Sejauh ini masyarakat hanya memanfaatkannya untuk tali. Bambu ini tumbuh tegak, namun ujungnya bergayut pada pohon lain. Keunggulannya belum diketahui,” jelasnya.

Baca: Asa Mama Bambu Tingkatkan Ekonomi Keluarga Seraya Lestarikan Lingkungan

 

Rumpun bambu Ora atau Ron, nama lokal bagi masyarakat Flores Timur dan Sikka. Foto: Dok. Yayasan Bambu Lestari

 

Nama ilmiah

Kepala Program Yayasan Bambu Lestari [YBL], Nurul Firmansyah menjelaskan, satu jenis bambu lagi akan dinamai Laiskodat, sesuai nama Gubernur NTT. Namun, belum dipubikasikan.

Terkait nama Jokowi untuk nama bambu yang pertama, menurut Nurul, karena ditemukan sehari sebelum Presiden Jokowi berkunjung ke kampus bambu Turetogo, Ngada. Pesiden memiliki perhatian besar terhadap bambu, terutama di NTT.

“Ada semacam pengujian dari pakar terlebih dulu sebelum dipublikasikan. Bambu ini banyak terdapat di Flores, namun belum ada nama ilmiahnya.”

Baca: Retha, Perempuan Muda Pioner Pembibitan Bambu di Ngada

 

Daun bambu Ora atau Ron. Foto: Dok. Yayasan Bambu Lestari

 

Menurut Nurul, nama ilmiah penting untuk melindungi keanekaragaman bambu sehingga diakui sebagai spesies baru. Harapannya, bisa dikembangkan di kemudian hari. Untuk itu, harus diidentifikasi dan diteliti agar ada upaya perlindungan.

“YBL mendukung upaya riset dan inovasi bambu dari hulu hingga hilir, mulai budidaya sampai produk. Termasuk, riset taksonomi bambu untuk lebih bisa melindungi dan memanfaatkannya di masa depan. Untuk spesies baru ini, akan dibudidayakan dan dilakukan penelitian pula terkait fungsi dan manfaat ekonominya.”

Baca juga: Jokowi Kunjungi Kampus Bambu di Ngada, Apa Saja Keunggulan Kampus Ini?

 

Bambu Ora atau Ron yang tumbuh di semak-semak. Foto: Dok. Yayasan Bambu Lestari

 

Pusat pengetahuan bambu

Menurut Nurul, pengetahuan tentang bambu belum banyak dilirik. Terutama, sebagai komoditi  masa depan, material alternatif selain kayu.

“Indonesia kaya jenis bambu, sebagai kekayaan alam kita. Perhatian dan pengembangannya harus ditingkatkan.”

Nurul mengakui, ilmu pengenalan bambu [taksonomi] memang langka sehingga YBL bernisiatif membagi pengetahuan Profesor Elizabeth ke akademisi dan staf pemerintahan di NTT.

 

Pohon bambu betung terlihat rapi di kawasan Kampus Bambu Turetogo, Desa Ratogesa, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur. Foto: Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

YBL sudah menjalin kerja sama dengan Universitas Nusa Cendana [Undana] Kupang, untuk pengembangan bambu. Kegiatan merdeka belajar sudah dilaksanakan di Kampus Bambu Turetogo, melibatkan 15 mahasiswa Fakultas Pertanian Jurusan Kehutanan Undana.

Mereka melakukan penelitian bambu dengan topik berbeda. Harapan YBL, hasil penelitian tersebut bisa dipublikasikan secara ilmiah maupun popular.

“Sumber pengetahuan mengenai bambu paling banyak itu di NTT, sehingga semua riset dan inovasi yang dikembangkan diharapkan berpusat di sini,” pungkasnya.

 

Exit mobile version