Mongabay.co.id

Kabar Rencana Penambangan Pasir Laut Khawatirkan Warga Pesisir Demak

 

 

 

 

Salim, diam membisu sambil memegang spanduk penolakan penambangan pasir di Morodemak, Kabupaten Demak, Jawa Tengah.

Dia dan warga pesisir Morodemak was-was mendengar kabar bakal ada penambangan sedimentasi pasir laut di wilayah mereka, padahal desa-desa pesisir Demak sudah banyak yang tenggelam.

Saat itu,  17 Juli lalu, ada rombongan Komisi IV DPR bersama Bupati Demak, Dirjen PRL Kementerian Kelautan dan Perikanan, juga dinas terkait mengunjungi Pelabuhan Morodemak.

Spanduk-spanduk penolakan tambang pasir laut itu untuk menyambut para pejabat itu, mereka bentangkan. Mereka kecewa ruang hidup yang sudah rusak itu masih mau ditambah rusak lagi kalau ada pertambangan.

Isu bakal ada tambang pasir yang sampai ke telinga warga bukan sekadar kabar burung. Beberapa waktu sebelumnya ada pejabat yang mengambil sampel pasir laut di sana. Nelayan setempat, teman Salim, yang mengantar langsung. Pejabat itu bilang pengambilan sampel itu untuk keperluan pembangun tanggul Demak.

Nyatanya, sedimen pasir di sana untuk ditambang sebagai suplai material proyek Tanggul Semarang, sebagaimana mereka ketahui dari pernyataan Bupati Demak dalam Harian Tribun.

Mereka kecewa, pemerintah mengecoh warga.

Warga dari tiga desa pesisir Demak: Morodemak, Margolindo, dan Purworejo,  yang berdiri di Pelabuhan Morodemak itu tegas dan jelas menolak penambangan pasir laut dengan dalih apapun.

Salim bilang, warga Morodemak, belum ditambang saja alami banjir dan desa tenggelam. Warga terpaksa mengakrabkan diri dengan banjir rob karena sudah tidak ada pilihan lain.

“Kalau endak pagi, sore. Kalau gak sore, malam. Pokoknya setiap hari banjir. Tergantung air pasangnya di siang atau di pagi atau malam,” kata Salim kepada Mongabay.

Warga tak mau tambang, mereka ingin ada normalisasi dermaga Morodemak, tuntutan mereka sejak lama kepada pemerintah. Normalisasi dermaga jauh lebih penting dan sangat dibutuhkan nelayan tradisional Demak daripada tambang.

Warga juga menuntut tak ada usaha intimidasi dan manipulasi dari pihak manapun kepada warga yang menolak tambang pasir. Mereka punya hak untuk menolak.

 

Baca juga: Banjir Rob di Pesisir Demak, Siswa Belajar dengan Kaki Terendam

Seorang bocah berjalan ditengah genangan akibat banjir rob di Kampung Kongsi, Desa Purworejo, Kecamatan Bonang, Kabupaten Demak. Foto: Mohammad Syafi’i/KNTI

 

Masnu’ah, aktivis yang sering mendampingi warga Morodemak, bilang,  sudah ada empat kecamatan yang sebagian wilayahnya sudah tenggelam yaitu Sayong, Karang Tengah, Bonang, Wedung.

Berdasarkan cerita warga, awal mula banjir rob di Demak berawal dari proyek Pelabuhan Tanjung Mas Semarang sebelum tahun 2000. Tahun 1998,  banjir rob mulai menimpa pemukiman warga pesisir Demak, terus berlanjut sampai saat ini.

“Asal mulanya setelah ada reklamasi, pengurukan, Pelabuhan Tanjung Mas Semarang,” kata Masnu’ah. awal Agustus.

Masih banyak warga tetap bertahan di tengah kepungan banjir rob sampai saat ini karena tak ada pilihan lain. Ada juga yang pindah rumah.

“Takut kan, tidak ada tambang pasir saja Demak, pesisirnya sudah seperti ini, apalagi kalau ada tambang,” katanya .

Warga yang tetap bertahan di rumah yang kena banjir rob menimbun lantai rumahnya dengan tanah dan pasir.

Masnu’ah bilang, seandainya normalisasi dermaga jalan, warga bisa sangat terbantu. Pertama, nelayan mendapatkan akses perahu lebih layak dan bagus. Kedua, pasir hasil normalisasi bisa untuk menimbun pemukiman warga.

“Normalisasi sungai itu kan ada sedimen pasir-pasir yang akan diangkat. Itu harapannya untuk kebutuhan masyarakat Morodemak, untuk jalan-jalan yang masih rob … untuk menimbun kampung-kampung yang masih tenggelam.”

Normalisasi kanal dermaga tak kunjung ada, malah Peraturan Pemerintah (PP)/2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut terbit. PP itu menambah kekhawatiran warga pesisir.

Susan Herawati Romica, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), bilang,  penerbitan peraturan pemerintah itu konyol. Ketika desa-desa pesisir seperti di Demak banyak yang tenggelam, pemerintah malah terbitkan aturan yang melegalkan tambang pasir.

Menurut dia, pemerintah tidak mau belajar atas bencana-bencana yang terjadi akibat tambang, warga yang hidup di bawah permukaan air laut. Tambang bukanlah sebuah solusi.

“Kita sama tahu PP ini melegitimasi pertambangan karena basis argumennya juga … ‘daripada pasirnya diekspor secara ilegal mendingan legal.’ Loh, orientasinya mau apa, gitu. Apakah kita ngomongin sumber daya yang berkelanjutan ataukah memang kita mau menghentikan penambangan pasir,” katanya.

 

Aksi diam warga Demak tolak rencana penambangan pasir laut. Foto: dokumen warga

 

Solusi-solusi pemerintah dalam menyelamatkan pesisir adalah solusi palsu. Susan bilang, tidak peduli berapa juta hektar mangrove di Jawa Tengah ditanam bila pesisir ditambang tak ada gunanya.

Walau narasi peraturan itu adalah “pengelolaan sedimentasi,” tetapi substansi tidak jauh berbeda yakni, pengerukan pasir.

Susan bilang, pemerintah seharusnya melihat pesisir secara menyeluruh, pasir tidak akan berfungsi baik bila tutupan mangrove rusak, juga sebaliknya. Menanam mangrove sekaligus menambang pasir, bukanlah pendekatan yang menyeluruh tentang pesisir karena akan merusak ruang hidup.

Dia menegaskan,  tidak ada satupun teknologi di dunia ini yang bisa menggantikan peran pasir, tidak ada material apapun yang punya bobot sama dengan pasir untuk menahan arus air laut.

”Menyelesaikan masalah dengan masalah.”

Indonesia menuju tahun politik 2024, katanya, perlu modal besar untuk meraih jabatan politik. Pemberian izin konsesi tambang selalu erat kaitan dengan modal politik.

Pemberian izin tambang di tempat yang tak seharusnya, kata Susan,  hanya akan menenggelamkan warga secara berjamaah. Bila tambang pasir di Demak tetap lanjut, katanya, tidak menutup kemungkinan desa-desa lain juga tenggelam.

Aparat pemerintah bisa hidup enak di gedung ber-AC, tetapi tidak dengan warga terdampak tambang.

“Pemerintah provinsi gak pernah merasakan harus bopong anaknya dalam keadaan banjir.”

 

Warga Pesisir Demak, mendengar bakal ada penambangan pasir. Mereka pun langsung aksi penolakan. Foto: dokumen warga

 

*******

Exit mobile version