Mongabay.co.id

Uji Coba Kapal Bertenaga Listrik Gantikan BBM, Tak Ada Asap Sehingga Kurangi Emisi

 

Biasanya kapal-kapal kecil milik nelayan bersuara keras dan mengeluarkan asap. Sebab, menggunakan bahan bakar minyak (BBM) jenis pertalite. Karena mesinnya dua tak, maka ditambah dengan oli.

Berbeda dengan Sukirman (52) nelayan asal Pandanarang atau Teluk Penyu, Cilacap, Jawa Tengah. Sejak awal Agustus lalu, dia mendapat jatah untuk melakukan uji coba kapal dengan menggunakan kapal listrik. Dia telah membawa kapalnya untuk melaut dari Teluk Penyu menuju ke selatan dengan jarak kisaran 7-8 mil laut.

“Saya sudah mencoba selama seminggu. Dan ternyata memang jauh lebih hemat dibandingkan dengan menggunakan kapal dengan BBM. Kalau untuk melaut seperti biasanya mulai dinihari sampai jam 12.00 WIB, kebutuhan BBM yang dicampur oli kisaran Rp250 ribu hingga Rp300 ribu sekali melaut. Tetapi jika menggunakan baterai dengan mengecas, paling hanya membutuhkan biaya Rp50 ribu,” kata Sukirman dengan kapal miliknya bernama Mina Semadar itu.

Meski demikian, lanjut Sukirman, karena merupakan teknologi baru, nelayan masih melihat ada kekurangannya. “Nelayan inginnya yang ringkas. Namun, karena ini bertenaga listrik, maka ada aki yang cukup besar. Selain itu, mesin kapal juga besar, sehingga untuk mengangkat mesin kalau bisa hanya dua orang. Bagi nelayan kecil, mesin kapal biasanya dicopot dan dibawa pulang. Nantinya dipasang lagi pada waktu akan melaut,”katanya.

Selain itu, dia mengalami kesulitan pada sistem hidrolik yang digunakan untuk mengangkat dan menurunkan mesin di air karena pantai merupakan wilayah berpasir. Seringkali baling-baling mesin mengenai pasir ketika mesinnya diangkat untuk mendarat di pantai. “Kalau mesin tempel yang biasa digunakan itu dilakukan secara manual, jadinya lebih mudah untuk diangkat. Jadi kesulitannya di situ,”ujarnya.

baca : Panen Matahari di Atas Kapal Nelayan Natuna

 

Sebuah kapal nelayan dengan mesin listrik berbasis baterai milik nelayan Cilacap. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Nelayan lain pengguna kapal listrik adalah Andung (43), nelayan asal Pandanarang. Ia mengaku selain hemat, untuk mengecas maksimal sekitar 8 jam. Tetapi rata-rata hanya 2-3 jam saja. Karena pada saat pulang melaut, baterainya tidak habis sama sekali,”ujarnya.

Andung mengaku nelayan masih cukup gamang dengan adanya kapal listrik tersebut, terutama kalau untuk mengejar ombak dan ada angin. “Kapal ini sama sekali tidak bising dan tak ada asapnya. Perbandingan biaya bahan bakar juga jauh lebih hemat. Tetapi, mesin kapal listrik belum sekuat mesin BBM. Mudah-mudahan saja, nantinya ada penyempurnaan, sehingga akan lebih baik lagi,”katanya.

Saat peluncuran uji coba pada Jumat (11/8/2023) yang dihadiri oleh Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, Direktur Pemasaran dan Pengembangan Bisnis PLN Enjiniring Kurnia Rumdhony didampingi General Manager PT PLN (Persero) Unit Induk Distribusi (UID) Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta Mochammad Suffin Hadi, kapal juga dicoba. Ketiganya juga naik kapal listrik tersebut membelah ombak di Teluk Penyu.

 

Percepatan Transformasi Energi

Usai uji coba naik kapal listrik nelayan di sekitar Teluk Penyu, Cilacap, Ganjar Pranowo mengatakan bahwa perlu tindakan cepat untuk transformasi energi.  “Kita harus berani melakukan tindakan cepat, apa itu? Transformasi energi menuju energi yang lebih ramah lingkungan dan itu basisnya adalah baterai,” katanya.

Menurutnya, produk mesin kapal bermotor listrik berbasis baterai tersebut sudah jadi. Inisiatornya yakni PLN Group sudah bisa dijalankan. Namun demikian, Ganjar menekankan perlu adanya insentif. Selain itu juga pengembangan ekosistem pengembangkan kapal motor listrik dengan basis baterai tersebut.

“Tadi saya sampaikan, yuk kita iuran, kita bantu yuk, kita kasih insentif pada nelayan. Dari PLN bantu, terus kemudian dari perusahaannya bantu, dari Pemkab, Pemprov, sampai (Pemerintah) Pusat, kita bangun ekosistemnya,” ujarnya.

Menurutnya, perlu membangun stasiun pengisian kendaraan listrik umumnya (SPKLU) dan layanan purnajualnya disiapkan. Sehingga nelayan akan betul-betul bisa merasakan kenyamanan ketika bekerja sambil dilakukan edukasi secara terus-menerus.

baca juga : Kian Banyak Nelayan yang Tinggalkan Premium

 

Uji coba kapal nelayan dengan tenaga listrik ke tengah laut di perairan Teluk Penyu, Cilacap, Jateng. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Kapal listrik berbasis baterai tersebut ternyata tidak hanya untuk kapal nelayan saja, melainkan juga bisa dikembangkan bagi kapal wisata atau penyeberangan. Berdasarkan perhitungan, investasi kapal bertenaga listrik berbasis baterai tersebut membutuhkan waktu tiga tahun baru biasa mendatangkan keuntungan.

“Tetapi ketika dilakukan penghitungan untuk jangka panjang maka keuntungan yang didapatkan akan lebih banyak karena biaya operasionalnya jauh lebih murah jika dibandingkan dengan menggunakan bahan bakar fosil. Selain itu tentu bisa mengurangi emisi,”tambahnya.

Direktur Pemasaran dan Pengembangan Bisnis PLN Enjiniring Kurnia Rumdhony mengungkapkan harga Rp2.500 per kilowatt jam (kWh). Sedangkan pengoperasian mesin kapal untuk melaut selama satu hari (one day fishing) rata-rata membutuhkan waktu 2 jam yang diperkirakan menghabiskan energi listrik 10 kWh. Kapasitas itu sama dengan kapal 15 PK dengan BBM.

PLN, lanjutnya, menyiapkan produksi kapal listrik berbasis baterai serta juga membangun ekosistem. “Membangun ekosistem, bukan sekadar showcase, terus ditinggal, karena selama ini pendekatannya. Kalau kita membangun ekosistem itu pasti terintegrasi mulai dari hulu hingga hilir,”tambah Kurnia.

Dalam ekosistem itu, lanjutnya, bakal berkumpul semua pabrikan dari power train ataupun motor listriknya, operator, termasuk juga nelayannya. PLN mendapatkan tugas untuk menyiapkan infrastruktur percepatan program kendaraan bermotor listrik berbasis baterai.

“Kami akan kerja keras dalam dua bulan ini, melakukan uji coba dulu, melakukan engineering design dulu, karena kami dari PLN Enjiniring. Melakukan desainnya dulu, kapal yang cocok itu tipe yang apa, berapa GT, kemudian mesinnya yang cocok berapa kWh,” ujarnya sekaligus menjawab kekhawatiran para nelayan.

Dia mengakui saat sekarang harga mesin kapal listrik tersebut masih mahal, sehingga pihaknya bakal membangun dengan harga lebih murah. Ke depan, bakal ditargetkan harga sama dengan harga mesin tempel berbahan bakar fosil yang selama ini digunakan oleh nelayan. ”Nantinya fitur-fitur banyak yang kita kurangi. Harapan kita harganya sama di kisaran Rp30 juta,”jelasnya.

baca juga : Adopsi Teknologi Terkini oleh Kapal Perikanan

 

Uji coba kapal nelayan dengan tenaga listrik ke tengah laut di perairan Teluk Penyu, Cilacap, Jateng. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Sementara GM PLN UID Jateng-DIY Mochammad Suffin Hadi mengatakan program transformasi energi dengan program bertajuk Electric Vehicle Marine (EV Marine) bakal mengembangkan sebuah ekosistem besar yang mendukung kendaraan kelautan berbasis listrik. Program EV Marine tidak hanya menyasar kapal nelayan penangkap ikan, namun juga kapal sebagai sarana perhubungan dan wisata.

“PLN Group yang terdiri dari PLN Unit Induk Distribusi Jawa Tengah dan DIY, PLN Enjiniring, PLN Icon Plus, PLN Haleyora Power, serta Indonesia Battery Corporation (IBC) akan berkolaborasi bersama Pemprov Jateng dan Pemkab Cilacap dalam membangun lifestyle tersebut,”katanya.

Nantinya akan ada skema khusus yang tentunya menarik untuk para mitra pemilik stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) dan stasiun penukaran baterai kendaraan listrik umum (SPBKLU). (***)

 

 

Exit mobile version