Mongabay.co.id

Semangat Kemerdekaan dan Harapan Masyarakat di Tepian Sungai Musi

 

 

Sebatang pohon pinang berlumuran oli,  berdiri tegak di tepian Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan. Di atasnya terlihat sejumlah perabotan rumah tangga, seperti ember, baskom, sapu, hingga kipas angin.

Semuanya tergantung mengelilingi bendera merah putih yang berkibar gagah. Sementara di bawahnya, sejumlah pemuda tanpa baju bersiap memanjat pohon dengan tinggi sekitar 8 meter itu.

“Mulai!,” teriak panitia lomba panjat pinang, yang diadakan tepat di tepian Sungai Musi, Kelurahan 12 Ulu, Kota Palembang, Kamis [17/8/2023]. Ratusan masyarakat yang hadir ikut memberi semangat. “Jadilah dapat kipas angin, oi semangat,” teriak salah satu penonton.

Foto: Sampah yang Mengotori Anak Sungai Musi

 

Peserta panjat pinang mencapai puncak setelah kurang lebih satu jam berusaha. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Namun, memanjat pohon pinang di tengah lumpur yang memadati tepian Sungai Musi tidaklah mudah. Awalnya, lumpur hanya menenggelamkan mata kaki pemanjat pertama. Saat pemanjat lain naik ke pundak, beban pun bertambah, kaki semakin dalam terperosok ke dalam lumpur.

Setidaknya butuh waktu lebih satu jam, sebelum seorang peserta lomba berhasil mengibarkan bendera merah putih di puncak pohon pinang tersebut. Setelah turun, hadiah dibagikan dengan peserta lain yang ikut membantu.

“Untunglah cuma setahun sekali panjat pinang ini, kalau setiap hari mengas [capek] juga,” kata Heri [28], kepada Mongabay Indonesia, pemanjat pinang dari 12 Ulu.

Foto: Gabus, Ikan Favorit di Sungai Musi

 

Lokasi lomba panjat pinang di tepian Sungai Musi, Kelurahan 12 Ulu, Kota Palembang, dipenuhi sampah plastik bercampur lumpur. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Sudah lima tahun terakhir, saat perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia, Heri bersama teman-temannya rutin mengikuti beragam lomba di tepian Sungai Musi, salah satunya panjat pinang. Artinya, setiap tahun mereka harus bergumul dengan lumpur dan sampah yang memenuhi tepian Sungai Musi.

“Sejak peringatan Hari Ulang Tahun [HUT] Indonesia ke-73, hingga sekarang ke-78. Tahun ini lumpur makin tebal, sampah juga tidak berkurang.”

Saat lomba berlangsung, beberapa kali Heri dan teman-temannya langsung membersihkan tubuhnya dengan air Sungai Musi yang berwarna cokelat pekat, setelah terporosot dari batang pinang.

“Lumpurnya, kalau dibiarkan lama bisa membuat badan gatal-gatal,” lanjut Heri.

Baca: Sungai Musi yang Kehilangan Arsipnya

 

Peserta lomba bekerja sama memanjat pohon pinang. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Hamparan sampah yang didominasi plastik, bercampur lumpur hitam, merupakan pemandangan lazim di sepanjang pinggiran Sungai Musi. Dikutip dari IDN Times, hasil kajian DLHK Kota Palembang menyatakan ada sekitar 91 ton potensi sampah [pencemaran lingkungan] akibat kebiasaan buruk masyarakat.

Selain itu, sampah di sepanjang pinggiran Sungai Musi di Kota Palembang, juga menjadi salah satu penyebab pencemaran mikro plastik yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Dikutip dari situs resmi Ecoton, sebuah yayasan yang fokus pada studi konservasi lahan basah yang pernah melakukan penelitian di Sungai Musi tahun 2022 lalu menyatakan, ada 5 jenis mikroplastik di sungai ini, yakni film/filament atau lembaran, fiber/serat atau benang-benang, granula, fragmen atau cuilan plastik, dan foam atau busa.

Foto: Ikan yang Masih Bertahan di Sungai Musi

 

Peserta lomba panjat pinang harus berendam di tumpukan sampah dan lumpur di pinggiran Sungai Musi. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Jenis yang paling banyak ditemukan adalah mikroplastik fiber atau benang-benang yang berasal dari tekstil. Sementara di sebagian besar perairan sungai padat penduduk, jenis mikroplastik yang paling banyak ditemukan adalah jenis benang atau fiber yang berasal dari limbah cair sisa mencuci pakaian atau laundry.

Di sisi lain, kandungan klorin dan fosfat yang sudah di atas baku mutu menunjukkan kalau Sungai Musi belum menjadi perhatian serius dari pemerintah pusat.

“Limbah industri dan aktivitas perkebunan yang ada di Sungai Musi mungkin menjadi penyumbang terbesar pencemaran pencemaran di Sungai Musi,” kata Amirudin, dari yayasan Ecoton.

Baca: Rempah yang Membaurkan Berbagai Suku Bangsa di Sungai Musi

 

Ratusan masyarakat pinggiran Sungai Musi menyaksikan lomba panjat pinang di Kelurahan 12 Ulu Kota Palembang. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Sementara menurut Mulyana Santa, relawan Spora Institute, banyaknya sampah yang ditemukan karena belum adanya fasilitas dan sistem pengangkutan sampah yang baik. Sehingga, masyarakat banyak membuang sampahnya ke Sungai Musi.

“Pemerintah sebaiknya perlu memberikan informasi dan pendidikan lingkungan agar masyarakat lebih sadar. Selain itu juga, fasilitas tempat sampah yang memadai perlu disediakan oleh pemerintah kota Palembang agar masyarakat tidak membuang sampah sembarangan ke sungai,” jelasnya, dikutip dari situs resmi Ecoton.

Baca juga: Peraturan Daerah Diperlukan untuk Melindungi Sungai Musi

 

Perahu kecil dengan Bendera Merah Putih bersebelahan dengan kapal tongkang batubara. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Harapan

Pada momentum hari kemerdekaan ini, masyarakat menyimpan harapan terbebasnya Sungai Musi dari sampah dan pencemar lainnya.

Chairul Saleh [38], warga 12 Ulu yakin, kelak Sungai Musi bisa terbebas sampah, asalkan pemerintah dan masyarakat bisa bekerja sama dan rutin melakukan pembersihan.

“Kami masyarakat, ingin Sungai Musi bersih. Terkait kondisi sekarang, sama-sama kita bersihkan,” katanya.

“Pasti lebih seru kalau ikut lomba panjat pinang di pinggiran Sungai Musi yang bersih dari sampah. Tidak perlu khawatir gatal-gatal,” kata Ikhsan, pemanjat pohon pinang dari 11 Ulu.

Nuryani [40], ibu rumah tangga dari Kelurahan 14 Ulu punya harapan sama, Sungai Musi bisa pulih.

“Kami mulai jarang mandi dan mencuci di Sungai Musi, karena banyak sampah. Airnya makin keruh, takut anak-anak sakit,” katanya.

 

Potret Jembatan Ampera dan Sungai Musi pada Hari Kemerdekaan Indonesia ke-78. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Saat ini, Pemerintah Kota Palembang rutin gotong royong bersama masyarakat mengangkut sampah di sepanjang pinggiran Sungai Musi. Pada 11 Juni 2023 lalu, sekitar tiga ton sampah sudah diangkut.

“Hasil kajian kami, sekitar 91 ton potensi sampah dibuang ke Sungai Musi. Ini yang harus rutin kita bersihkan,” kata Kepala Dinas LHK Palembang, Mustain, dikutip dari detik.com.

Pemerintah Kota Palembang juga mengimbau masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan. Selain itu, Dinas PU memasang separator di sungai Bendung, mencegah sampah tidak masuk ke Sungai Musi.

“Kegiatan ini akan terus kita lakukan,” paparnya.

 

Exit mobile version