Mongabay.co.id

Sampah Plastik Impor Marak Lagi, Aktivis Serukan Jawa Timur Darurat Dioksin

 

 

Sampah plastik impor yang sempat dilarang pada 2020 lalu, ternyata masih ditemukan di sejumlah desa di Sidoarjo, Jawa Timur.

Investigasi lanjutan LSM lingkungan ECOTON pada Agustus 2023 di sentra pembuatan tahu di Desa Tropodo, Kecamatan Krian, Kabupaten Sidoarjo, masih mendapati penggunaan scrub plastik impor sebagai bahan bakar.

“Asap masih mengepul di beberapa incenerator tungku pembakaran di pabrik tahu di Tropodo. Sampah plastiknya kata mereka diperoleh dari dumpsite di Desa Wirobiting dan Desa Gedangrowo, Kecamatan Prambon, Sidoarjo,” terang Muhammad Kholid Basyaiban, Divisi Legal dan Advokasi ECOTON, Rabu [23/8/2023].

Sampah plastik yang dibakar tersebut menghasilkan dioksin furan yang sangat berbahaya bagi kesehatan masyarakat di sekitar lokasi pembakaran. Dioksin dapat memicu terjadinya kanker dan mengganggu sistem hormonal pada masyarakat terpapar.

IPEN, NEXUS3, ARNIKA, dan ECOTON pada Desember 2019, telah melakukan riset di Desa Tropodo dan menemukan dioksin sebanyak 200 pg TEQ g-1 lemak, pada sampel telur ayam kampung. Angka ini 93 kali lebih tinggi dari batas aman yang ditetapkan di Indonesia.

“Temuan kami terbaru, ada dua desa yakni Gedangrowo dan Wirobiting yang dijadikan dumpsite utama sampah impor,” ujarnya.

Baca: Cerita Aeshnina, ‘Duta’ Anti Sampah Plastik dari Gresik

 

Aktivis lingkungan dan mahasiswa menyerukan Jawa Timur darurat dioksin akibat maraknya kembali sampah plastik impor. Foto: Petrus Riski/Mongabay Indonesia

 

Maraknya aktivitas pembuangan sampah plastik impor dan pembakaran limbah plastik untuk produksi tahu di Sidoarjo, tidak lepas dari meningkatnya impor kertas bekas.

Data ECOTON mengutip UN Comtrade 2022, menempatkan Australia di posisi pertama pengirim kertas bekas ke Indonesia sekitar 618.878 ton, diikuti Amerika Serikat [505.508 ton], lalu Belanda, Inggris, dan Italia.

“Pasokan bahan baku kertas bekas dalam negeri masih belum mencukupi, alasan dilakukan impor. Tapi kertas yang datang bercampur sampah plastik,” jelas Kholid.

Perwakilan mahasiswi peduli lingkungan, Thara Bening Sandrina, mengatakan polusi dioksin di Jawa Timur sudah mencemari tanah, air, dan udara.

“Pastinya sangat berbahaya. Persoalan lingkungan harus disikapi serius oleh Pemerintah Jawa Timur,” paparnya.

Terkait desakan aktivis lingkungan untuk membebaskan Jawa Timur dari pencemaran dioksin sampah plastik impor, Mongabay Indonesia telah mengkonfirmasi Kabid Pengawasan dan Penegakan Hukum, Dinas Lingkungan Hidup [DLH] Provinsi Jawa Timur, Ainul Huri, namun belum mendapat jawaban.

Baca juga: Sungai Brantas Tercemar Limbah Industri dan Mikroplastik, Pemulihannya?

 

Sejumlah mahasiswa membawa foto lokasi pembuangan limbah di sungai oleh industri di Jawa Timur. Foto: Petrus Riski/Mongabay Indonesia

 

Komitmen pemerintah daerah

Sebelumnya, pada peringatan Hari Lingkungan Hidup [5 Juni 2023] di Jawa Timur, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, mengajak masyarakat melakukan aksi nyata mengurangi, menggunakan kembali, dan mendaur ulang [Reduce, Reuse, Recycle] plastik dalam kehidupan sehari-hari.

Sesuai tema Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2023, yakni Solusi untuk Sampah Plastik [Solutions to Plastic Pollution], Khofifah menyebut, polusi plastik merupakan ancaman nyata yang berdampak pada setiap komunitas di seluruh dunia.

“Sampah plastik sudah menjadi isu global. Sampah plastik merupakan penyebab pencemaran lingkungan terbesar di dunia, terutama yang terbuang tanpa pengelolaan,” jelasnya di Gedung Negara Grahadi.

Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional [sipsn.menlhk.go.id], Indonesia menghasilkan sekitar 68,5 juta ton sampah pada 2022, yang sekitar 18,5 persen dari angka itu merupakan sampah plastik.

“Penanganan sampah plastik harus dilakukan dalam satu siklus penuh, dari sumbernya sampai tahap akhirnya. Mulai penggunaan produk dari bahan yang bisa didaur ulang dan digunakan kembali, sampai dengan mencegah pembuangannya, terutama ke laut,” lanjut Khofifah.

Upaya bersama mengurangi sampah plastik, harus dimulai dari keluarga sebagai lingkungan terkecil.

“Pemilahan sampah menjadi beberapa kelompok, yakni sampah organik, sampah plastik yang bisa diolah, serta sampah plastik yang tidak bisa diolah, menjadi penting untuk mengawali upaya pengelolaan,” paparnya.

 

Exit mobile version