Mongabay.co.id

Warga Lereng Slamet Mandiri Energi dari Sumber Air [2]

 

 

 

 

 

 

Air jadi sumber energi andalan di Dusun Pesawahan, Desa Gununglurah, Kecamatan Cilongok Banyumas, Jawa Tengah. Alhir tahun lalu, kampung sempat gelap gulita seperti 12 tahun silam sebelum ada pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH).  Saat itu,  pembangkit yang memasok kebutuhan listrik untuk lebih 100 keluarga ini rusak.

Warsito, Kepala Dusun Satu mengatakan, ada kerusakan laher pada kincir PLTMH hingga perlu  waktu berbulan-bulan untuk mencarikan pengganti suku cadang buatan Jerman yang rusakitu. Meski sementara waktu rela tanpa penerangan listrik, warga Pesawahan tetap tidak ingin meninggalkan PLTMH semata agar tidak mangkrak.

Alhamdulillah, sudah hampir satu bulan, pembangkit mikro hidro kembali normal. Operator bisa mencarikan laher pengganti dari pabrikan lokal di Bandung,” kata Warsito, 20 Juli lalu.

Desa Gununglurah merupakan satu desa di kaki Gunung Slamet yang mendapat bantuan proyek PLTMH melalui program desa mandiri energi, inisiasi Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jawa Tengah.  Selain Gununglurah, ada beberapa desa terpencil yang mendapat bantuan serupa, yakni di Karangtengah, Sambirata dan Sokawera.

Di Desa Gununglurah ada sekitar 128 keluarga yang mampu memenuhi kebutuhan listrik secara mandiri berkat PLTMH. Mereka tersebar di Dusun Pesawahan ada 112 keluarga , sisanya 16 keluarga di Dusun Rinjing.

Perusahaan Listrik Negara (PLN) masih enggan masuk ke dusun yang dikelilingi hutan lindung negara dan hutan produksi pinus itu.

PLTMH pertama kali dibangun di Dusun Pesawahan pada 2010 dengan kapasitas 25 Kilowatt (KW). Dengan kapasitas ini, PLTMH mampu mencukupi kebutuhan listrik baik untuk penerangan, televisi bahkan kulkas dan mesin cuci. Semua kebutuhan rumah tangga tercukupi dengan suplai listrik dari PLTMH setempat.

Selang dua tahun kemudian, PLTMH berdiri di Dusun Rinjing, berkapasitas 15 Kw. Kedua PLTMH ini mengandalkan aliran deras Sungai Mengaji sebagai sumber energi listrik.

“Dusun Pesawahan memanfaatkan aliran deras Sungai Mengaji di hulunya, sedangkan Dusun Rinjing di hilirnya sungai.”

Sebelum ada PLTMH, di bawah 1996, katanya, warga kedua dusun itu pakai kincir air atau turbin yang dihubungkan ke dinamo untuk menghasilkan listrik. Hampir setiap rumah memiliki kincir air sampai dua unit dipasang di sepanjang aliran sungai.

Meski listrik turbin kayu ini maksimal hanya sekitar satu ampere atau setara 220 Watt, warga sudah senang lantaran rumah tak lagi gelap di malam hari.

Hanya saja kelemahan turbin kayu ini adalah aliran listrik tidak stabil. Kalau ada sampah ataupun air sungai mengalir terlalu deras juga bisa membuat turbin mudah rusak. Mereka pun harus rutin mengecek dan mengganti turbin.

“Kesulitan itu teratasi ketika PLTMH dibangun pada 2010. Warga tidak lagi bolak-balik memperbaiki kincir. Rumah mereka pun mendapat aliran listrik dengan daya dua kali lipat sehingga tidak hanya mengaliri listrik lampu, tapi lebih banyak lagi peralatan elektronik yang bisa digunakan, ,” kata Warsito.

 

Baca juga: Tak Perlu PLN, Warga Lereng Slamet Mandiri Energi dari Sumber Air [1]

 

Bangunan rumah turbin Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di Dusun Pesawahan Desa Gununglurah Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas. Foto: Hartatik

 

Manfaatkan sungai

PLTMH dan turbin kayu sama-sama memanfaatkan arus Sungai Mengaji untuk menghasilkan listrik. Pemanfaatan energi terbarukan itu sangat menguntungkan warga. Selain ramah lingkungan, warga juga tidak terlalu terbebani dalam membayar iuran bulanan.

Layaknya PLN, ada alat meteran yang menghitung pemakaian setiap bulan. Besaran iuran telah disepakati bersama di Dusun Pesawahan yakni Rp500/Kwh untuk daya satu ampere dan Rp750/Kwh untuk daya dua ampere.

Rata-rata pengeluaran mereka membayar iuran listrik Rp20.000 perbulan ditambah abonemen Rp5.000. Sedangkan besaran iuran listrik di Dusun Rinjing dipukul rata Rp10.000 perbulan.

Penerima manfaat dari PLTMH Pesawahan tidak hanya rumah-rumah warga, juga fasilitas umum, seperti sekolah alternatif di dusun itu, Madrasan Tsanawiyah (MTs) Pakis Pesawahan yang didirikan pada 2013. Listrik dari PLTMH mampu menunjang penerangan sekolah dan menyalakan komputer maupun mengisi daya baterai laptop.

Warsito bangga, hingga kini warga baik di Pesawahan maupun Rinjing masih enggan beralih ke listrik PLN. Padahal, instalasi tiang jaringan listrik telah terpasang di kedua dusun yang berjarak sekitar satu kilometer itu.

Di Dusun Rinjing, tiang listrik PLN sudah berdiri di depan rumah warga. “Tapi 16 keluarga memilih tetap bertahan dengan listrik dari PLTMH,” katanya.

Begitu pun dengan warga Dusun Pesawahan, dari 115 keluarga, hanya sekitar 15 keluarga yang berminat. Itu pun mereka menggunakan dua aliran listrik yakni dari PLTMH dan PLN.

“Kami bangga dengan semangat dan komitmen warga Pesawahan maupun Rinjing. Mereka masih aktif memeliharan PLTMH dan gotong-royong membersihkan aliran sungai,” kata Warsito.

Di Dusun Pesawahan, warga membentuk Kelompok Tirta Mengaji untuk mengelola manajemen operasi PLTMH, mulai dari instalasi, perawatan mesin hingga penarikan iuran.

Ali Maksur, Ketua Kelompok PLTMH Tirta Mengaji, mengatakan, warga kini tidak lagi repot ke sungai untuk membenahi instalasi atau kabel yang putus. Sebab, ada pengurus yang bertugas melakukan pemeliharaan rutin.

“Pemeliharaan agar instalasi mampu bertahan lama, dan memastikan jaringan listrik ke rumah warga aman,” katanya.

Selain pemeliharaan rutin oleh kelompok PLTMH Tirta Mengaji, syarat utama energi berkelanjutan adalah menjaga lingkungan khusus hutan. Aliran Sungai Mengaji yang berhulu di lereng selatan Gunung Slamet harus terus dijaga terutama hutannya. Tanpa tutupan hutan, mustahil aliran Sungai Mengaji tetap lancar sepanjang zaman.

 

 

Mesin generator PLTMH di Dusun Rinjing Desa Gununglurah Kecamatan Cilongok masih beroperasi sampai sekarang. Foto: Hartatik

Swadaya

Mereka adakan iuran swadaya untuk pemelihraan rutin mesin. Menurut dia, PLTMH pernah mengalami kerusakan hingga menghabiskan dana sekitar Rp60 juta. Kerusakan bisa teratasi berkat iuran warga tiap bulan.

Dalam sebulan, katanya, iuran terkumpul  sekitar Rp1,5 juta. Dana itu juga untuk membayar honor pengurus Rp100 ribu/bulan.

Darsim, warga Dusun Pesawahan mengatakan, semasa pakai turbin kayu harus rutin mengontrol, guna memastikan kondisi turbin aman. Apalagi, alirah Sungai Mengaji mengalir deras sepanjang tahun. Hulu sungai yang masih bagus membuat air tidak pernah mengering, bahkan pada musim kemarau panjang sekalipun.

“Dulu,  listrik dari turbin kayu ke dinamo hanya mampu menghidupkan bola lampu. Nyala lampu tidak stabil, kadang kuat, kadang redup,” katanya.

Sejak ada PLTMH, dia tidak lagi menggunakan turbin kayu. Tidak ada masalah dengan PLTMH sampai sekarang. Kelompok PLTMH Tirta Mengaji sebagai pengelola secara rutin melakukan pemeliharaan.

Roni Hidayat, Camat Cilongok, mengatakan, ada empat desa memanfaatkan sumber air untuk menggerakkan pembangkit listrik tenaga mikrohidro yakni, Karangtengah, Gununglurah, Sokawera dan Sambirata. Keempat desa itu berada di lereng Gunung Slamet, dengan potensi air masih bagus.

“Ke depan, potensi PLTMH masih bisa dikembangkan mengingat debit air di empat desa ini masih besar karena berada di hulu sungai, dan sekelilingnya hutan negara masih lebat,” kata Roni. (Bersambung)

 

Pipa penyalur arus air Telaga Pucung untuk menggerakkan turbin PLTMH di Dusun Kalipucung Desa Karangtengah Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas. Foto: Hartatik

*******

 

 

*Tulisan ini terselenggara atas kerjasama Mongabay Indonesia dan 350.org. Tulisan awal Hartatik ada di Suara Merdeka

Exit mobile version