Mongabay.co.id

Negara Anggota ASEAN Perlu Kolaborasi Kembangkan Energi Surya

 

 

 

 

ASEAN Summit sedang berlangsung di Jakarta. Institute for Essential Services Reform (IESR) mendorong, Indonesia sebagai Ketua ASEAN 2023 menggunakan momentum untuk memobilisasi komitmen pengembangan hub industri dan pemanfaatan energi surya di kawasan ini.

IESR memandang Indonesia dapat membangun kolaborasi jadikan ASEAN sebagai pusat manufaktur komponen PLTS yang akan menciptakan peluang ekonomi hijau serta berkontribusi pada pengurangan emisi gas rumah kaca global.

Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR mengatakan, saat ini energi surya jadi andalan untuk mencapai target net-zero emission (NZE) di masing-masing negara ASEAN karena ketersediaan sumber dan harga teknologi murah.

Vietnam, yang mempunyai kapasitas terpasang PLTS tertinggi di ASEAN lebih 20 GW, diikuti Thailand 3 GW, Malaysia 2,2 GW, dan Filipina 1,7 GW. Indonesia, hingga tengah 2023, kapasitas terpasang PLTS baru 0,2 GW.

“Potensi industri dan rantai pasok komponen PLTS di ASEAN juga mulai berkembang. Dari segi ketersediaan material, Indonesia dan Malaysia berpotensi memenuhi kebutuhan polisilikon yang diperlukan untuk produksi wafer dan ingots dan sel surya,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Mongabay baru-baru ini.

Menurut dia, transisi energi sesuai target Perjanian Paris memerlukan kawasan ASEAN untuk membangun kapasitas energi terbarukan hingga mencapai 39%- 41% sampai 2030. Dengan kapasitas PLTS harus terbangun 142 GW-241 GW.

“Kebutuhan terbesar PLTS ada di Indonesia, yang merupakan negara ekonomi terbesar dan memiliki target mencapai 34% bauran energi terbarukan di sektor kelistrikan pada 2030.” katanya.

 

Panel PLTS Komunal di Muara Enggelam yang dikelola melalui melalui Badan Usaha Milik Desa [BUMDes] Bersinar Desaku. Foto: Yovanda/Mongabay Indonesia

 

Indonesia, katanya. perlu teknologi PLTS kualitas baik, pasokan dan stabil, dan harga terjangkau.

Melalui pengembangan solar industry hub di ASEAN, Indonesia akan mendapatkan manfaat ekonomi. Negara-negara ASEAN, katanya, juga akan mendapatkan pasokan bahan baku yang penting dengan lebih terjamin untuk produksi sel dan modul surya.

IESR menilai, Pemerintah Indonesia perlu memberikan teladan dalam menetapkan dan menerapkan kebijakan yang mendukung pembangunan industri dan rantai pasok di Indonesia.

Kondisi ini, katanya,  akan memicu adopsi PLTS lebih masif dan membawa Indonesia sejajar dengan negara anggota ASEAN lain yang mengedepankan energi surya.

Berdasarkan pengamatan IESR, sepanjang 2022 sampai tengah 2023 ada beberapa kendala pemasangan PLTS, seperti pembatasan kapasitas pemasangan dan revisi Permen KESDM Nomor 26/2021.

Meski begitu, kata Fabby, setidaknya ada 186,5 MW kapasitas PLTS terkontrak dari 655 MWp project pipeline PLTS atap hingga April 2023.

 

Insalasi panel surya atap di Vinilon Group di Mojokerto. Perlu dorong makin banyak industri beralih dari penggunaan energi ke terbarukan, salah satu lewat sdurya atap. Foto: A. Asnawi/ Mongabay Indonesia

 

Marlistya Citraningrum, Manajer Program Akses Energi Berkelanjutan IESR mengatakan, Indonesia perlu membangun sampai 100 GW PLTS skala utilitas sampai 2030.  Untuk itu, perlu keselarasan kebijakan dan implementasi lapangan serta kejelasan prosedur yang mampu mendorong partisipasi aktif masyarakat, iklim investasi baik, sampai dukungan berupa insentif atau pembiayaan inovatif lain.

“Di tingkat ASEAN, kolaborasi strategis dan secara paralel mengembangkan industri surya regional diharapkan dapat membuat pertumbuhan PLTS lebih masif di tahun-tahun mendatang,” kata Marlistya.

Atas dasar itu, katanya, IESR mendorong Pemerintah Indonesia pada ASEAN Summit ke-43 menawarkan inisiatif dan mewujudkan kesepakatan monumental dalam kolaborasi antar negara ASEAN. Juga jadikan kawasan ini sebagai pusat manufaktur komponen PLTS dan komponen pendukung lain dengan menitikberatkan pada keunggulan komparatif masing-masing negara.

“ASEAN sebagai pusat manufaktur komponen PLTS dapat mendorong kerja sama ekonomi, industri dan perdagangan, dan selaras dengan tujuan Indonesia sebagai Ketua ASEAN 2023. Visi ini selaras dengan kebijakan hilirisasi di Indonesia dan bisa jadi pendorong tumbuhnya industri manufaktur teknologi energi terbarukan di Indonesia.”

 

 

*****

Exit mobile version